Dalam dimensi fisik, penerimaan berarti ada ruang yang mampu menampung suatu entitas secara fisik.
Dalam dimensi akal, penerimaan berarti adanya kesamaan fenomena yang terjadi antara satu atau lebih entitas akal dengan satu atau lebih entitas akal lainnya. Sebagai contoh, Andrea yang memiliki pemahaman bahwa satu ditambah satu sama dengan tiga akan mengalami penolakan oleh Garfi yang memiliki pemahaman bahwa satu ditambah satu sama dengan dua. Fenomena ini mengatakan bahwa Garfi sebagai entitas akal, tidak menerima Andrea sebagai entitas akal.
Fenomena penerimaan dalam dimensi akal dapat kita cermati pula dalam pikiran kita mengenai persepsi kita tentang orang yang bodoh. Seseorang yang kita anggap bodoh berarti bahwa orang tersebut secara entitas akal kita tolak. Jika kta menganggap seseorang memiliki kecerdasan yang sama atau lebih dari pada kita, pada saat itu pula kita melakukan penerimaan terhadap orang tersebut di dimensi akal.
Penerimaan dalam dimensi jiwa memiliki kompleksitas yang jauh lebih tinggi dari dimensi fisik dan akal. Dalam dimensi jiwa, suatu entitas jiwa tidak hanya melakukan penerimaan atau mengalami penerimaan oleh entitas jiwa yang lain. Entitas jiwa mampu melakukan penerimaan terhadap entitas akal, tetapi entitas akal tidak dapat melakukan penerimaan terhadap entitas jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H