Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Money

Potret Harapan Masyarakat Ekonomi Lemah terhadap Hadirnya Perbankan Syariah

8 Mei 2016   18:36 Diperbarui: 8 Mei 2016   18:54 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi gambar: iB Syariah dengan masyarakat ekonomi lemah (f-sharia.blogspot.com).Hari Pertama

Suasana sore setelah ibadah Jumat itu tampak ramai seperti hari-hari biasanya. Persimpangan itu seakan tak pernah mati hingga larut malam. Kendaraan lalu lalang dan kerumunan orang di pasar menjadi bukti bahwa keramaian tak pernah berhenti. Banyak warung kopi dan para pedagang kain berjejeran di sepanjang jalan. Ada juga beberapa gerobak nasi goreng, sate, martabak, roti bakar dan jajanan lainnya dijajakan di sepajang simpang itu. Itulah Simpang Tujuh Ulee Kareng, begitu nama wilayah itu disebut oleh masyarakat Banda Aceh. Simpang tujuh Ulee Kareng merupakan salah satu kawasan pasar besar yang dimiliki kota Banda Aceh dan Aceh Besar selain pasar peunayong. Pasar Ulee Kareng ini berjarak 9 km arah timur dari Masjid Raya Baiturrahman, sedangkan pasar Peunayong hanya berjarak sekitar 500 m saja dari masjid raya. Begitu banyak masyarakat dari berbagai kalangan mengais rezeki di kawasan pasar simpang tujuh Ulee Kareng ini, dari buruh hingga pengusaha, namun kebanyakan berasal dari masyarakat ekonomi lemah (berpendapatan rendah) ataupun pelaku UMKM.

foto-1-572f1873ae7a616407025232.jpg
foto-1-572f1873ae7a616407025232.jpg
Kawasan pasar simpang tujuh Ulee Kareng Banda Aceh dan Aceh Besar menjadi salah satu pusat pasar masyarakat dari berbagai kalangan, terutama masyarakat ekonomi lemah (dok pri).
Di Ulee Kareng ini terkenal dengan ikon kopi Ulee kareng (kopi khas Aceh) yang cita rasanya khas dan nikmat berbeda dengan kopi pada umumnya. Sehingga di kawasan ini banyak kita jumpai petani kopi yang berjualan.  Saat saya ngobrol dengan salah seorang petani kopi yang yang juga membuka usaha warung kopi yakni pak Sulaiman di ruko-nya mengenai perbankan syariah di Aceh, ia mengharapkan dengan hadirnya perbankan syariah dapat memudahkan nasabah atau peminjam (debitur) ke bank tersebut.

“Dalam proses peminjaman uang ke bank, semoga dipermudah semua urusannya dan betul-betul dapat membantu para petani, intinya jangan dipersulit nanti urusannya. Begitu juga pembagian keuntungan kepada nasabah dengan sistem bagi hasil nanti, moga dapat lebih banyak dibanding sistem bunga melalui bank konvensional selama ini." Kata Sulaiman yang juga keuchik di salah satu desa setempat.

Sulaiman mengakui umumnya warga sudah mengetahui Bank Aceh bakal diubah penuh (konversi) dari sistem konvensional ke syariah, namun masyarakat belum mengetahui keuntungan dari sistem syariah ini, selain tabungannya sudah terjamin halal. Karena itu, ia menyarankan pihak Bank Aceh dapat meningkatkan sosialisasi mengenai hal ini.

Lebih dari itu, ia berharap konversi Bank Aceh Ke syariah, nanti bisa berjalan bagus dan menjadi contoh positif bagi bank-bank lainnya. Dengan demikian, kita berharap nanti bank-bank nasional yang ada di Aceh ataupun di Indonesia, juga dapat dikonversi penuh ke syariah. Dan di Aceh tentu hal ini sesuai pemberlakuan syariat islam.

Ia juga menyampaikan jangan sampai nanti setelah konversi, hanya nama saja yang berganti ke syariah, namun praktiknya masih tetap konvensional, yaitu menggunakan sistem ekonomi berbunga antara nasabah dengan bank alias belum sepenuhnya bagi hasil.

