Namun itu menjadi tugas pemerintah untuk memberdayakan petambak atau petani garam dan mempermudah dalam pengurusan izin halal MPU. Jika perlu MPU bekerja sama dengan Pemda memberikan layanan gratis bagi akses izin halal, bukan malah menghakimi dengan kata bernajis yang membuat pelaku usaha garam lokal gulung tikar."
"Kalau misalnya dari 200 usaha garam yang ada hanya satu yang baru memiliki sertifikasi halal LPPOM MPU Aceh, tentunya ini tantangan. Jangan sampai kita kontraproduktif, yang pada ujungnya produk lokal tidak laku dan produk daerah lain membanjiri Aceh," tambah Habibie.
Kemudian dari warganet, reaksi atau tanggapan mereka juga tidak jauh berbeda dari yang disampaikan Pak Faisal dan Bang Habibie. Yakni dapat mematikan usaha petani garam lokal. Namun ada juga netizen yang mengaku pernah melihat hewan ternak masuk dan berkeliaran ke ladang garam sang pemilik.
Berdasarkan informasi di atas, diketahui jika akar permasalahannya itu ternyata hanyalah soal pagar. Berdasarkan observasi dan klaim LPPOM MPU Aceh, ternyata banyak pemilik ladang garam yang tidak memagari lahanya dengan pagar memadai, sehingga berbagai hewan seperti hewan ternak begitu bebas berkeliaran masuk dan buang hajat di lahan garam tersebut, terutama di malam hari.
Kotoran hewan-hewan itu mencemari air asin yang masuk ke ladang garam. Tanpa sadar akan kandungan najis, sang pemilik langsung menciduk air asin tersebut untuk dimasak menjadi garam. Itulah sebab LPPOM MPU tidak pernah bersedia mengeluarkan sertifikat halal bagi usaha garam yang diproduksi atau diproses dengan cara ini.
Pihak LPPOM biasanya menggunakan kamera untuk merekam perilaku hewan saat malam, di lahan penampungan air laut yang akan diolah jadi garam itu. Jika ada hewan yang kencing atau buang kotoran di lahan tersebut, maka air yang dimasak jadi garam itu jadi bernajis.
Di sisi lain para pelaku usaha garam tradisional tidak punya modal yang cukup untuk memagari sekeliling ladang garamnya. Seperti yang dikatakan Habibie jika biaya untuk pagar itu sangat besar, karenanya sangat dibutuhkan perhatian pemerintah agar petani garam Aceh dapat eksis dan bersaing di pasar.
Namun Kepala LPPOM MPU Aceh, dr. H Fakhrurrazi MP menerangkan, kalau petani garam tidak sanggup memagari lahan pengolahan garamnya, maka harus menyediakan bak penampungan khusus untuk air asin yang akan dimasak dan tak boleh bercampur dengan kotoran hewan.
Fakhrurrazi juga mengingatkan pelaku-pelaku usaha yang lain seperti usaha kuliner untuk memenuhi segala persyaratan agar dapat memperoleh sertifikat halal. Termasuk garam apa yang digunakan. Jika garamnya tidak berlabel halal, maka tak akan dikeluarkan sertifikatnya.