Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Dua Pemuda yang Bahagia Menjadi Duta Sumbing dan Duta Baca Aceh

25 Januari 2016   18:26 Diperbarui: 25 Januari 2016   19:11 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun tetap saja mereka tak sanggup menahan beban berat akibat diolok-olok dan dianggap remeh orang lain. Alhasil, mereka enggan tampil dan bersaing dengan anak-anak lain. Jangan biarkan anak-anak Indonesia menderita karena sumbing bibir, setiap anak yang lahir sumbing memiliki kesempatan untuk hidup seutuhnya dan hidup produktif.”

Selain aksi kemanusian di atas, Rahmad pun juga kerap melakukan aksi kemanusian lain yang menurut saya cukup terbilang unik dan menyita perhatian. Sudah beberapa tahun belakangan ini, di setiap bulan Ramadhan jelang sahur, pukul 03.00 WIB hingga 04.00 WIB, ia menggunakan sebuah sepeda motor  tua miliknya yang dilengkapi sirine, berkeliling kampung membangunkan warga di desanya untuk bersahur. Ia berharap penduduk di desanya tidak terlewatkan bangun sahur.

“Di setiap jelang sahur aku akan lebih cepat bangun dan langsung mengeluarkan sepeda motor milikku yang sudah dipasang sirine untuk berkeliling di seluruh lorong dan jalan di desa tempat tinggalku, dengan harapan seluruh penduduk bisa bangun dan makan sahur,” ungkap Rahmad sambil tersenyum.

Rahmad pun mengaku pekerjaan itu dilakoninya hanya untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Lebih dari itu ia berharap kelak akan ada generasi seperti dirinya di desa itu agar semua umat Islam dapat bersahur tepat waktu.

[caption caption="Rahmad Maulizar dengan sepeda motor mililknya yang dipasangkan sirine, (dok pri)."]

[/caption]

Keikhlasan dan ketulusan dalam membantu dan meringankan penderitaan orang lain sudah tergambar jelas dalam diri pemuda berusia 25 tahun ini. Jadi dia memang pantas menjadi sosok inspiratif dalam bidang kemanusiaan buat saya dan tentunya buat kita semuanya.

Kisah Dua, Ismail Abdullah, Bahagia Menjadi Duta Baca Aceh

Tahun 2014 lalu merupakan saat yang tidak terlupakan bagi Ismail Abdullah mahasiwa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, di mana ia terpilih oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh sebagai Duta Baca. Pengalaman yang paling mengesankan tersebut membuat ismail kelahiran Meulaboh Aceh Barat 20 April 1990 ini menjadi pemicu untuk terus mengkampanyekan gerakan “Ayo Membaca” kepada generasi muda Indonesia terutama yang di Aceh. Menurut pemuda penyuka makanan Kebab Turki ini, hobi membacanya dimulai sejak ia masih Taman Kanak-Kanak (TK), dimana saat itu sang ibunda yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar (SD), sering membawa pulang buku-buku ke rumah

[caption caption="Ismail Abdullah, bahagia menjadi duta baca Aceh, (dok pri)"]

[/caption]

Kebiasaan sang ibu yang suka membaca dan bercerita ataupun mendongeng tentang kisah-kisah teladan penuh hikmah kepada dirinya, membuat hatinya tergerak untuk ingin membaca sendiri buku-buku tersebut. Buku yang bersifat sejarah, motivator, psikologi dan ilmu alam serta disamping karya fiksi seperti cerpen dan novel menjadi bacaan pilihannya sehari-hari. Namun Ismail akan semakin terlihat dewasa dan penuh semangat pada saat menceritakan masa-masa sibuknya menjadi Duta Baca Aceh dua tahun lalu.

Ia amat senang untuk berbagi cerita tentang ilmu dan pengalamannya yang hobby membaca sampai ia terpilih menjadi duta baca. Saat itu ia dan teman-temannya melakukan sosialisasi dan mengkampanyekan minat ataupun kegemaran membaca kepada masyarakat khususnya kaum muda seperti siswa dan mahasiswa sebagai ujung tombak generasi penerus. Apalagi minat baca orang-orang di Indonesia khususnya di Aceh masih tergolong rendah dibanding negara dan provinsi lain.

Menurut data UNESCO pada 2015 mencatat, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,005 %. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya ada 5 orang yang senang membaca. Jauh tertinggal dari Negara Jepang yang mencapai 50 %. Begitupun dalam memproduksi buku, Indonesia tercatat hanya menerbitkan sekitar 25 ribu judul buku per tahun dengan rata-rata cetak 3,5 ribu eksemplar per judul. Jika dikalkulasi, maka dalam setahun Indonesia hanya menghasilkan sekitar 73 juta buku. Artinya satu buku rata-rata dibaca 3-5 orang jika perkiraan jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa. Merasa prihatin dengan angka-angka tersebut di atas, Ismail beserta kawan-kawannya terus tergerak untuk memulai langkah nyata. Selain sosialisasi dan kampanye minat baca, mereka-pun berniat mendirikan taman bacaan ataupun semacam perpustakaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun