Pernahkan rekan-rekan Kompasianer berfikir bagaimana kita dapat menghasilkan sayuran sendiri tanpa harus memiliki lahan yang luas? Bukankah lahan merupakan kendala utama dalam memulai bercocok tanam?
Janga khawatir rekan-rekan semua, seiring perkembangan zaman, inovasi pertanian juga terus bermunculan. Salah satu solusi untuk dapat menanam di lahan sempit adalah menggunakan Metode Vertikultur. Metode ini sangat cocok dilakukan di lahan sempit terutama pekarangan rumah yang luasnya terbatas.
Seperti apa Metode Vertikultur ini? Sebelum membahasnya lebih dalam, yuk kita lihat dulu sejarah dari metode ini.Â
Dilihat dari sejarahnya, vertikultur berawal dari gagasan pembuatan "vertical garden" yang dilakukan perusahaan benih di Swiss, sekitar tahun 1945. Vertikultur sendiri berasal dari Bahasa Inggris  yaitu  kata "vertical" dan "culture".  Vertical artinya bertingkat, sedangkan culture artinya budidaya. Jadi Vertikalkultur ini adalah metode atau teknik budidaya tanaman secara vertical atau bertingkat, sehingga disebut Vertikultur. Jadi budidaya tanaman dilakukan pada bidang bertingkat yang sangat cocok untuk di rumah, apartemen, hingga perhotelan yang pekarangannya sempit.
Metode ini juga sangat cocok digunakan untuk budidaya tanaman yang berumur singkat seperti sayuran selada, seledri, sawi, kangkong, kol, bayam, brokoli, terong, kailan dan pakcoi. Namun, saat ini orang sudah mulai menanam Tomat dan cabe dengan metode vertikultur, seperti yang saya lakukan di foto di bawah ini;
Pembuatan Vertikalkultur sebenarnya tidak memerlukan modal yang besar. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan bekas botol minuman air mineral dari plastik, talang air, dan paralon bekas atau bahan lain yang sesuai untuk pot pembibitan tanaman. Biaya awal untuk pembuatan media bercocok tanam sedikit lebih banyak, namun untuk penanaman kedua dan selanjutnya tidak dibutuhkan biaya lagi untuk medianya. Kita dapat menggunakan media yang telah ada untuk beberapa kali panen. Media tanam dapat digunakan sampai habis masa pakai apabila sudah rusak.
Berbagai Model Vertikultur
Vertikultur sendiri memiliki berbagai model, diantaranya model gantung, tempel, tegak dan model rak. Model gantung dapat menggunakan bahan botol minuman dari plastik atau wadah lainnya yang telah dilobangkan ditengahnya dan diberikan media tanah. Lalu digantung di dinding dengan menggunakan tali atau ditempelkan langsung di dinding. Model ini sangat murah dan gampang dilakukan seperti foto di bawah ini;
Dilihat dari biaya yang dibutuhkan, ternyata lebih murah. Dari segi perawatan juga lebih mudah dan dari segi lahan yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Saya pikir, penanaman tanaman khususnya organik dengan metode vertikultur dapat menjadi alternatif pilihan bagi para petani ataupun ibu rumah tangga terutama yang tinggal di perkotaan. Selain dapat juga menghijaukan dan menambah keindahan pekarangan rumah jika didesain secara artistik dan menggunakan tanaman yang unik, vertikultur juga menjadi bagian dari gaya hidup organik.
Organik bagi saya bersifat visioner karena ikut memikirkan bagaimana hidup anak cucu  di masa depan. Lagipula, menjadi konsumen organik bukan sebatas gaya hidup sementara, tetapi mencaku nilai kehidupan seperti kejujuran, kesederhanaan dan saling menghargai. Jadi Vertikultur patut menjadi pilihan.
Tips Bercocok Tanam
Metode bercocok tanam yang vertikultur ini sudah banyak dilakukan di kota-kota besar yang lahannya terbatas. Di apartemen, hotel-hotel, atau median jalan kawasan perkotaan, metode ini digunakan untuk membuat taman dan dijadikan ruang hijau yang menyejukkan karena dapat didesain dan pilihan tanaman yang unik. Misalnya saja bercocok tanam tanaman pangan/organik dan tanaman hias, selain berfungsi sebagai hiasan, tanaman tersebut juga menghasilkan udara segar dan penetral debu serta polutan.
Memilih tanaman yang tahan terhadap paparan sinar matahari penuh, dan merupakan tanaman tahunan untuk memudahkan pemeliharaan adalah langkah yang tepat.
Sayuran yang tidak tahan panas sebaiknya ditempatkan di area yang teduh. Lalu perhatikan  suplai air dan nutrisi tanaman. Media pot sebenarnya membuat nutrisi terbatas, jadi pemupukan sebaiknya dilakukan dua minggu sekali. Tentu saja juga harus melihat fase pertumbuhan tanaman. Misalnya tanaman buah yang masih dalam fase pertumbuhan tidak perlu diberi pupuk buah terlebih dulu.
Selanjutnya, lakukan penanaman secara bergiliran. Khususnya untuk tanaman sayuran seperti kangkung, brokoli, sawi, bayam, tomat, cabai, terong dan sebagainya. Jadi, begitu tanaman dipanen untuk satu minggu, tanaman berikutnya sudah siap dipanen minggu berikutnya.
Membudayakan Pupuk OrganikÂ
Mengubah mindset khusunya petani dan ibu rumah tangga dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik  tidaklah mudah, butuh kesabaran ekstra dan keuletan meyakinkan. Bahkan ketika instansi/dinas terkait mensosialisasikan pemakaian pupuk organik, petani dan ibu rumah tangga kerap tidak tertarik. Biasanya mereka beralasan bahwa pemakaian pupuk organik tidak banyak berpengaruh pada hasil produksi, berbeda dengan pupuk kimia yang berdampak langsung.
Di Kampung Leuken Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, sebagai pilot projet kampung iklim (Proklim), kami dari Dinas Lingkungan Hidup mengajarkan petani dan ibu-ibu rumah tangga cara membuat kompos. Namun, pupuk tradisional itu harus ditambah dengan larutan/cairan EM 4 (Effective Microorganisms 4), sehingga hasilnya dapat maksimal.
Tapi yang menjadi catatan, pembuatan kompos itu harus dilakukan sedemikian rupa, antara lain dengan menambahkan agen hayati seperti larutan EM4, yang dapat mempercepat mengguraikan/penguraian sampah (pengomposan) menghasilkan berbagai nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman.Â
Larutan EM4 sangat tepat digunakanan untuk memajukan pertanian karena dapat membantu perbaikan kualitas lahan. Tanaman yang sehat bersumber dari lahan yang sehat pula. Petani dapat menciptakan keuntungan yang besar melimpah karena hasil panen berbuah lebat.
Disamping itu, dengan pemakaian pupuk organik ini, diperkirakan dapat menghemat uang hingga 50 persen dibandingkan memakai pupuk bahan kimia. Untuk itu, saya sendiri sangat gandrung dengan pertanian organik.
Semoga Vertikultur  dan Pemakaian Pupuk Organik terus dikembangkan sebagai upaya membangun, memajukan dan mengembangkan sektor pertanian di Indonesia. Salam super #PertanianIndonesiaMaju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H