Banyak pelajaran hidup yang dapat saya petik dari seorang ibu yang telah melahirkan saya, tentang makna kerja keras, pengabdian, doa, impian, rasa syukur, jiwa sosial, ketulusan, keikhlasan, hobi dan semangat. Pelajaran hidup yang berharga yang tidak saya dapat dari sekolah, menjadikan saya mampu mengarungi bahtera kehidupan yang penuh perjuangan dan tantangan.
Ibuku, wanita yang hampir menginjak usia 57 tahun, meyakini setiap kerja keras akan membuahkan hasil dan setiap orang memiliki mimpi di sela doa-doa manisnya. Namun banyak yang lupa jika impian telah terwujud, masih ada sekeliling orang yang membutuhkan tenaga dan juga pikiran kita.
"Untuk itulah saya masih berdiri di sini," kata Ibuku tegas.
Ibuku adalah seorang pendidik, tak betah jika berlama-lama berada di rumah, apalagi anak-anaknya (3 orang) yang sudah beranjak dewasa, sibuk dengan kegiatan dan pekerjaan masing-masing.
"Kalau saya di rumah saja menunggu suami dan anak-anak pulang sambil hanya menyelesaikan tugas rumah saja, saya merasa diri semakin tua dan tidak kerasan," katanya.
Semenjak Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan melanjutkan kuliah di bidang Pendidikan, ibuku sudah mulai bergelut dalam berbagai kegiatan pendidikan dan sosial, seperti membantu mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat di berbagai pelosok daerah di Aceh Barat.
"Kreatifitas dan sejuta energi selalu kusiapkan dalam menghadapi tantangan dalam bertugas. Masa-masa itu kujalani dengan semangat dan motivasi yang tinggi. Banyak keberhasilan yang kuraih, terutama ketika anak-anak didikku berhasil dan masyarakat terbantu, aku merasa sangat bahagia," ucap ibuku.
Sekarang meski tidak seenergik dulu, ibuku membuktikan diri bahwa tenaga dan pikirannya masih dapat disumbangkan untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat kecil. Baginya, bekerja bukan hanya semata mengumpulkan pundi rupiah, ia ingin orang lain bisa merasakan buah manis pekerjaannya.
Liman belas tahun masa kerja, beberapa penghargaan telah diraihnya, namun beliau mengaku masih merasa belum berharga, terlebih akhir-akhir ini, beliau kerap mendapatkan murid-murid-nya, anak-anak (peserta) didik-nya menghabiskan waktu di tempat permainan atau play station (PS).
"Bukan hanya terpengaruh game, tapi kecanduan mereka terhadap play station (PS) bukan sekadarnya, tapi sudah mengarah dan merasuk pada hal negatif hingga meresahkan para orang tua mereka, jadi amat diharapkan ketegasan dan pengawasan orang tua, apalagi ditengah pandemi Corona, jangan dibiarkan anak-anak berkeliaran, tapi tegaskan, awasi, dampingi dan didik anak untuk belajar di rumah dengan baik." Jelasnya penuh harap.
Walaupun disibukkan dengan jadwal yang padat, Ibu tetap menomorsatukan keluarga
Sebagai guru kelas, jadwal mengajar ibuku penuh dari hari senin sampai sabtu, namun tetap meluangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Ibuku juga selalu menyediakan sarapan, belanja dan sebagainya. Beliau menjalani  semua tugasnya itu dengan senang dan ikhlas.
Menurutnya lagi, wanita perlu maju, namun jangan sampai lupa akan kodratnya, emua harus seimbang. Sudah saatnya seorang wanita dan juga seorang ibu bisa berdiri  di atas kaki sendiri, namun juga tidak lupa akan kewajibannya di tengah-tengah keluarga. Tak peduli usia sudah senja (memasuki pensiun), tetap semangat dan mengabdi.
Bekerja bukan semata demi materi
Besar di keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai adat dan tradisi (Aceh) membuat ibuku kian menyadari bahwa dirinya adalah ahli waris adat dan budaya yang harus menjaga dan menularkannya kembali pada generasi berikutnya.
Ibuku ingat, ia tumbuh sebagai anak yang begitu mengikuti norma dan aturan. Ibuku kecil tak luput dari ritual dan juga usaha pelestarian budaya. Salah satunya dengan bergabung dalam grup tari Aceh (seudati dan saman) bersama dengan teman seusianya.
Usaha dan kerja keras membuahkan hasil, grup tari ibu sering menjuarai lomba tari daerah dan ibuku kadang terpilih sebagai penari yang mampu memikat panggung dan penonton.
Meski demikian, ibuku saat itu tidak hanya menghabiskan waktu di dunia tari, keluarga sadar betul bahwa kegiatan akademis tak kalah pentingnya.
Ibuku berpendapat, dunia pendidikan, sosial dan seni itu bersesuaian alias serasi, dan beliau tidak ingin meninggalkan ketiganya. Ibuku tetap ingin mengabdi dengan menjadi seorang pendidik/guru serta tetap melestarikan adat, tradisi dan budaya serta nilai-nilai  para leluhur tanah kelahiran. Beliau ingin tari Aceh tetap lestari dan terkenal seperti tari Saman.
"Meskipun usia sudah tidak muda lagi, yang penting jiwa tetap muda untuk pendidikan, sosial dan tari, hingga saya benar-benar tak mampu lagi. Bukan semata bayaran, tapi justru dengan usia yang sudah tua, saya memiliki banyak ilmu dan pengalaman yang bisa saya bagi untuk orang di sekeliling dan yang membutuhkan." katanya berprinsip.
Meski sudah memasuki usia 56 tahun, aktif mengajar dan mengikuti berbagai kegiatan di bidang pendidikan, sosial, dan kesenian. Ibuku juga ternyata punya hobi lain yang diam-diam ia lakukan yang membuatnya tetap segar dan semangat, yakni berkebun dan berbisnis.
Soal berkebun, ibuku sangat senang berkebun tanaman hias dan buahan. Jadi di rumah cukup banyak tanaman tersebut yang beliau tanam dan sebagian besar beliau yang urus.
Jika diberkahi umur panjang dan memasuki masa pensiun, beliau tetap tak mau berhenti melakukan semua hal di atas.
"Kalau saya berhenti, saya pasti akan pikun. Saya yang sebelumnya sibuk lalu tidak ada kegiatan bisa drop," ujarnya.
Masih dapat meyumbangkan ilmu hingga usia pensiun, diakuinya memberi kepuasan tersendiri, bukan semata materi tapi merasakan kenyamanan hidup saat bekerja
"Belum terbesit kapan untuk berhenti, kalau tenaga saya masih dibutuhkan dan memungkinkan akan terus saya lakukan. Sang suami juga tidak pernah melarang dengan catatan tidak melupakan kewajiban di keluarga," ujarnya lagi.
***
Menengok kembali kehidupannya, mengingat kembali aktivitas pendidikannya, sosialnya, seninya, dan hobinya. Ibu bersyukur dengan segala yang telah ia alami. Beliau berterima kasih kepada Tuhan diberi umur panjang sampai saat ini dan ingin anak-anak dan cucu-cucunya mengalami hal yang beliau alami sekarang.
Setelah mencapai impian pribadi, ibuku tak mau berhenti. Kini saatnya tetap menjadikan diri berguna bagi orang di sekelilingnya.
"Hidup itu sederhana aja, gak usah pakek ribet, menjadi manusia yang baik dan bermanfaat untuk kehidupan dan tak semua harus dinilai dengan uang," pungkasnya.
~~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H