Mohon tunggu...
Ikhwan Alim
Ikhwan Alim Mohon Tunggu... -

walking analyzer, silent reader, freelance writer, public speaker

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Secuplik Kisah tentang Sepak Bola, dari Indonesia

13 Januari 2011   02:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:39 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak beberapa tahun terakhir, penikmat sepak bola Indonesia berteriak "Nurdin turun! Nurdin turun!". Dan di perhelatan akbar sepakbola Asia Tenggara 2010, hal senada kembali terjadi. Timnas sepakbola Indonesia, yang berstatus sebagai tuan rumah, sukses menggasak lawan-lawan mereka di grup A. Apakah para suporter puas? Tidak, karena teriakan yang sama masih terdengar. Di stadion, maupun di luar stadion. Teriakan ditujukan kepada bos dari pelatih timnas, sang ketua asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI) sendiri : Nurdin Halid.

Penonton yang semakin cerdas, kesal melihat prestasi sepakbola negeri yang tidak maju-maju. Meski timnas menang tiga kali di babak penyisihan, spanduk-spanduk semakin bertebaran di Gelora Bung Karno, stadion kebanggan negara. Para penonton pembawa spanduk bertuliskan "Nurdin turun", yang dalam tiga pertandingan pertama selalu dihadang oleh preman pencuri spanduk. Kabarnya, para pembawa spanduk bertuliskan dua kata tersebut, dipukuli oleh beberapa orang preman yang menyamar menjadi penonton. Kini para penonton, sekaligus pembawa spanduk kini bersatu, melawan para preman. Baik preman di stadion, maupun pimpinan preman itu sendiri. Tapi, tahukah anda siapa sang pimpinan preman?

***

Sepakbola adalah olahraga universal. Dahulu, bangsa romawi menendang bola kesana kemari. Bola sebagai alat dalam permainan sepakbola pun pernah didapat sebagai bukti, bahwa sepakbola sudah dimainkan di masa dinasti Han di negeri Cina. Kemudian, Ingggris sebagai negara kemudian membuat berbagai aturan tentang sepakbola. Mulai dari panjang-lebar lapangan, lama permainan, dan seterusnya dan seterusnya. Sepakbola di negeri Indonesia sendiri  diperkenalkan oleh penjajah Belanda. Brazil dikenal sebagai negara dimana semua orang bermain sepakbola, di pantai, di jalanan, di manapun! Pendeknya, semua orang saat ini bermain sepakbola. Lapangan besar tidak ada? Kini muncul olahraga futsal, tempat bermain sepakbola di lapangan yang lebih kecil.

Asosiasi sepakbola dunia, FIFA, tidak menghendaki politik mencampuri urusan sepakbola. Mereka, percaya pada organisasi yang tidak terikat urusan politik, untuk mengurus sepakbola di negeri itu. Mulai dari kompetisi, keikutsertaan di turnamen regional, benua maupun dunia, dan lain sebagainya. Hanya satu organisasi. Dan di negeri ini, urusan itu dipegang oleh PSSI. Pemilihan pimpinan organisasi pun dilakukan sendiri, dengan mekanisme sendiri, yang tidak bisa dicampuri oleh pemerintah manapun. Percayalah, termasuk seorang presiden.

***

Kini, masih di negeri yang sama, ketua PSSI menghadapi masalah. Seorang pengusaha bernama Arifin Panigoro membentuk konsorsium, untuk mengorganisasi liga. Kabarnya, kompetisi yang sudah ada tidak profesional. Klub sering dirugikan, profesionalisme organisasi tidak jalan. Kepemimpinan wasit berat sebelah, padahal klub belum mampu berdiri sendiri. Masih ditopang dana APBD. Konsorsium yang ada, bisa jadi mampu memberi dana lebih. Menghidupkan klub, untuk bersaing di kompetisi. Sejumlah 20-30 milyar rupiah, bisa didapat oleh tiap klub untuk berlaga di kompetisi terbaru : Liga Premier Indonesia.

FIFA, sebagai organisasi dunia non-politik untuk urusan sepakbola bisa jadi tidak menyetujui kompetisi baru semacam LPI. Wajar, kompetisi ini diadakan bukan oleh badan resmi yang diakui dan dipercaya oleh FIFA untuk mengelola sepakbola di negeranya. Tapi, kompetisi ini menjanjikan, ternyata. Bukan sekedar kualitas profesionalisme penyelenggaraan, tapi kemungkinan juga sampai kualitas permainan, hingga kemungkinan tumbuhnya perekonomian akibat adanya klub dan kompetisi. Wajar, suporter yang fanatik bisa mendatangkan pemasukan bagi klub. Keramaian penonton di stadion juga mendatangkan rezeki bagi penjual kaos, bendera klub, dan lain sebagainya. Penjual makanan minuma juga kecipratan anugerah dari kegiatan ini.

***

Ketua PSSI --secara tidak langsung-- melarang seorang pemain naturalisasi berdarah Belanda, Irfan Bachdim untuk kembali merumput membela negara bersama timnas. Katanya, pemain dan klub yang berlaga di kompetisi yang tidak diakui oleh PSSI, akan mendapat sanksi. Salah satunya adalah tidak bisa membela timnas. Dan Irfan sendiri bermain di Persema Malang, satu di antara tiga klub yang tadinya bermain di Indonesia Super League, yang kemudian pindah ke kompetisi baru.

Timo Scheunemann, adalah seorang pelatih. Dia kini melatih di Persema Malang. Dia adalah satu alasan yang membuat seorang Irfan lebih memilih sepakbola sebagai hobi dan kesenangan ketimbang sekedar uang dan prestasi. Kata Irfan, semua yang ada di Persema adalah keluarganya. Dia senang dengan semua pemain dan suporter Persema. Termasuk dengan kepercayaannya terhadap sang pelatih, yang dia yakini, mampu memaksimalkan potensi pesepakbola yang dimilikinya. Entah sebagai seorang penyerang, sayap ataupun gelandang. Orang-orang yang senang bermain bola, seperti Irfan Bachdim, hanya senang bermain bola. Tidak peduli dengan urusan politik ataupun duit yang bisa diperoleh seorang preman dalam sepakbola. Dia, hanya ingin bermain sepakbola.

***

Akhirnya di laga perdana liga baru yang tidak disetujui FIFA, seorang Irfan bermain. Posisi aslinya adalah penyerang, tapi dia tidak menunggu bola. Dia berlari kesana-kemari, membuka ruang bagi teman-temannya dan bagi dirinya sendiri. Dia menjemput bola di lini tengah, menggiring ke arah gawang lawan, melewati beberapa pemain, dari sisi kiri maupun kanan pertahanan lawan. Dan akhirnya, dia mencetak dua gol di menit 27 dan 41. Satu karena lolos jebakan offside dan satu lagi lewat sundulan. Dia gembira dan merayakannya bersama rekan-rekan setim. Gembira layaknya seorang pesepakbola yang tidak peduli soal urusan politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun