[caption caption="Kisah Dua Pemuda Yang Bahagia Menjadi Duta Sumbing Dan Duta Baca Aceh, (dok pri)."][/caption]
Kisah Satu, Rahmad Maulizar, Bahagia Menjadi Duta Sumbing Aceh
Namanya Rahmad Maulizar, orang-orang yang mengenalnya memanggil Rahmat Ojer dengan sapaan Ojer, putra kelima dari 6 bersaudara pasangan Ozer (anggota Satpol PP) dan Alm Nurhayati merupakan sosok pemuda yang tekun dan pantang menyerah. Lahir di Meulaboh 20 september 1991 Rahmad mengalami kondisi bibir sumbing yang dibawa sejak lahir. Cacat itu membuat Rahmat sering menjadi bahan ejekan/olokan kawan-kawan main di sekitar rumah dan sekolah. Di lebih sering berada di dalam rumah karena minder. Ozer, ayahnya, tak mampu memulihkan kondisi bibir Rahmat.
[caption caption="Rahmad Maulizar, orang-orang yang mengenalnya memanggil dengan sapaan Ojer, (dok pri)."]
Hasilnya cukup memuaskan, di Tahun 2011 Rahmad mendapat penghargaan dari yayasan yang sama karena dipilh sebagai pasien terbaik dan terbagus hasil operasi bibir sumbing se-Indonesia, sejak saat itu ia ditunjuk sebagai Duta Bibir Sumbing Aceh.
Keberhasilan yang dirasakan oleh dirinya ,menjadikan langkah awal pergerakan sosial yang terus digelutinya. Hingga pada suatu ketika, H. Kamarudin Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar Aceh Barat, memintanya untuk terus melacak keberadaan masyarakat yang menderita bibir sumbing untuk mau dioperasi ke RS Malahayati Banda Aceh.
Pada saat itu, tercatat 103 orang masyarakat yang berhasil di operasi dari wilayah Barat-Selatan Aceh, tanpa di pungut biaya apapun. Para pasien tersebut kini menganggap saudara kepada pemuda yang juga dipercayai menjadi Ketua Komunitas Peduli Keselamatan Bersama dan Sekretaris Remaja Mesjid Al Istiqomah di desa tempat tinggalnya yakni komplek Perumnas Desa Suak Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat.
Di Tahun 2016 ini, Rahmad kembali melakukan aksinya mencari masyarakat yang menderita bibir sumbing di kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Jaya. Untuk suksesnya kegiatan sosial tersebut, dia pun bergabung bersama rekan-rekannya dalam kelompok Pemburu Bibir Menderita Sumbing (Pembimbing) Aceh. Kemudian, ia-pun langsung menghadap Bupati Aceh Barat H.T Alaidinsyah untuk bermitra dengan Pemerintah Daerah dengan meminta bantuan jasa angkutan bus untuk membawa rombongan pasien. Ada sekitar 25 orang yang sudah terdaftar dan Rahmad sendiri yang akan mengawal mereka sampai kembalinya nanti.
“Sejak umur 19 Tahun saya sudah aktif di Pembimbing Aceh, ada perasaan bahagia dapat berbagi dan melihat mereka dapat tersenyum, tersenyum dengan mengembang seperti orang normal lainnya.” ucapnya baru-baru ini saat ditemui di sebuah kafe kopi internet suatu sore di kota Meulaboh.
[caption caption="Pergerakan sosial operasi gratis bibir sumbing yang terus digelutinya, (dok pri)."]
[caption caption="Saat membagikan masker, (dok pri)."]
[caption caption="Rahmad Ozer, dengan berbagai aksi kemanusiaan yang dilakukannya, (dok pri)."]
Namun tetap saja mereka tak sanggup menahan beban berat akibat diolok-olok dan dianggap remeh orang lain. Alhasil, mereka enggan tampil dan bersaing dengan anak-anak lain. Jangan biarkan anak-anak Indonesia menderita karena sumbing bibir, setiap anak yang lahir sumbing memiliki kesempatan untuk hidup seutuhnya dan hidup produktif.”
Selain aksi kemanusian di atas, Rahmad pun juga kerap melakukan aksi kemanusian lain yang menurut saya cukup terbilang unik dan menyita perhatian. Sudah beberapa tahun belakangan ini, di setiap bulan Ramadhan jelang sahur, pukul 03.00 WIB hingga 04.00 WIB, ia menggunakan sebuah sepeda motor tua miliknya yang dilengkapi sirine, berkeliling kampung membangunkan warga di desanya untuk bersahur. Ia berharap penduduk di desanya tidak terlewatkan bangun sahur.
“Di setiap jelang sahur aku akan lebih cepat bangun dan langsung mengeluarkan sepeda motor milikku yang sudah dipasang sirine untuk berkeliling di seluruh lorong dan jalan di desa tempat tinggalku, dengan harapan seluruh penduduk bisa bangun dan makan sahur,” ungkap Rahmad sambil tersenyum.
Rahmad pun mengaku pekerjaan itu dilakoninya hanya untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Lebih dari itu ia berharap kelak akan ada generasi seperti dirinya di desa itu agar semua umat Islam dapat bersahur tepat waktu.
[caption caption="Rahmad Maulizar dengan sepeda motor mililknya yang dipasangkan sirine, (dok pri)."]
Keikhlasan dan ketulusan dalam membantu dan meringankan penderitaan orang lain sudah tergambar jelas dalam diri pemuda berusia 25 tahun ini. Jadi dia memang pantas menjadi sosok inspiratif dalam bidang kemanusiaan buat saya dan tentunya buat kita semuanya.
