Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kedahsyatan Tsunami yang Terekam di Monumen Kapal PLTD Apung

26 Desember 2016   03:14 Diperbarui: 26 Desember 2016   12:18 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu bagian luar kapal yang tidak dicat ulang, dibiarkan terlihat kusam agar tetap menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami (foto dok pri).

Bencana tsunami yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 lalu telah meninggalkan jejak, dan jejak itu diabadikan menjadi sebuah monumen ataupun situs tsunami. Salah satu situs bukti sejarah kekuatan tsunami di Aceh adalah Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung. Kapal dengan panjang 63 meter, luas mencapai 1.900 meter dan berbobot sekitar 2600 ton, mampu menghasilkan daya listrik sebesar 10,5 megawatt yang sedang tambat di perairan Aceh ini tepatnya Ulee Lheue Banda Aceh, terseret gelombang pasang tsunami setinggi 10 meter sehingga bergeser sejauh ± 5 KM ke area daratan.

Ukuran yang besar dan bobotnya yang berat menjadikan PLTD apung kontras dibandingkan bangunan-bangunan rumah yang ada di sekitarnya. Tidak ada yang membayangkan kapal ini dapat bergerak ataupun bergeser hingga ke tengah daratan. Fenomena pergeseran kapal ini dengan lokasinya yang relatif jauh dari laut menjadi suatu alat pengingat yang efektif mengenai dahsyatnya kekuatan ombak tsunami yang menimpa Serambi Makkah kala itu. Dari 11 orang awak dan beberapa warga yang berada di atas kapal saat tsunami terjadi, hanya satu orang yang berhasil selamat.

Sesuai namanya, Kapal PLTD Apung ini merupakan sebuah kapal generator listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menjadi sumber tenaga listrik bagi wilayah Banda Aceh khususnya kawasan Ulee Lheue. Waktu itu Aceh masih dilanda konflik sehingga pasokan listrik ke Aceh sering terganggu. Untuk itu, pemerintah RI saat itu berinisiatif mengirimkan kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel Apung I ini ke Aceh  pada tahun 2002. Namun akhir tahun 2004 tsunami datang melanda, dan kapal ini pun terhempas dan terdampar hingga ke tengah-tengah kawasan pemukiman, tidak jauh dari Museum Tsunami.

Sejalan dengan pembangunan kembali daerah-daerah yang terkena tsunami di Aceh, maka pembangunan situs-situs dan monumen peringatan tsunami juga dilakukan sebagai bagian dari pembelajaran terhadap adanya ancaman tsunami di wilayah Aceh. Untuk itu mulai tahun 2007 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan instansi-instansi terkait di pusat dan daerah telah melaksanakan pembangunan di beberapa situs dan monumen, salah satunya situs tsunami PLTD Apung. Sehingga saat ini isi kapal PLTD Apung tak lagi berisi berbagai macam mesin pembangkit listrik, tapi sudah ditata ulang menjadi wahana pembelajaran dan wisata edukasi.

Pengembangan situs tsunami PLTD Apung yang dilakukan pada lahan seluas 25.000 m2 dimulai pada tahun 2008 dengan pembuatan Detail Engineering Desain (DED) Situs Tsunami PLTD Apung dan dilanjutkan dengan penataan fisik dan lingkungan di bawah supervisi ahli-ahli ilmu bumi maupun seni dan budaya.

Kondisi kapal masih utuh, dinding dalam kapal yang terbuat dari baja kokoh juga telah dicat ulang yang didominasi warna kuning sehingga tak lagi meninggalkan kesan angker atau mengerikan, tapi justru memberikan kesan cerah dan menakjubkan di dalam kapal. Namun uniknya untuk cat luar kapal tidak dicat ulang, dibiarkan terlihat kusam agar tetap menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami. Di samping itu, sisa-sisa tsunami juga masih terlihat jelas, seperti beberapa tiang yang terlihat retak, jangkar yang tergeletak berada di dek paling bawah, rumput yang tersangkut di ban, pasir di dalam ruangan, kabel yang putus dan lain-lain. Semuanya itu membuat para pengunjung yang datang melihat akan teringat dan terkenang peristiwa tsunami.

Salah satu bagian luar kapal yang tidak dicat ulang, dibiarkan terlihat kusam agar tetap menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami (foto dok pri).
Salah satu bagian luar kapal yang tidak dicat ulang, dibiarkan terlihat kusam agar tetap menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami (foto dok pri).
Kemudian wisata edukasi lain yang dapat dinikmati pengunjung saat masuk ataupun naik ke atas kapal PLTD antara lain mengenai tips tanda-tanda awal sebelum terjadinya tsunami, fungsi kapal PLTD sebelum diterjang tsunami, dan ratusan foto yang menggambarkan kedahsyatan tsunami hingga mampu menggeser kapal  PLTD ke jantung Kota Banda Aceh.

Wisata edukasi yang dilakukan pada anak-anak sekolah saat mengunjungi kapal PLTD apung (foto dok pri).
Wisata edukasi yang dilakukan pada anak-anak sekolah saat mengunjungi kapal PLTD apung (foto dok pri).
Saat mengunjungi isi kapal, pengunjung juga dapat naik tangga untuk berada di atas kapal dan melihat pemandangan Kota Banda Aceh hingga Bukit Barisan. Saat berada di puncak kapal, pengunjung akan tahu berapa jauh kapal itu terseret arus tsunami. Karena dari geladak setinggi 20 meter lebih akan terlihat laut dan dermaga Ulee Lheu. Dan sebagian kota Banda Aceh juga dapat dilihat dari atas geladak kapal.

Pengunjung menikmati pemandangan kota di atas kapal tsunami PLTD Apung. Saat berada di puncak kapal pengunjuung akan tahu berapa jauh kapal itu terseret arus tsunami. Karena dari geladak setinggi 20 meter lebih akan terlihat laut dan dermaga Ulee Lheu (foto dok pri).
Pengunjung menikmati pemandangan kota di atas kapal tsunami PLTD Apung. Saat berada di puncak kapal pengunjuung akan tahu berapa jauh kapal itu terseret arus tsunami. Karena dari geladak setinggi 20 meter lebih akan terlihat laut dan dermaga Ulee Lheu (foto dok pri).
Saat saya menikmati sebagian kota Banda Aceh hingga deretan Bukit Barisan dari atas kapal tsunami PLTD apung (foto dok pri).
Saat saya menikmati sebagian kota Banda Aceh hingga deretan Bukit Barisan dari atas kapal tsunami PLTD apung (foto dok pri).
Pengunjung yang sedang Binocular ke arah pantai (foto dok pri).
Pengunjung yang sedang Binocular ke arah pantai (foto dok pri).
Dua orang anak sedang berpose dengan latar Menara Pandang ke Pantai Ulee Lheu (foto dok pri).
Dua orang anak sedang berpose dengan latar Menara Pandang ke Pantai Ulee Lheu (foto dok pri).
Hampir semua pengunjung atau wisatawan yang singgah tak meninggalkan kesempatan untuk berpose berlatar kapal PLTD apung. Lokasi kapal apung ini selalu ramai terutama akhir tahun bersamaan peringatan tsunami 26 Desember, dan libur tahun baru. Berbagai event mengenang bencana di gelar di sana, dari lomba foto, pameran foto sampai doa bersama. Sekolah-sekolah juga kerap menjadikannya sebagai tempat belajar para siswa, berwisata sambil belajar. Untuk mengenang korban jiwa akibat tsunami, juga dibangun monumen peringatan. Pada monumen tersebut tertera nama-nama korban, tanggal dan waktu musibah.

Monumen peringatan Relief Tsunami PLTD, berisi nama-nama korban, tanggal dan waktu musibah (foto dok pri).
Monumen peringatan Relief Tsunami PLTD, berisi nama-nama korban, tanggal dan waktu musibah (foto dok pri).
Para wisatawan seperti turis yang mengunjungi monumen relief tsunami PLTD dan kapal PLTD Apung saat peringatan tsunami (foto dok pri).
Para wisatawan seperti turis yang mengunjungi monumen relief tsunami PLTD dan kapal PLTD Apung saat peringatan tsunami (foto dok pri).
Jangan lupa ya, saat ke kota Banda Aceh untuk mengunjungi monumen atau Situs Tsunami Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung yang terletak di Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru Kotamadya Banda Aceh. Pengunjung tidak dikenakan biaya saat masuk mengunjungi situs atau monumen kapal PLTD apung, yang dapat dikunjungi setiap hari mulai pukul 09.00 – 12.00 WIB dan 14.00 – 17.30 WIB. Khusus hari jumat dibuka pukul 14.00 – 17.00 WIB.

***

Tsunami pada 26 Desember 2004 tidak hanya memunculkan dan membangkitkan kepedulian dan rasa kemanusiaan kita, dari masyarakat lokal sampai internasional. Tapi juga memunculkan dan membangkitkan ingatan akan kedahsyatan bencana melalui jejak berupa situs atau monumen yang ditinggalkannya. Situs atau monumen yang menjadi peringatan ataupun pengingat bagi siapapun, baik masyarakat Aceh dan dunia terhadap dahsyatnya kekuatan alam. Dan menghayati makna kekuatan alam tersebut, serta menarik hikmah untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. (Salam hangat Ikhwanul F).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun