Saat ini sebanyak 23 pemerintah kota berkomitmen menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar, guna mengurangi pencemaran lingkungan dari sampah plastik. Dua puluh tiga (23) kota tersebut yakni Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Kendari, Ambon, Papua, Jayapura, Pekanbaru, Medan, Banda Aceh dan Meulaboh. Kebijakan tersebut telah di uji coba pada 21 Februari 2016 bersamaan dengan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional sampai pada Juni mendatang, tepat saat dikeluarkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang kantong plastik berbayar.
Provinsi Aceh, pemerintah Kabupaten dan Kota-nya juga sudah mulai mensosialisasikan penerapan peraturan kantong plastik berbayar, namun masih banyak kendala, karena konsumen belum sepenuhnya menerimanya. Meskipun sudah ada supermarket yang memberlakukannya, namun masih ada konsumen yang menolak, meskipun harganya sangat murah, yakni hanya Rp. 200 per kantong.
Berbagai cara dilakukan pemerintah kabupaten dan kota agar masyarakat mau menjalankan aturan tersebut, seperti yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan pemerintah kabupaten Aceh Barat dengan membagikan 2.000 kantong gratis (tas ramah linkungan/tas daur ulang) kepada masyarakat yang berbelanja di swalayan.
Kepala Bidang kebersihan dan Pertamanan pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Aceh Barat Teuku Ronal Nehdiansyah mengatakan, upaya tersebut sebagai tindakan persuasif pemerintah sehingga masyarakat tidak ada yang komplain.
“Peraturan tentang plastik berbayar sudah siap, sebelum diterapkan secara menyeluruh kita akan lakukan uji publik. Untuk sementara ini memang ada swalayan Indomaret sudah menerapkan plastik berbayar karena mereka mengikuti ketentuan secara nasional”, katanya.
Karena itu dalam pengajuan rancangan qanun (perda) yang akan dibahas dan dibawa dalam uji publik melibatkan LSM, akademisi serta pihak-pihak terkait akan diterima semua masukan berkenaan dengan kisaran biaya kantong plastik berbayar itu.
Meski demikian Pemkab Aceh Barat telah merumuskan qanun tersebut sesuai hasil survey awal dengan kisaran nilai terendah yakni Rp 200 per lembar, namun bila dalam uji publik nanti ada yang menolak maka segera dapat dilakukan revisi.
“Angka Rp 200 itu sudah paling rendah, namun bila ada juga nanti yang menolak mungkin juga akan direvisi sesuai kesepakatan. Kalau bagi dunia usaha swalayan ini justru menguntungkan mereka, tidak ada yang menolak, katanya.
Teuku Ronal mengharapkan dengan pembagian tas ramah lingkungan secara gratis, maka masyarakat tidak perlu terus menerus membeli plastik, tapi digunakan secara berulang agar mengurangi sampah plastik.