Mudik atau Pulang Kampung kini selalu menjadi agenda tahunan sebagian besar masyarakat Indonesia. Di Meulaboh Aceh Barat, cukup banyak pendatang atau kaum urban yang berasal dari Jawa, bekerja mencari nafkah dengan berbagai profesi. Salah satunya pedagang kain yang saya jumpai di pasar rakyat kota Meulaboh.
“Ngampung dulu ah ke Jawa, sudah setahun nggak nengok keluarga di Jawa,” ujar Anto penduduk Ciamis Jawa Barat yang pindah ke Aceh Barat, saat ngobrol soal mudik dengannya, setelah kami saling tawa-menawar harga terkait salah satu harga dagangannya.
“Soal mudik harus berangkat Mas, kalau seperti saya ini mudiknya bisa dua tempat yaitu ke Bandung dan Jogja demi merayakan kemenangan bersama dengan keluarga,” tambahnya.
Mengutip perkataan Mas Anto di atas, dapat saya simpulkan, jika mudik memang sudah menjadi keharusan ataupun tren, sudah menjadi perjuangan yang tak kenal pantang, sudah menjadi pilihan wajib dan sudah melanda ke seluruh desa di Indonesia, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri. Dulu di tahun delapan puluhan, pemudik menggunakan bus, kereta api, kapal, dan sebagian kecil dengan pesawat. Sekarang meningkat dengan kendaraan pribadi, seperti dengan sepeda motor dan mobil, tanpa peduli dengan kondisi jalan yang kurang baik atau cuaca buruk sekalipun. Yang penting jika sudah dekat-dekat Lebaran, harus segera berkemas, berangkat ataupun hengkang dari tempat perantauan menuju tempat kelahiran atau kampung halaman.
Memang, dengan adanya pemudik dapat meningkatkan taraf hidup pengusaha angkutan yang memang tidak pernah mundur, pedagang kaki lima di jalur-jaur mudik kebutuhan bensin naik tajam, masjid-mesjid dan mushala menjadi sasaran untuk istirahat dan isi perut.
Memang nyaman dapat berkumpul bersama dengan keluarga di kampung, dapat bercerita-cerita pengalaman ketika di perantauan, bercanda ria dengan saudara-saudara, handai taulan dan teman-teman, yang akhirnya menarik minat mereka untuk ikut juga jika kembali ke perantauan. Namun tidak sedikit juga yang menuai malapetaka atau bencana. Terutama saat mengendarai sepeda motor misalnya, terjadi tabrakan antar sepeda motor atau tertabrak kendaraan yang lebih besar seperti bus-bus yang sopirnya kadang ugal-ugalan.
Di satu sisi tentu mengetahui tingginya angka kecelakaan lalu lintas di saat mudik lebaran membuat kita prihatin. Namun jika kita melihat bagaimana kondisi lalu lintas dan sikap para pengguna jalan, rasanya memang wajar jika angka kecelakaan itu tinggi. Seperti jalan tol yang sudah dibangun di mana-mana untuk digunakan dengan sebaik-baiknya dan seaman-amannya terutama saat mudik, namun malah menjadi ajang kebut-kebutan yang mengakibatkan tewasnya para pengguna jalan tol tersebut. Seperti yang pernah terjadi di Tol Cipali (Cikopo-Paliman) yang baru saja diresmikan setahun yang lalu, ternyata sudah memakan korban yang mungkin belum ratusan tapi sudah cukup banyak. Contoh Suzuki Panther yang menabrak truk yang sedan parkir menewaskan lima penumpang mudik, terus kecelakaan Gran Max yang menewaskan sekitar tujuh penumpang, lalu kecelakaan bus juga pernah terjadi di Tol Cipali ini yang menewaskan belasan orang penumpang yang sedang mudik. Selain di Tol Cipali, kecelakaan lalu lintas (Laka lantas) saat mudik juga terjadi di beberapa kawasan lain, seperti di Ciamis yakni Laka lantas mobil Avanza yang melukai sekitar lima penumpangnya. Di Suka Bumi truk terbalik melukai sopir dan pembantu sopirnya. Sehingga mengundang komentar dari Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Miswar yang mengusulkan agar di jalan tol diberi alat pengejut atau semacam alarm untuk mengurangi rasa kantuk para sopir. Dan juga diusulkan jika setiap 30 km mesti ada tempat istirahatnya atau Rest Area yang dilengkapi fasilitas tempat istirahat yang nyaman.
Usaha dan Kerja di Desa
Gelombang perantau dari desa menuju kota-kota besar tiap tahunnya selalu bertambah, karena memang untuk mencari nafkah baik usaha ataupun bekerja di desa sangatlah terbatas. Memang tidak semua tidak berhasil hidup di desa, sebagian kecil masyarakat yang kreatif di desa juga dapat hidup setara dengan yang di kota besar. Bahkan ada juga yang dapat melebihi pendapatan yang hidup di kota besar. Namun saat ini lapangan usaha atau kerja di desa tetap tidak mencukupi dengan jumlah tenaga kerjanya yang semakin lama semakin bertambah. Hingga sudah banyak juga yang memutuskan untuk pergi bekerja ke luar negeri. Mereka berjuang untuk mencari nafkah yang dianggap lebih baik dibanding di Negara sendiri, seperti ke Negara-negara tetangga yakni Malaysia, Singapura, Hongkong dan Australia. Bahkan ke Negara-negara yang lebih jauh seperti ke Timur tengah, Eropa, Afrika hingga Amerika. Maka dari itu oleh pemerintah, alangkah baiknya membangun desa itu lebih diutamakan daripada membangun di kota. Karena sebenarnya apabila desa telah maju, maka secara otomatis kota juga ikut maju, yang tentu akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Dan pada akhirnya para pemudik tentu tidak akan kembali ke kota perantauan, karena di desa telah maju.
Rencana pemerintah untuk memusatkan perhatian usaha dan kerja di desa sebenarnya sudah lama dicanang dan didengung-dengungkan, sejak dari pemerintahan orde lama, orde baru, orde reformasi hingga orde kerja saat ini, namun belum juga terlaksana. Padahal jika proyek pembangunan yang di mulai dari desa ini berhasil, saya pikir tidak ada lagi yang namanya bencana atau malapetaka mudik. Yang ada ayo mudik tanpa kembali ke kota perantauan. Kita berharap dari kabinet kerja Jokowi segera melaksanakan rencana ataupun program pemerintah Usaha dan Kerja di Desa ini. Saya yakin pasti bisa, apalagi di pemerintahan Presiden Indonesia Jokowi saat ini sedang gencar-gencarnya membangun berbagai infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Kiat Sukses Dalam Mudik Ala Saya
Para pemudik telah menyadari jika menghadapi jalan yang padat merayap selama arus mudik atau arus balik bukan perkara yang mudah. Nah, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, banyak cara yang dapat dilakukan, agar mudik kita berjalan lancar dan selamat.