Kisah Dua, Ismail Abdullah, Bahagia Menjadi Duta Baca Aceh
Tahun 2014 lalu merupakan saat yang tidak terlupakan bagi Ismail Abdullah mahasiwa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, di mana ia terpilih oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh sebagai Duta Baca. Pengalaman yang paling mengesankan tersebut membuat ismail kelahiran Meulaboh Aceh Barat 20 April 1990 ini menjadi pemicu untuk terus mengkampanyekan gerakan “Ayo Membaca” kepada generasi muda Indonesia terutama yang di Aceh. Menurut pemuda penyuka makanan Kebab Turki ini, hobi membacanya dimulai sejak ia masih Taman Kanak-Kanak (TK), dimana saat itu sang ibunda yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar (SD), sering membawa pulang buku-buku ke rumah
[caption caption="Ismail Abdullah, bahagia menjadi duta baca Aceh, (dok pri)"]
Kebiasaan sang ibu yang suka membaca dan bercerita ataupun mendongeng tentang kisah-kisah teladan penuh hikmah kepada dirinya, membuat hatinya tergerak untuk ingin membaca sendiri buku-buku tersebut. Buku yang bersifat sejarah, motivator, psikologi dan ilmu alam serta disamping karya fiksi seperti cerpen dan novel menjadi bacaan pilihannya sehari-hari. Namun Ismail akan semakin terlihat dewasa dan penuh semangat pada saat menceritakan masa-masa sibuknya menjadi Duta Baca Aceh dua tahun lalu.
Ia amat senang untuk berbagi cerita tentang ilmu dan pengalamannya yang hobby membaca sampai ia terpilih menjadi duta baca. Saat itu ia dan teman-temannya melakukan sosialisasi dan mengkampanyekan minat ataupun kegemaran membaca kepada masyarakat khususnya kaum muda seperti siswa dan mahasiswa sebagai ujung tombak generasi penerus. Apalagi minat baca orang-orang di Indonesia khususnya di Aceh masih tergolong rendah dibanding negara dan provinsi lain.
Menurut data UNESCO pada 2015 mencatat, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,005 %. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya ada 5 orang yang senang membaca. Jauh tertinggal dari Negara Jepang yang mencapai 50 %. Begitupun dalam memproduksi buku, Indonesia tercatat hanya menerbitkan sekitar 25 ribu judul buku per tahun dengan rata-rata cetak 3,5 ribu eksemplar per judul. Jika dikalkulasi, maka dalam setahun Indonesia hanya menghasilkan sekitar 73 juta buku. Artinya satu buku rata-rata dibaca 3-5 orang jika perkiraan jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa. Merasa prihatin dengan angka-angka tersebut di atas, Ismail beserta kawan-kawannya terus tergerak untuk memulai langkah nyata. Selain sosialisasi dan kampanye minat baca, mereka-pun berniat mendirikan taman bacaan ataupun semacam perpustakaan.
“Membaca itu amat penting karena dapat menemukan banyak informasi dan menemukan jati diri sendiri, sehingga dengan kelebihan tersebut kita tidak akan takut untuk dapat bersaing dengan orang lain”, ucapnya.
Selain memiliki hobi utama membaca, Ismail juga memiliki hobi yang tak kalah penting buat impian hidupnya. Ia amat ingin dapat melakukan traveling ke Turki dan benua Eropa karena di sana banyak terdapat tempat-tempat bersejarah nan eksotik dengan nilai peradaban yang tinggi, Ia amat ingin mempelajari semua itu sambil jalan-jalan
“Intinya jalan-jalan sambil belajar banyak hal–lah”, ucapnya sambil tersipu.
Menyandang predikat Duta Baca Aceh semakin berbuah manis untuk dirinya, betapa tidak, ia pun mendapat tawaran beasiswa pendidikan dari dari Maskapai Penerbangan Silk Air Singapura. Ia semakin percaya diri untuk mengapai cita-cita, namun semua itu tidaklah membuat dirinya menjadi sombong. Ia tetap terlihat rendah hati dan sederhana.
Rasanya tidak cukup waktu jika berbincang ataupun ngobrol dengan bujang yang satu ini yang mempunyai cita-cita yang hampir sama dengan sang bunda yakni ingin menjadi dosen. Banyak cerita, impian dan harapan yang ia sampaikan terutama untuk generasi muda. Di akhir obrolan ia pun memberi pesan, bunyi pesan Ismail seperti ini ucapnya,
“Pemuda adalah tongkat estafet bangsa, ditangan pemuda-lah nasib bangsa ini di masa depan, maka mari kita terus memperbaiki diri menjadi pemuda yang cerdas dalam pengetahuan dan teknologi, namun hal tersebut tidaklah cukup tanpa pendidkan moral yang baik, karena seseorang yang cerdas tanpa sikap yang baik tidaklah berarti, tetapi seseorang yang memiliki moral baik serta diiringi kecerdasan akademislah yang dibutuhkan masyarakat. Untuk itu milikilah moral yang baik, taat kepada orang tua dan agama, peduli kepada orang lain dan lingkungan sekitar untuk masa depan Indonesia dan Aceh yang semakin baik”.
Andai saja semua generasi muda Indonesia seperti Ismail, betapa senang orangtua, guru dan orang-orang disekitar. Salut dan selamat buat Ismail, engkau dapat menjadi panutan terutama buat generasi muda dibalik prestasimu yang gemilang.
Hidup ini sangat indah dan harus disyukuri, dan hidup ini belum sempurna kalau belum bermanfaat untuk orang lain. Semoga kisah dua pemuda di atas dapat menjadi panutan dan mewarisi semangat kita untuk mensyukuri hidup dan bermanfaat buat orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H