Hal inilah yang menurutnya membuat para petani maupun pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Banda Aceh dan sekitarnya berpikir beberapa kali untuk meminjam uang ke bank dengan sistem bunga.

“Semoga dengan syariah, kita harapkan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha, sehingga ekonomi dapat tumbuh,” tambah Sulaiman yang juga membuka usaha pengolahan kopi mentah menjadi bubuk kopi bersama warga setempat di kawasan itu.

foto-2-572f1a907a9373f708354f94.jpg
foto-2-572f1a907a9373f708354f94.jpg
Pak Sulaiman, seorang petani kopi, selain bertani kopi beliau juga membuka usaha warung kopi dan usaha pengolahan kopi mentah menjadi bubuk kopi di kawasan pasar simpang tujuh Ulee Kareng (dok pri).
Harapan pak Sulaiman ini ternyata juga sejalan dengan harapan salah seorang pengusaha batubata yang berada tidak begitu jauh, sekitar 400 meter dari ruko pak Sulaiman. Pengusaha itu bernama Zulfikar, ia juga berharap perbankan syariah tak hanya sekedar namanya saja yang syariah tapi praktiknya masih konvensonal melainkan praktiknya harus betul-betul syariah.

“Kami setuju dengan jasa keuangan syariah daripada selalu dalam riba.” Ucap Zulfikar

Menurut dirinya selaku pengusaha batu bata juga merasa berat jika meminjam uang yang pengembaliannya dikenakan bunga, sehingga menurutnya, selama ini ia harus berpikir berulang kali meminjam uang ke bank konvensional. Karena itu, ia merasa perbankan syariah adalah salah satu solusi membantu masyarakat.

Pasalnya, pengembalian pinjaman sistem syariah nanti tak dikenakan bunga lagi, melainkan sistem bagi hasil sehingga tak mengandung riba lagi.

“Dengan syariah ini, jika kami perlu uang nanti,, maka kami akan mengambil pinjaman di Bank Syariah lantaran pengembaliannya tak berbunga lagi,“ ujarnya. Zulfikar juga berharap semoga perbankan syariah dapat lebih maju lagi ke depan dan semakin menumbuhkan perekonomian masyarakat khususnya di daerah-daerah.

foto-3-572f1b8a6f7e616b139cc176.jpg
foto-3-572f1b8a6f7e616b139cc176.jpg
Bang Zulfikar selaku pengusaha batu bata, ia merasa perbankan syariah adalah salah satu solusi membantu masyarakat. Foto diambil saat dibelakang tokonya (dok pri)

Harapan terhadap Perbankan syariah agar semakin memudahkan nasabah atau peminjam (debitur) tak hanya disuarakan kalangan pengusaha, tetapi juga oleh pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Salah satunya, pengrajin ikan kayu (keumamah) yang juga saya temui di  salah satu simpang kawasan Ule Kareng, Banda Aceh, Ibu Fauziah. Dia juga berharap dengan hadirnya perbankan syariah semakin memudahkan pihaknya dalam proses peminjaman uang ke bank tersebut.

“Kami senang dengan hadirnya perbankan syariah dan amat setuju jika bank-bank yang ada di Aceh berubah ke syariah, sehingga bagi kami pengusaha kecil tidak berat lagi mengembalikan pinjaman. Jika ada meminjam ke Bank itu karena sistemnya sudah bagi hasil, bukan sistem bunga lagi yang kami rasa memberatkan,” ujar Fauziah.

foto-4-ikan-kayu-fauziah-572f1dbe20afbd4607c0fb93.jpg
foto-4-ikan-kayu-fauziah-572f1dbe20afbd4607c0fb93.jpg
Ibu Fauziah salah satu pemilik usaha ikan kayu di kawasan Ulee Kareng Banda Aceh, turut senang dengan hadirnya perbankan syariah dan berharap tak hanya sekedar namanya saja yang syariah tapi praktiknya masih konvensonal melainkan praktiknya harus betul-betul syariah (dok pri).
Fauziah juga menyampaikan hal yang sama seperti pak Sulaiman dan pak Zulfikar, yakni tidak nama saja yang berganti ke syariah, tapi praktiknya masih tetap konvensional, yaitu masih menggunakan sistem ekonomi berbunga antara nasabah dengan bank, melainkan praktiknya juga harus syariah, yakni betul-betul menjalankan sistem keuangan berbagi hasil secara adil antara pihak bank dengan debitur maupun nasabah.

