Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Trump Pengen Gaza "Dibersihkan", Arab Menolak

26 Januari 2025   22:05 Diperbarui: 26 Januari 2025   22:05 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Palestina menunggu di Gaza bagian tengah pada Minggu (26/1) agar Israel mengizinkan mereka kembali ke rumah (mohammed salem/Reuters)

Mesir dan Yordania pun bersikukuh agar warga Gaza tetap tinggal di wilayah mereka. Raja Abdullah II sebelumnya pernah menegaskan bahwa Yordania tidak akan menerima pengungsi Palestina baru, sebuah posisi yang didasarkan pada sejarah panjang negara itu sebagai tempat penampungan bagi jutaan warga Palestina. Dengan lebih dari separuh populasi Yordania berasal dari Palestina, arus pengungsi baru dapat mengganggu keseimbangan demografi dan stabilitas politik di negara itu.

Usulan Trump ini mencerminkan perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat terkait Timur Tengah. Di bawah pemerintahan Biden, AS menahan pengiriman bom berat ke Israel dan memberikan tekanan agar Israel meminimalkan korban sipil di Gaza. Namun, di era Trump, pendekatan ini diubah total.

Trump menghapus sanksi terhadap organisasi pemukim Israel di Tepi Barat yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Biden. Ia juga memberikan lampu hijau bagi pengiriman bom seberat 2.000 pound yang sempat ditahan.

Tindakan ini dipuji oleh para pemimpin sayap kanan Israel, seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang menyebut gagasan relokasi warga Palestina sebagai "kesempatan untuk hidup baru."

Sejak perang terbaru antara Israel dan Hamas dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 47.000 warga Palestina dilaporkan tewas, berdasarkan data otoritas kesehatan setempat. Sebagian besar wilayah Gaza kini telah hancur akibat serangan udara Israel. Lebih dari dua juta penduduknya terpaksa mengungsi, dan banyak dari mereka kini hidup dalam kondisi mengenaskan di kamp-kamp pengungsi.

Trump mengatakan bahwa pengungsi Gaza harus dipindahkan untuk menghindari lebih banyak korban jiwa dan memberikan mereka kesempatan untuk "hidup damai" di tempat lain. Ia bahkan menyebut Gaza sebagai "situs pembongkaran" yang hampir seluruhnya telah hancur.

Namun, usulan relokasi ini tidak menawarkan jaminan bagi warga Gaza untuk kembali ke tanah mereka. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa pemindahan tersebut pada akhirnya akan menjadi permanen, sebuah skenario yang dianggap menguntungkan Israel dan merugikan rakyat Palestina.

Gagasan Trump untuk "membersihkan" Gaza dan memindahkan penduduknya mendapat kritik luas dari komunitas internasional. Banyak pihak menilai langkah ini hanya akan memperburuk konflik dan memicu ketidakstabilan lebih lanjut di Timur Tengah.

Raja Abdullah II dan Presiden Abdel Fattah Al Sisi secara konsisten menentang ide ini. Mereka menilai bahwa solusi untuk konflik Palestina-Israel tidak bisa melibatkan pemindahan massal warga Palestina ke negara-negara tetangga.

"Tidak ada pengungsi di Yordania, tidak ada pengungsi di Mesir," tegas Raja Abdullah II dalam pertemuan dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Oktober 2023.

Saat ini, baik Israel maupun Hamas saling menuduh melanggar perjanjian gencatan senjata. Ribuan warga Palestina yang mencoba kembali ke rumah mereka di Gaza utara ditolak oleh pasukan Israel, dengan alasan bahwa Hamas gagal memenuhi syarat perjanjian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun