"Tidak berarti apa-apa gimana? Toh kau mengantarkan sampai ke rumah nya. Jangan cemarkan nama baik papa, kau menjadi nol besar pada saat ini."
Reza menghela nafas panjang dan menahan getir, lalu bangkit dan menuju ke jendela memandang kembali kota Macao yang spektakuler di malam hari, dengan gedung-gedung yang cantik nan megah, taman-taman yang indah, jalan-jalan yang teratur dan dan mall-mall yang gemerlapan.
Papanya tidak tahu, jika gadis Macao itu sudah ia kenal semenjak pertama kali ke Macao, seorang gadis pelayan di toko kue bernama Zhang Lee yang pandai bernyanyi.
"Desain toko yang unik," kata Reza dalam hati. Bila dilihat dari depan, toko ini tampak sebagai bangunan tradisional yang kuno, tapi begitu masuk semua jadi terlihat berbeda. Hiasan dinding dan area makan outdoor yang dimiliki toko tampak begitu chic dan homey. Seorang gadis berambut poni melepas pandangan bersinar kepadanya. Reza pun memandangnya tenang walaupun badannya terlihat gugup. Itulah gadis yang dicarinya. Di saat itu Reza baru melihat dengan jelas mata gadis itu yang indah, hidung yang kecil mungil dengan cuping-cuping terpahat halus, malu-malu tapi tegas.
"Apa yang dapat kulakukan untuk Anda?" Tanya Lee dalam bahasa Mandarin memecah keheningan.
Resa tidak segera menjawab, pada detik itu ia bergetar karena tekanan perasaannya. Reza pun duduk menghadap sebuah meja di pojok jauh dari jendela besar. Toko masih kosong dari pembeli, namun disitu ada dua gadis pelayan lain yang duduk mengelilingi meja hidangan kecil sedang asik ngobrol, kepala-kepalanya berdekatan. Ketika mereka melihat Reza, keduanya tersenyum manis padanya.
"Saya mau yang lebih segar dan berkhasiat," jawab Reza kemudian.
Selang sejenak gadis pelayan itu pun menaruh gelas indah dan cemilan dihadapan reza dengan sajian yang menarik. Sambil tersenyum gadis itu berkata,
"Naicha (teh susu), biskuit dan Egg Tart, itu lebih baik,"
"Ya, benar," kata Reza setuju.