“Dalam proses peminjaman uang ke bank, kami juga berharap pengurusannya jangan merepotkan dan berbelit, sehingga jasa keuangan syariah ini benar-benar dapat membantu pelaku usaha kecil dan pihak bank juga dapat untung. Saat kita perlu, juga jangan sampai kami harus ke sana dan ke sini untuk pengurusannya,” saran Fauziah kembali.

foto-5-pengrajin-ikan-kayu-fauziah-572f1e5e8323bdf207cbab95.jpg
foto-5-pengrajin-ikan-kayu-fauziah-572f1e5e8323bdf207cbab95.jpg
Di kesempatan lain Ibu Fauziah sedang melakukan pengolahan ikan kayu (Keumamah) bersama rekannya. Ikan Keumamah terbuat dari ikan tongkol merupakan ikan tradisional Aceh yang dikeringkan dan dicampur dengan tepung. Ikan tersebut keras seperti kayu dan bisa tahan lama mencapai 1 tahun. Ikan tersebut juga saat ini sudah menjadi hidangan khas menu Aceh di restoran-restoran yang ada di Tanah Rencong (dok pri).

Akhirnya, karena waktu sudah menjelang mangrib, maka saya pun harus beranjak pulang. Namun saya merasa belum puas akan wawancara saya hari itu, saya pun berniat untuk esoknya berjumpa ataupun bersilaturahmi kembali dengan masyarakat terutama dari masyarakat ekonomi lemah mengenai pemahaman mereka terhadap produk dan jasa perbankan syariah yang semakin marak bermunculan.

Hari Kedua

Kebetulan hari kedua ini hari Sabtu dan merupakan hari libur bagi saya yang kerja kantoran dan saya pun datang ke pasar simpang tujuh Ulee Kareng ini pagi hari sekitar jam 9. Pagi itu terlihat orang-orang begitu sibuk dengan urusannya masing-masing. Para pedagang sibuk mengangkat barang dagangan ke tokonya masing-masing. Tukang ojek, tukang becak sibuk mencari sambil memanggil-mangil para pelanggan. Begitu juga dengan loper Koran terlihat sibuk menawarkan korannya ke setiap pengemudi kendaraan yang melintas di kawasan itu.

foto-6-572f1ff58023bd4308d7b0d3.jpg
foto-6-572f1ff58023bd4308d7b0d3.jpg
Suasana di pagi hari di salah satu simpang kawasan pasar simpang tujuh Ulee Kareng (dok pri).

"Maaf nak Dewi, saya belum bisa mengembalikan pinjaman modal kerupuk kemarin. Uangnya sudah saya kumpulkan, tapi hari ini saya sudah janji untuk mencarikan cicilan uang 500 ribu untuk membayar kontrakan rumah” ucap seorang ibu, saat saya ingin mengucapkan salam untuk berkunjung atau bersilaturahmi ke salah satu kios sederhana dengan nama “Usaha Kerupuk/Keripik Prima bu Titi” yang berada di salah satu simpang pingir/ruas jalan.  

Pada saat saya berkunjung, sang penagih modal yang bernama Dewi itu tidak berbicara  banyak lagi dan berujar

“Saya meminta agar uang pinjaman itu bisa masuk ke nomor rekening saya awal bulan depan, jika tidak saya akan sita kios ini.” Ujarnya sambil berlalu pergi.

“Kenapa ibu mencari pinjaman modal dari orang lain?” Tanyaku.

“Saya butuh pinjaman modal untuk membuka usaha nak dan ingin sekali mengembangkan usaha, ya usaha kerupuk ini, namun terkendala dengan dana, jika untuk melakukan pinjaman di bank maka bunganya tinggi sekali. Akhirnya saya cari pinjaman sama orang, jika tidak mencari pinjaman dari mana saya bisa dapatkan uang, saya janda, anak satu lagi sekolah dan saya pun sudah tua,” sambil berkaca-kaca ibu yang bernama Titi bercerita dan berusaha untuk tidak pasrah.

Ibu Titi hanyalah seorang janda dengan satu anak yang berjualan kerupuk tepung di sebuah kios yang mirip seperti sebuah barak pengunsian. Dan saat ini keaadaan ibu Titi cukup memprihatinkan. Ia belum mampu/sulit untuk mengembalikan pinjaman modal untuk seorang yang telah meminjam modal usaha kepadanya. Dan ia tak pernah tahu sampai kapan ia bisa mendapatkan sejumlah uang untuk mengembalikan pinjaman dan membayar kontrakan rumah.

“Ibu Titi, saat ini sudah hadir produk, jasa dan aktivitas perbankan syariah yang insya Allah akan dapat menjadi solusi kredit bagi pelaku UMKM seperti ibu. Pasalnya otomatis kredit di bank syariah tentu tidak membebankan peminjam (debitur) membayar bunga, melainkan peminjam mengembalikan pinjamannya berdasarkan bagi hasil atas keuntungan usahanya”. Ibu Titi tampak sumrigah mendegar apa yang saya katakan.

“Di Aceh sendiri bagaimana nak?”

“Insya Allah pada Agustus 2016 mendatang, Bank Aceh hampir dipastikan berubah menjadi bank syariah, karena proses konversi menuju syariah sedang berlangsung. Jadi ibu jangan khawatir lagi, ya tinggal berdoa saja agar semuanya lancar.

Ibu Titi pun menuangkan harapannya kepada perbankkan syariah agar dapat mempermudah dan meringankan pelaku UMKM seperti dirinya dalam pemberian kredit. Selain itu beliau juga berharap pelayanan oleh seluruh karyawan-karyawati bank syariah, terutama yang berhadapan langsung dengan masyarakat agar lebih ramah dan santun sesuai kaidah syariah tersebut. Misal jika ada calon nasabah atau calon peminjam yang datang ingin bertanya terhadap sesuatu produk di bank, termasuk soal kredit, maka karyawan atau karyawati harus menjelaskan dengan ramah dan sebaik-baiknya.

images-7-572f20bd6f7e61bf139cc16b.jpg
images-7-572f20bd6f7e61bf139cc16b.jpg
Ibu titi yang berbaju nila juga menuangkan harapannya kepada perbankkan syariah agar dapat mempermudah dan meringankan pelaku UMKM seperti dirinya dalam pemberian kredit (dok pri).

Persoalan permintaan pembayaran pinjaman modal oleh retenir saya yakin banyak dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia. Karena selama ini pelaku UMKM di Indonesia banyak yang terkendala modal usaha, ingin meminjam kredit ke bank, namun kesulitan menutupi cicilan pinjaman karena sistem bunga bank yang konservatif atau adanya agunan, sehingga banyak usaha kecil menengah yang tidak bisa mendapat pinjaman. Dengan sebab itulah rata-rata para pelaku UMKM berharap dengan hadirya Perbankan Syariah atau Konversi Bank ke Syariah mampu mempermudah dan meringankan mereka dalam pemberian kredit. Berdasarkan wawancara saya dengan para pelaku UMKM di atas, permohonan kredit yang mereka ajukan tidak terlalu besar, di bawah 50 juta. Dan saya Pikir, pemerintah harus membantu agar UMKM yang ingin mengembangkan usahanya tidak perlu agunan. Sebenarnya kredit di bawah Rp 50 juta tidak perlu agunan, tapi bank tidak mau mengambil resiko, akhirnya mereka minta agunan setiap UMKM yang ingin pinjam tambahan modal usaha.

Pinjaman tanpa agunan sangat memungkinkan dilakukan oleh pihak bank. Tentunya teknis untuk hal tersebut dapat diatur kembali dengan melibatkan semua pihak, terutama ahli –ahli yang terkait. Kesuksesan pemberian kredit tanpa agunan ditambah bunga terendah di Indonesia. Seperti Bank Jawa Tengah yang sudah sukses melakukannya dan mendapat apresiasi dari Presiden Jokowi.

Harapan mengenai pinjaman tanpa agunan, juga disampai oleh seorang pedagang bakso keliling bernama Azmi yang saat itu tengah berjualan di pinggir ruas jalan yang tidak jauh dari kios ibu Titi. Ia berharap agunan ini tidak ada lagi di perbankan syariah.

pedagang-bakso-keliling-572f2272d77e618013cef09d.jpg
pedagang-bakso-keliling-572f2272d77e618013cef09d.jpg
Pedagang bakso keliling, Azmi, berharap kehadiran sejumlah produk perbankan syariah di Indonesia, agar mampu menawarkan pembiayaan (pemberian kredit/pinjaman) tanpa agunan (dok pri).

Jasa keuangan syariah/perbankan syariah dan konversi sepenuhnya Bank Aceh dari konvensional ke syariah adalah momen yang sudah ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia khususnya Aceh, terutama bagi mereka yang memiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Harapannya agar Jasa Keuangan Syariah ini dapat memudahkan pemberian kredit kepada pelaku UMKM atau pengusaha mikro kecil dan menengah dengan sistem bagi hasil yang lebih adil, bahkan jika memungkinkan dengan sistem kredit yang lebih lunak. Salah satunya dengan memberikan kredit atau pinjaman tanpa agunan. Karena hal ini sangat membantu UMKM terutama dalam mengembangkan usahanya dan tidak mengalami kesulitan lagi dalam mendapatkan dana, seperti untuk pelaku usaha kerupuk atau penjual keripik yang dilakukan bu Titi, ataupun petani kopi Pak Sulaiman, Pengusaha batu bata pak Zulfikar, dan ibu fauziah pengrajin ikan kayu serta bang Azmi si pedagang bakso keliling. Dengan memberikan kredit lebih lunak kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia oleh kehadiran perbankan syariah tentu dapat lebih mengoptimalkan pemberdayaan UMKM. Dan UMKM ini tentu akan mendongkrak perekonomian masyarakat.

Untuk mendorong UMKM dapat hidup, saya pikir salah satu cara paling penting adalah pemberian kredit dari bank, terutama dari PerbankanSsyariah. Dengan sistem syariah, peminjam tak perlu lagi membayar bunga, seperti sistem konvensional selama ini. Melainkan sistem bagi keuntungan/bagi hasil yang saling menguntungkan yang pastinya diharapkan dapat meringankan pelaku UMKM. Intinya mengutamakan dan mempermudah kredit untuk pelaku UMKM sebaik-baiknya atau antara pihak bank dengan pelaku usaha sebagai pinjaman. Tidak hanya berani memberikan kredit kepada para pengusaha besar/kontraktor atau pegawai negeri sipil yang pinjamannya dapat langsung dipotong dari gaji. Karena itu, saya sebagai penulis meminta semoga Pemerintah Indonesia untuk terus berkomitmen menjalankan niat baik untuk sistem bank syariah ini dan mengupayakan agar bank-bank syariah menjadi lebih baik lagi. Bank-bank BUMN yang ada di Indonesia agar juga dapat melakukan konversi penuh ke syariah sehingga menjadi Bank BUMN yang syariah. Seperti Bank Aceh tempat saya menabung dan juga para pelaku UMKM yang saya temui di kawasan pasar simpang tujuh ule kareng Banda Aceh. Kini tinggal lagi Pihak Perbankan syariah mempersiapkan “software maupun hardware’ di dalamnya agar sistem syariah ini benar-benar berjalan baik sebagaimana mestinya.

2016-05-08-00-46-35-572f235c6d7e6172142e0247.jpg
2016-05-08-00-46-35-572f235c6d7e6172142e0247.jpg
Bank Aceh hampir dipastikan berubah menjadi bank syariah, karena proses konversi menuju syariah sedang berlangsung dan Bank Aceh terus meningkatkan sosialisasi ke masyarakat tentang konversi ini yang rencananya diwujudkan pada Agustus 2016 (dok pri).

