Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Saksi dan Korban Ketika Hukum Hanya Tegak Pada yang Bayar

21 November 2018   21:18 Diperbarui: 23 November 2018   14:27 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Berbicara tentang hukum, ternyata bak pedang  bermata  dua juga ya! Dalam beberapa waktu terakhir penegakan hukum kembali sorotan publik. Hukum selalu tampil elegan dengan berbagai sisi.  Tidak hanya tumpul ke atas dan tajam ke  bawah, melainkan juga dapat tumpul ke kawan dan  tajam  ke lawan. Lalu keadilan jadi barang sukar, ketika hukum hanya tegak pada yang bayar. Analogi tersebut dalam penegakan hukum kita menjadi potret buram yang selalu tampil elegan.

Masih segar dalam ingatan, bagaimana penegak hukum sangat antusias dan bergerak cepat dalam melakukan proses hukum terhadap seseorang yang dikenal lihai dalam mengkritisi  penguasa.  Tanpa harus menunggu waktu lama,  Ratna Sarumpaet ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus berita bohong atau populer disebut hoaks.

Ditengah proses hukum kasus Ratna, publik kembali dikejutkan dengan pemberitaan "buku merah" dimana terkait dugaan perobekan buku merah dalam korupsi impor daging yang diungkap Indonesialeaks.

Jaringan media investigasi ini mengulas sebuah buku bersampul merah yang diduga  berisi  catatan aliran dana pengusaha Basuki Hariman, kepada sejumlah pejabat negara termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Ironisnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyatakan pasrah atas kasus dugaan pengrusakan dan hilangnya barang bukti catatan keuangan salah satu tersangka yang berawal dari operasi tangkap tangan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, awal tahun 2017. Bahkan juru bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya mengusut kasus itu melalui tim direktorat Pengawas Internal. Tapi saat dua orang penyidik yang menangani kasus itu diusut pihaknya, institusi asal kedua penyidik tersebut, yakni Polri, sudah lebih dahulu menariknya.

Kasus "buku merah" yang diduga tidak hanya melibatkan pejabat negara, melainkan juga tindakan pengrusakan dan penghilangan alat bukti, menjadi potret terkini dalam penegakan hukum kita. Bahkan sebelumnya, sederet pekerjaan rumah dalam penegakan hukum yang hingga kini masih belum terungkap, baik motif maupun pelakunya.

Kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan misalnya. Kasus yang sudah lebih dari 500 hari ini hingga kini belum terungkap. Bahkan Novel meminta agar Presiden turun tangan dalam pengusutan kasusnya. Kepala Staf Presiden Moeldoko pun meminta Novel Baswedan tidak membawa-bawa kasusnya kepada Presiden Joko Widodo. 

Bagi Novel, Presiden adalah sosok yang paling diharapkan untuk menuntaskan kasus yang membuat penglihatannya tak lagi sempurna. Novel pun mengaku kecewa jika Jokowi bersikap takut mengungkap kasusnya.

Kemudian kasus berikutnya yang juga merambah ke Istana dan viral di sosial media yakni kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril Maknun. Baiq Nuril divonis melanggar undang-undang informasi dan transaksi elektronik karena dituduh menyebarkan rekaman pembicaraan yang mengandung unsur asusila antara dirinya dengan pelapor sekaligus atasannya seorang Kepala Sekolah. Karena tuduhan tersebut Nuril dihukum 6 bulan penjara serta denda Rp. 500 juta dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Baiq Nuril pun merasa diperlakukan tidak adil karena merasa dirinya adalah korban pelecehan namun malah dijadikan tersangka pencemaran nama baik. Pelecehan itu disebutnya terjadi lebih dari sekali dan perekaman dilakukan  untuk tujuan sebagai barang bukti. Merasa tak adil Nuril pun menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi dengan tujuan menuntut keadilan dan berharap Presiden mampu membebaskannya dari jerat hukum yang dialami. Surat yang ditulis Nuril ini pun viral di sosial media.

Kasus yang menimpa Novel Baswedan dan Baiq Nuril Maknun merupakan perwakilan yang menunjukkan kepada kita semua, betapa masih lemahnya posisi dan perlindungan Korban dan Saksi dalam proses peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Di zaman yang serba terbuka ini, masih banyak kasus-kasus hukum di Indonesia yang hingga kini masih terabaikan oleh penegak hukum di negeri ini. Korban dan Saksi merasa terabaikan oleh penegak hukum, hingga akhirnya mereka "melapor" ke sosial media yang menjadi buah bibir atau viral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun