Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelik dan Dilematisnya Penambangan Pasir dan Timah di Indonesia

13 November 2016   20:59 Diperbarui: 13 November 2016   22:30 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan Banten bentangkan spanduk perlawanan pada perahu-perahu mereka. Hal ini wajar karena kegiatan pertambangan pasir laut dirasa telah merenggut wilayah tangkapan ikan masyarakat, sehingga pencari ikan harus lebih jauh mencari buruannya dan menambah beban operasional. (dok beritabanten.co.id)

Ada berita yang mengejutkan terkuak dari sejumlah media. Kabarnya, puluhan juta ton pasir laut telah berpindah ke Singapura. Negara yang dijuluki sebagai Negeri Singa itu tengah gencar merampungkan proyek reklamasi pantai di Changi dan Jurong. Sejak tahun 1970-an, Negara ini sibuk membeli pasir dari Indonesia.

Mereka berani membelinya dengan harga yang tinggi. Akibatnya, beberapa pulau di Indonesia telah rusak berat. Lihat saja Pulau Sebaik di Kepulauan Riau. Pulau itu kini telah kering dan tandus. Sebelumnya, pulau yang memiliki luas wilayah lebih kurang 50 hektar itu dikenal sangat indah. Alam lautnya juga sangat eksotik. Tapi kini, sebagian daratannya telah tenggelam oleh air laut. Karena sebuah perusahaan melakukan penambangan pasir di sekitar pulau itu dan menjualnya ke Singapura.

Pulau Sebaik yang luasnya sekitar 50 Hektare kini kondisinya sudah kering dan tandus. Diperkirakan, puluhan juta ton pasir di pulau tersebut sudah berpindah ke Negeri Singa. Padahal sebelumnya pulau ini sangat indah, (dok metrotvnews.com).
Pulau Sebaik yang luasnya sekitar 50 Hektare kini kondisinya sudah kering dan tandus. Diperkirakan, puluhan juta ton pasir di pulau tersebut sudah berpindah ke Negeri Singa. Padahal sebelumnya pulau ini sangat indah, (dok metrotvnews.com).
Hasilnya luar biasa, luas daratan Singapura kian bertambah secara drastis. Daratan Singapura yang semula hanya 580 kilometer persegi itu kini bertambah sekitar 120 kilometer persegi dari tepi pantai. Dalam hal ini tentu pemerintah Singapura sangat diuntungkan. Luas wilayah darat dan lautnya kian bertambah seiring dengan proyek reklamasi pantai yang dilakukan. 

Sebaliknya, dampak dari penambangan itu justru berujung pada berkurangnya luas wilayah Indonesia. Namun tampaknya pemerintah Indonesia masih tidak begitu mempersoalkan akan hal ini. Kepentingan ekonomi betul-betul telah mengalahkan kepentingan ekologi. Pasalnya, dalam hukum internasional-pun disebutkan, jika suatu wilayah perairan Negara dibatasi sampai 3 mil laut dari bibir pantai. Jika pasir laut di Kepulauan Riau terus diekspor ke Singapura, maka batas wilayah tentu akan bergeser secara perlahan.

Tak hanya di Kepulauan Riau, di Banten persoalan penambangan pasir juga masih ramai diperbincangkan. Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah Kabupaten Serang telah mengizinkan pengoperasian tambang pasir kepada beberapa perusahaan besar yang didanai oleh pihak asing. Pasirnya juga telah dijual ke Singapura.

Aktivitas penambangan pasir di Serang Banten yang memicu polemik antara pemerintah, masyarakat dan penambang karena menimbulkan kerusakan lingkungan maupun merugikan masyarakat sekitar. (dok Rimanews.com)
Aktivitas penambangan pasir di Serang Banten yang memicu polemik antara pemerintah, masyarakat dan penambang karena menimbulkan kerusakan lingkungan maupun merugikan masyarakat sekitar. (dok Rimanews.com)
Melihat kenyataan seperti ini, akhirnya pemerintah pusat membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang larangan ekspor pasir, tanah dan top soil. Meski terkesan terlambat, peraturan tersebut diharapkan dapat meminimalisir kerusakan alam atau lingkungan yang akibatkan penambangan pasir laut dan darat. Namun ternyata peraturan tersebut tidak berjalan mulus dalam pelaksanaannya.

 Sebab, seperti temuan www.dkp.go.id, banyak pengerukan pasir yang dilakukan secara ilegal. Buktinya, belum lama ini kapal TNI Angkatan Laut menangkap belasan kapal tongkang yang memuat pasir yang hendak dibawa ke Singapura. Kapal- kapal itu tidak memiliki izin berlayar dan melakukan penambangan pasir secara ilegal. Persoalan pengerukan pasir ilegal ini, saya pikir sangat penting dilakukan pengamanan ekstra ketat, terutama oleh para marinir-marinir (pleton marinir) untuk ditempatkan di wilayah-wilayah yang rentan terhadap pengerukan pasir, seperti di sekitar perairan Kepulauan Riau, Kabupaten Serang dan lainnya.

Masalah-pun ternyata tidak hanya sampai di situ. Peraturan yang dibuat pemerintah berhadapan dengan keputusan pemerintah daerah setempat. Pasalnya, penambangan pasir itu ternyata menguntungkan daerah. Mereka beranggapan bahwa penambangan pasir dapat meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD). Lagi-lagi, kepentingan ekonomi telah mengalahkan kepentingan ekologi. Di Riau, pro-kontra di tengah masyarakat masih dan terus bergulir. Sejumlah warga berdemontrasi menuntut pembatalan peraturan larangan tersebut.

Di Serang-Banten juga demikian, pemerintah daerah-nya justru “bermain mata” dalam soal ini. Namun sikap pemerintah setempat tersebut akhirnya dikecam oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di daerah itu. LSM tersebut menuding, jika pemerintah daerah telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang mengharuskan perlunya membuat zonasi atau tata ruang laut terlebih dahulu dan adanya penelitian yang luas dan lengkap untuk mengetahui kondisi lingkungan sekitar. Kawasan Lontar di Serang dalam 10 tahun terakhir telah mengalami abrasi sekitar 500 meter. Dan LSM meminta untuk segera menghentikan yang namanya izin penambangan pasir laut.

Tak hanya persoalan penambangan pasir, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam beberapa tahun terakhir, pertambangan timah tidak lagi hanya didominasi oleh PT. Timah (Persero), Tbk. Namun juga  dilakukan oleh badan usaha berskala menengah, hingga usaha pertambangan timah oleh masyarakat baik secara perorangan maupun berkelompok dengan menggunakan peralatan berteknologi sederhana seadanya. Pertambangan timah skala mikro yang dilakukan oleh masyarakat tersebut merupakan tambang inkonvensional dan banyak diantaranya yang bersifat ilegal.

Lokasi lahan penambangan timah di kepulauan Bangka Belitung. Aktivitas penambangannya telah lama ada dan dilakukan baik secara legal maupun ilegal oleh masyarakat. (dok jurnal3.com)
Lokasi lahan penambangan timah di kepulauan Bangka Belitung. Aktivitas penambangannya telah lama ada dan dilakukan baik secara legal maupun ilegal oleh masyarakat. (dok jurnal3.com)

Pertambangan dan Perekonomian Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun