Ilustrasi gambar: iB Syariah dengan masyarakat ekonomi lemah (f-sharia.blogspot.com).Hari Pertama
Suasana sore setelah ibadah Jumat itu tampak ramai seperti hari-hari biasanya. Persimpangan itu seakan tak pernah mati hingga larut malam. Kendaraan lalu lalang dan kerumunan orang di pasar menjadi bukti bahwa keramaian tak pernah berhenti. Banyak warung kopi dan para pedagang kain berjejeran di sepanjang jalan. Ada juga beberapa gerobak nasi goreng, sate, martabak, roti bakar dan jajanan lainnya dijajakan di sepajang simpang itu. Itulah Simpang Tujuh Ulee Kareng, begitu nama wilayah itu disebut oleh masyarakat Banda Aceh. Simpang tujuh Ulee Kareng merupakan salah satu kawasan pasar besar yang dimiliki kota Banda Aceh dan Aceh Besar selain pasar peunayong. Pasar Ulee Kareng ini berjarak 9 km arah timur dari Masjid Raya Baiturrahman, sedangkan pasar Peunayong hanya berjarak sekitar 500 m saja dari masjid raya. Begitu banyak masyarakat dari berbagai kalangan mengais rezeki di kawasan pasar simpang tujuh Ulee Kareng ini, dari buruh hingga pengusaha, namun kebanyakan berasal dari masyarakat ekonomi lemah (berpendapatan rendah) ataupun pelaku UMKM.
Di Ulee Kareng ini terkenal dengan ikon kopi Ulee kareng (kopi khas Aceh) yang cita rasanya khas dan nikmat berbeda dengan kopi pada umumnya. Sehingga di kawasan ini banyak kita jumpai petani kopi yang berjualan. Saat saya ngobrol dengan salah seorang petani kopi yang yang juga membuka usaha warung kopi yakni pak Sulaiman di ruko-nya mengenai perbankan syariah di Aceh, ia mengharapkan dengan hadirnya perbankan syariah dapat memudahkan nasabah atau peminjam (debitur) ke bank tersebut.
“Dalam proses peminjaman uang ke bank, semoga dipermudah semua urusannya dan betul-betul dapat membantu para petani, intinya jangan dipersulit nanti urusannya. Begitu juga pembagian keuntungan kepada nasabah dengan sistem bagi hasil nanti, moga dapat lebih banyak dibanding sistem bunga melalui bank konvensional selama ini." Kata Sulaiman yang juga keuchik di salah satu desa setempat.
Sulaiman mengakui umumnya warga sudah mengetahui Bank Aceh bakal diubah penuh (konversi) dari sistem konvensional ke syariah, namun masyarakat belum mengetahui keuntungan dari sistem syariah ini, selain tabungannya sudah terjamin halal. Karena itu, ia menyarankan pihak Bank Aceh dapat meningkatkan sosialisasi mengenai hal ini.
Lebih dari itu, ia berharap konversi Bank Aceh Ke syariah, nanti bisa berjalan bagus dan menjadi contoh positif bagi bank-bank lainnya. Dengan demikian, kita berharap nanti bank-bank nasional yang ada di Aceh ataupun di Indonesia, juga dapat dikonversi penuh ke syariah. Dan di Aceh tentu hal ini sesuai pemberlakuan syariat islam.
Ia juga menyampaikan jangan sampai nanti setelah konversi, hanya nama saja yang berganti ke syariah, namun praktiknya masih tetap konvensional, yaitu menggunakan sistem ekonomi berbunga antara nasabah dengan bank alias belum sepenuhnya bagi hasil.
Hal inilah yang menurutnya membuat para petani maupun pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Banda Aceh dan sekitarnya berpikir beberapa kali untuk meminjam uang ke bank dengan sistem bunga.
“Semoga dengan syariah, kita harapkan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha, sehingga ekonomi dapat tumbuh,” tambah Sulaiman yang juga membuka usaha pengolahan kopi mentah menjadi bubuk kopi bersama warga setempat di kawasan itu.
Harapan pak Sulaiman ini ternyata juga sejalan dengan harapan salah seorang pengusaha batubata yang berada tidak begitu jauh, sekitar 400 meter dari ruko pak Sulaiman. Pengusaha itu bernama Zulfikar, ia juga berharap perbankan syariah tak hanya sekedar namanya saja yang syariah tapi praktiknya masih konvensonal melainkan praktiknya harus betul-betul syariah.
“Kami setuju dengan jasa keuangan syariah daripada selalu dalam riba.” Ucap Zulfikar