23. Kalau mau sekedar senang, itu gampang, tinggal ngawur aja kok. Lihat saja berita, hiburan, lawakan, dan tayangan. Semua itu ngawur tapi menyenangkan. Untuk berbahagia, mungkin lain lagi caranya, yang pasti lebih berseni. Itu sebabnya bahagia itu gampang-gampang susah dan bukan susah-susah gampang.
24. Tanpa kusadari, aku belajar menemukan cara-cara lain selain dari menggunakan kekuatan perasaan. Dengan menenangkan pikiran, aku akan sampai ke balik dindingnya dan bersentuhan dengan intuisi - yang jika jernih, hampir pasti merupakan cerminan dari nurani. Dan nurani, selalu jujur nyaris tak pernah salah.
25. Mudah menerima dan sulit memberi itu egois. Mudah memberi dan sulit menerima itu juga egois. Lingkarannya harus utuh sebab siklus itu yang membuat aku tumbuh.
26. Hidup adalah belajar, yaitu belajar konsisten menjawab pertanyaan sebelum hidup dan pertanyaan setelah mati. Pertanyaan pertama, saat aku masih di alam ruh, ditanyakan langsung oleh-Nya, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Pertanyaan itu diajukan sebagai tag question, yang jawabannya hanya tunggal karena pastinya situasi. Kujawab dengan "ya" dan karena begitu yakin kutambahkan "bahkan" ketika aku menyatakan akan bersaksi setelah lahir nanti bahwa Ia Maha Esa. Pertanyaan kedua, saat aku sudah di liang lahat, ditanyakan oleh malaikat, "Nnnnaaah, kalau sekarang siapa Tuhanmu?" Di antara dua pertanyaan itulah aku hidup untuk belajar, dengan doa belajar yang bunyinya "Radhiitu billaahi rabba..."
Hidupku adalah untuk bersaksi dan mengupayakan yang terbaik hingga akhir waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H