Tingkatkan Sosialisasi

Selama ini umumnya warga, terutama nasabah bank hanya sekedar mengetahui konversi ke syariah lebih bagus. Pasalnya, tabungan semakin terjamin halal lantaran keuntungannya sudah sistem bagi hasil, bukan sistem bunga lagi seperti sistem konvensional selama ini.

Tapi detailnya keuntungan menabung atau meminjam di jasa keuangan syariah mungkin banyak belum tahu, begitu juga dengan produk yang disediakan oleh perbankan syariah sehingga pihak Bank perlu meningkatkan sosialisasi. Selain itu setiap masyarakat yang datang harus mendapat informasi detail dari petugas bank syariah tersebut.

Pemegang otoritas, dalam hal ini pihak bank juga wajib menyediakan sistem ekonomi yang sesuai syariat islam atau nonriba, sekaligus pelaksanaannya wajib dilaksanakan secara menyeluruh. Sebagaimana diketahui, sistem muamalah yang merujuk pada hukum atau aturan islam dapat mencegah para pelakunya melakukan praktik-praktik ribawi, menzalimi salah satu dan mencegah dari penipuan serta cara-cara yang tidak transparan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan sistem ekonomi yang betul-betul  syariah. Karena itu juga meminta kesiapan dan komitmen kuat dari pemerintah dan pimpinan bank untuk benar-benar menjalankan prinsip syariah dalam sistem perbankan. Jika komitmen pemerintah dan pimpinan bank sudah kuat insya Allah dengan sangat mudah kita bisa mempersiapkan sumber daya manusia untuk nanti sistem syariah dapat berjalan semestinya.

Selain itu, dengan sosialisasi, masyarakat khususnya nasabah juga dapat mengetahui, sebut saja kekurangan dan kelebihan Bank Syariah lantaran selama ini nasabah sudah dimanjakan dengan sistem bank konvensional, meski masih berbalut riba. Sebagai contoh pemanjaan nasabah bank konvensional, terutama nasabah besar, melalui pengundian berbagai hadiah menarik termasuk mobil mewah, emas dan lain-lain serta berbagai program gebyar. Tentu dengan sistem syariah, gebyar-gebyar seperti itu tidak bisa lagi dilakukan seleluasa sekarang karena semua pembagiannya harus berbentuk bagi hasil. Hal-hal seperti ini saya kira masyarakat harus mengetahui betul. Jangan nanti kita terutama umat muslim hanya kita mengejar keuntungan besar tanpa mempertimbangkan hukum islam, sehingga tak memilih bank syariah.

Sosialisasi juga harus dilakukan pada umat nonmuslim. Karena sebagaimana diketahui, sistem perbankan syariah merujuk pada hukum atau aturan islam yang mana mencegah para pelakunya melakukan praktik-praktik ribawi, menzalimi salah satu dan mencegah dari penipuan serta cara-cara yang tidak transparan. Oleh karena itu sosialisasi harus mampu menggaet non muslim. Karena pengaturan strategi pembagian keuntungan yang adil itu tak hanya mampu menarik minat umat muslim (Indonesia dengan umat muslim terbesar di dunia), namun juga harus mampu menggaet umat non muslim, termasuk kalangan pengusaha di luar negeri yang berkepentingan dengan Indonesia.

Kini tinggal pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyosialisasikan tentang keuntungan atau dampak baiknya dari perbankan syariah kepada masyarakat, terutama nasabah dari pelaku usaha UMKM baik muslim maupun non muslim, termasuk melalui kantor-kantor Cabang Pembantu (KCP) di seluruh Indonesia. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia hanya 20 persen saja yang paham terhadap konsep asuransi syariah dan baru 25 persen yang menggunakannya.

Akhir kata hadirnya perbankan syariah dapat menjadi salah satu penopang perekonomian Indonesia, melindungi masyarakat berpendapatan rendah, menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah serta memberikan keberkatan kepada setiap kegiatan yang dijalankan masyarakat di Tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun