Buat saya milenial melek finansial itu sederhana saja. Prinsip utama-nya adalah belanja (pengeluaran) harus lebih sedikit daripada pemasukan. Banyak milenial sulit memahami konsep yang sebenarnya sederhana ini
Saya cukup kaget sekaligus takjub dari Survei GoBankingRates pada tahun 2019 yang menyebutkan jika milenial jauh lebih boros ketimbang generasi lainnya. Shopping, hangout, makan di luar, hiburan, pakaian, aksesoris, moda transportasi online, traveling hingga alkohol menjadi hal-hal boros yang mendominasi pengeluaran kaum milenial.
Lebih lanjut survei tersebut menyatakan, bila milenial bisa menghilangkan kebiasaan yang tidak perlu, milenial bisa mengumpulkan uang lebih banyak dari waktu ke waktu. Apalagi jika menggunakan uang yang dikumpulkan itu untuk berinvestasi.
Dalam survei itu juga disebutkan, pengeluaran yang tidak penting dapat memangkas sisa uang tabungan bahkan kebutuhan jangka panjang lainnya.
Menurut Mark Avallone, seorang penulis dan finansial advisor, jika kaum milenial mampu menyimpan uangnya untuk investasi dibanding hal-hal boros yang disebutkan di atas, maka semakin lama uang tersebut bertambah 2 hingga 7 persen.
Survei di atas semakin mempertegas anggapan ataupun fakta yang dicermati oleh Cermati.com bahwa;
1. Milenial dikenal dengan sikap selalu saja ingin sesuatu yang serba instan, selalu gegabah, tidak pikir panjang saat membelanjakan uang (konsumtif) serta cenderung gensi dan ikut-ikutan.
Wah jika sudah begini yang dicermati oleh Cermati.com, membuat saya jadi bertanya;
Apakah ada pengeluaran milenial yang dilakukan hanya karena faktor gensi dan ikut-ikutan? Lalu bagaimana dampaknya terhadap pengeluaran keluarga? Apakah hal itu membuat milenial terpaksa berutang?
Jika jawabannya ya, maka sudah saatnya milenial melatih diri untuk berpindah dari pola pikir konsumtif menjadi selektif. Artinya mulai membiasakan diri untuk mendahulukan kebutuhan primer dan memikirkan ulang setiap kali akan membeli sesuatu yang tergolong tersier.