Sebuah tragedi udara mengguncang Amerika Serikat setelah pesawat komersial American Airlines bertabrakan dengan helikopter militer di udara dekat Bandara Nasional Ronald Reagan, Washington.
Insiden yang terjadi Rabu malam itu menewaskan seluruh 67 orang di kedua pesawat dan menjadi kecelakaan udara komersial terburuk di AS sejak 2009. Upaya evakuasi menemukan puluhan jasad di perairan dingin Sungai Potomac, tempat reruntuhan pesawat jatuh.
Pihak berwenang melaporkan bahwa pesawat American Airlines dengan 64 penumpang berangkat dari Wichita, Kansas, sementara helikopter Angkatan Darat mengangkut tiga personel militer. Data awal menunjukkan adanya instruksi mendadak kepada pilot pesawat untuk mengubah jalur pendaratan, yang berpotensi menyebabkan miskomunikasi fatal dengan lalu lintas udara lain.
Selain itu, laporan awal dari Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengungkapkan bahwa menara pengawas lalu lintas udara tidak memiliki jumlah staf yang memadai, dengan satu pengendali harus menangani pesawat dan helikopter secara bersamaan---tugas yang biasanya ditangani oleh dua orang.
Namun, perbincangan publik tentang kecelakaan ini tidak hanya terfokus pada aspek teknis. Presiden Donald Trump segera memberikan pernyataan yang menuding administrasi Presiden Joe Biden dan mantan Presiden Barack Obama sebagai penyebab kecelakaan tersebut.
Tanpa bukti yang jelas, Trump menuding kebijakan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) Partai Demokrat telah menurunkan standar dalam perekrutan pengendali lalu lintas udara. Ia mengklaim bahwa pada masa pemerintahannya, standar untuk posisi tersebut lebih tinggi dan bahwa Biden serta mantan Menteri Perhubungan Pete Buttigieg melonggarkannya demi agenda politik.
"Keamanan saya tempatkan di atas segalanya. Mereka menempatkan politik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Trump. Ia menekankan bahwa pekerjaan sebagai pengendali lalu lintas udara membutuhkan "orang-orang jenius" dan tidak bisa diisi oleh "orang biasa."
Namun, ketika diminta bukti apakah petugas menara pengawas dalam kecelakaan ini terkait dengan kebijakan DEI, Trump hanya menjawab, "Bisa saja. Itu namanya akal sehat."
Pernyataan Trump ini langsung menuai reaksi dari berbagai pihak. Buttigieg, yang menjadi sasaran kritik Trump, dengan cepat membalas tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa selama masa jabatannya, Amerika Serikat tidak mengalami kecelakaan penerbangan komersial dengan korban jiwa.
Ia juga menegaskan bahwa Trump seharusnya memimpin dengan empati, bukan menyebarkan kebohongan di saat keluarga korban masih berduka.
Pemimpin minoritas Senat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, bahkan menyebut pernyataan Trump sebagai sesuatu yang menjijikkan. "Menyalahkan tanpa bukti di tengah tragedi adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Sementara itu, mantan Presiden Biden memilih untuk tidak menanggapi komentar Trump secara langsung. Ia hanya mengungkapkan belasungkawa melalui unggahan di media sosial, menulis bahwa dirinya dan istrinya Jill Biden mendoakan keluarga korban.
Konferensi pers Trump yang berlangsung selama 40 menit itu menunjukkan pola khas dari mantan presiden tersebut. Ia awalnya berbicara dengan nada serius tentang tragedi dan pentingnya solidaritas, tetapi dengan cepat beralih ke serangan politik.
Selain menuding kebijakan Biden, Trump juga berspekulasi bahwa kesalahan bisa saja terjadi di pihak pengendali lalu lintas udara, atau bahkan pilot helikopter yang ia klaim mungkin salah mengambil jalur penerbangan meskipun kondisi cuaca cukup baik, meski ada laporan bahwa angin kencang mencapai 50 mph di wilayah Washington saat kejadian.
Ironisnya, di tengah berbagai tuduhan tersebut, Trump sendiri mengakui bahwa penyelidikan masih berada di tahap awal dan belum ada kesimpulan pasti tentang penyebab kecelakaan ini. "Kita tidak tahu apa yang menyebabkan kecelakaan ini," katanya. "Tetapi kita punya opini yang kuat."
Pendekatan Trump dalam merespons insiden ini menunjukkan pola komunikasi politiknya yang khas: mengalihkan perhatian dari faktor teknis dan kesalahan operasional dengan membangun narasi yang menguntungkan basis pendukungnya.
Di satu sisi, kritik terhadap kebijakan penerbangan dan keamanan memang sah untuk didiskusikan, tetapi menyederhanakan penyebab tragedi kompleks seperti ini menjadi sekadar isu kebijakan keberagaman tanpa bukti kuat berisiko memperkeruh situasi tanpa memberikan solusi nyata.
Sementara penyelidikan resmi masih berlangsung, keluarga korban kini berhadapan dengan duka mendalam, sementara opini publik terus terbelah antara analisis faktual dan narasi politik yang berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI