Kita analogikan, sebagai manusia umum dan biasanya menjejaki sesuatu dengan perlahan atau satu demi satu dalam melewati tangga. Tangganya itu kita anggap sebagai tahapan, kita melakukan sesuatu tahap pertama adalah biasanya takut "Khauf". Tahap kedua biasanya berharap "Raja". Barulah tahap ketiga yaitu cinta atau "Jalan Cinta".
Tersirat sebagai sebagian manusia yang telah mengalami cinta Eros atau erotik yang dilema dalam menyeimbangkan cinta kepada manusia dan cinta terhadap Tuhan atau Allah. Sebetulnya cinta itu bukan sesuatu yang dibagi-bagikan atau dipisah-pisahkan porsinya, satu porsi diberikan pada Tuhan kemudian satu porsi lagi diberikan pada manusia, jadi bukan demikian konsep analitisnya.
Tetapi konsep mencintai manusia dan Tuhan itu seperti anak tangga, untuk mencapainya tidak bisa langsung pada tangga sampai, dan jalannya itu perlu dijejak sebagai suatu pembiasaan. Sangat tidak perlu jika cinta manusia dibanding-bandingkan dengan cinta terhadap Tuhan, atau sebaliknya, karena itu merupakan sesuatu yang menyatu.Â
Sekali lagi, ekspresi cinta harus disesuaikan yang sifatnya adalah welas asih tadi. Jadi belajar mencintai Tuhan itu bisa dengan ketika mencintai seseorang, orang lain atau pasangan, yang digunakan sebagai medium untuk belajar sifat kasih sayangnya Tuhan.
"Rasa cinta kepada manusia, teman tetangga, pasangan dan sebagainya, itu sebagai jalan untuk belajar mencintai Tuhan, atau sebagai bukti mencintai Tuhan. Kenapa Tuhan atau Allah itu sangat benci dengan yang namanya syirik. Karena syirik artinya menyelingkuhi Tuhan, dan rasanya sakit. Kira-kira seperti itu jika kita ganti objeknya menjadi cinta manusia terhadap manusia," ujarnya.
Tentu dari semua teori dan kategori cinta yang dijelaskan, telah menjawab bahwa cinta mana yang terdampak di masa pandemik seperti ini. Dengan jalan yang mana kita akan menempatkan cinta yang perlu diejawantahkan.
Tuhan, Cinta dan Manusia
Dalam penjelasannya di diskusi virtual (18/05) Fajar mengindahkan kata-kata cinta dengan teori teori yang didapatnya, sekaligus memberikan pesan baik yang merujuk pada kehati-hatian dalam mencinta kepada kita, diantaranya seperti berikut:
- Problem utamanya bukan pada di mencintainya, namun pada ekspresi mencintainya seperti apa. Itu yang nanti dikenai hukum dilarang atau di perbolehkan. Jadi kalau mengekspresikan cinta dengan perzinahan, tentu itu adalah sebuah dosa dan jelas dilarang.
- Kalau perasaan itu hanya sebuah perasaan saja berarti belum dikenakan hukuman halal haramnya.
- Perasaan itu sesuatu yang tidak terlihat bentuknya atau bahkan tidak bisa dikendalikan.
- Cinta boleh kita sebut ibu dari perasaan.
- Cinta itu konsepnya harus mendirikan cinta, mendirikannya dengan sikap menyadari karakteristik cinta.
- Benih cinta itu tumbuh dari pembiasaan-pembiasaan, chemistry yang berjalan.
- Sebagai suatu kekuatan, hati-hati dengan cinta jangan sampai karena cinta, kita menjadi dirusak atau merusak.
- Cinta itu sesuatu yang hidup, pada prinsipnya segala sesuatu itu bisa mati. Maka mencintainya adalah dengan memumbuhkan, memberikan, lalu merawat. Oleh karenanya yang bersifat mati bisa ditumbuhkan dengan cara merawat.
"Cinta bukan perihal laki-laki dan perempuan yang saling jatuh lalu cinta, tetapi cinta adalah perasaan kepedulian, menghormati dan saling menyayangi terhadap Tuhan atau Allah, diri sendiri, orang lain, dan alam sekitar," pungkas moderator, Ely Sulistyowati menutup diskusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H