Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilangsungkan saat anak masih di bawah usia 18 tahun. Hal ini mengacu pada Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA). Sebenarnya, jauh sebelum budaya pergaulan bebas merajalela, praktik nikah dini dalam tradisi masyarakat Indonesia sudah lama berlangsung sejak zaman nenek moyang dahulu kala.
Hingga memasuki abad millennium ini, pernikahan dini masih menjadi semacam tradisi yang tidak pernah pupus. Dari situ, ternyata kawin di usia muda melahirkan persepsi yang berbeda-beda dari setiap individu, tergantung latar belakang, visi dam misi masing-masing orang.
Sisi Buruk Pernikahan Dini
Indonesia telah lama mencanangkan program millennium development goals (MDGs) untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Target dari MDGs antara lain: Penghapusan kemiskinan, Pencapaian sekolah dasar 9 tahun, Meningkatkan keadilan, kesejahteraan gender, dan pemberdayaan perempuan, mengurangi kematian bayi dan anak, meningkatkan kesehatan ibu termasuk mengurangi angka kematian ibu hamil, bersalin dan nifas. Praktik pernikahan dini diperkirakan target MDGs tersebut bakal terhambat atau sulit tercapai. Karena dalam target atau program MDGs telah jelas menyebutkan Indonesia akan menghapus kemiskinan.
Biasanya pernikahan dini banyak terjadi pada orang-orang yang penghasilannya relatif rendah. Jika kemudian menikah, belum mempunyai penghasilan apa-apa atau penghasilan tetap untuk membiayai kehidupan rumah tangga, dan kemudian menggantungkan pada orang tua, bukankah keluarga itu tambah menjadi miskin! Sehingga tujuan untuk menghapus kemiskinan itu akan mengalami hambatan. Jadi kalau kita dapat meningkatkan usia perkawinan dan ketika menikah sudah mempunyai pekerjaan, maka itu akan mengurangi angka kemiskinan.
Persoalan penting berikutnya adalah kematian ibu. Salah satu penyebab terbesar kematian ibu terutama di Indonesia adalah kehamilan di usia dini. Indonesia termasuk Negara yang tinggi akan kasus ini. Perempuan dengan usia di bawah 20 tahun yang mengalami kehamilan kemudian melahirkan, maka resiko kematian ibu menjadi lebih tinggi dibanding dengan perempuan usia ideal.
Demikian juga dengan bayi yang dikandung akan mengalami perkembangan yang kurang bagus dibandingkan jika perempuan itu hamil dalam umur ideal. Jadi kepada mereka yang memang tidak dapat mneghindari perkawinan dini, kita mengharapkan mereka menunda kehamilannya. Apalagi menunda perkawinan pada usia dini, akan menurunkan angka kematian ibu pada waktu melahirkan.
Terkait perempuan yang nikah muda, dr. Ridwan NA, Sp.OG salah seorang dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang saya temui di Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh mengatakan “secara psikologis dan fisik, para perempuan pada usia dini yang hamil itu belum siap ataupun matang. Tubuhnya belum siap ataupun belum bisa untuk mengandung, yang disebabkan panggul perempuan itu belum tumbuh sempurna sehingga akan mengganggu kesehatan reproduksinya.
Yang mana sering terjadi komplikasi akibat kehamilan, kesulitan persalinan dan Rahim yang tidak bisa berkontraksi dengan sempurna. Secara mental, masih membutuhkan bimbingan dan lain-lain karena mereka cenderung belum siap jadi ibu, menyusui, merawat dan membesarkan anak. Sehingga ketika hamil dan mempunyai anak, menjadi tidak peduli terhadap dan kehamilan dan anaknya. Sehingga anak yang lahir tidak dapat di persiapkan menjadi generasi yang baik. Jadi yang sehat itu hamil di usia di atas dua puluh tahun.”
“Bila kehamilan wanita di usia dua puluh tahun ke atas, sebaiknya diperiksa sebulan sekali. Dan untuk usia di bawah itu, pemeriksaannya harus lebih cepat yakni setiap dua minggu sekali sebagai antisipasi kemungkinan persalinan tidak normal,” imbuhnya seraya menambahkan
Untuk para lelaki menurut saya juga mempunyai dampak. Saya sebagai seorang lelaki dapat merasakan dampak dari pernikahan dini tersebut. Secara psikologis, laki-laki yang nikah dini barangkali belum tahu tahu secara baik akan hakikat dan tujuan berkeluarga serta bagaimana tanggung jawab sebagai suami ataupun sebagai pemimpin keluarga. Secara sosial, umumnya mereka belum memiliki penghasilan tetap untuk membiayai kehidupan rumah tangga. Hal-hal di atas tentu akan memicu terjadinya perceraian.