Sepertinya hari ini saya merasa sedih.
Meski saya menginginkan agar seluruh semesta mengetahui perihal kesedihan saya ini, saya akan mencari tempat yang paling sembunyi untuk meneriakannya, dimana hati saya tidak akan mendengarnya.
Karena bagaimanapun, sayalah seorang terdakwa. Saya terlalu angkuh untuk meminta pengakuan dari para pembela. Maka hukum matikanlah saya. Tapi tolong, jangan bunuh rasa cinta saya pada kekasih anda. Saya terlanjur mencintainya.
Ini akan terasa sedikit menyakitkan, tapi percayalah anda tidak akan mati dengan cara yang rendahan seperti ini. Setidaknya, anda akan mengalami kematian rasa secara terhormat. Yahhh .. sebagai perempuan yang terkhianati.
Tidak sebagai daun yang jatuh kemudian terkoyak oleh telapak kaki dari seorang pemulung tua yang menusuk-nusukan tongkat paku berkarat, tepat di urat nadi dan menarik paksa saya untuk masuk kedalam tempat terbuang.
Saya menyukai anda yang mulai mencurigai saya. Bertanya tentang nama dan dimana saya tinggal. Jika saja anda seorang lelaki, seperti kekasih anda ; yang amat saya cintai, dengan senang hati akan saya perkenalkan diri.
Hanya saja suara anda yang lantang mengucap makian dengan cara yang paling santun, membuat saya merasa malu untuk kembali bertemu malam.
Saya akui yang anda ucap bukan tuduhan melainkan kenyataan.
Saya mencintai kekasih anda.
Lantas, menjadi rendahkah harga diri saya yang mengatakan ini, dan meminta anda untuk memahami perasaan kami.
Hampir setiap malam, kami bercinta dalam getar suara, melalui hati dan detak jantung yang entah kapan akan berhenti. Jika satu hari dia mati, maka matilah saya. Betapa percintaan semacam ini menjadikan saya seperti budak yang senantiasa menginginkan namanya selalu berada dibelakang nama saya.
Inilah kenyataannya. Maaf anda harus mendengarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H