Siang menjelang sore di bulan Oktober 2024, halte-halte bus Trans Palu penuh dengan wajah antusias warga.Â
Ibu-ibu menggandeng tangan anak kecil mereka, remaja sibuk berswafoto dengan ponsel, dan bapak-bapak berdiri bersandar sambil melepas topi untuk menghapus keringat. Tak ketinggalan ASN yang baru pulang kantor.
Hiruk-pikuk itu menanti kehadiran bus baru yang menjadi kebanggaan kota. Meski harus berdiri karena tak kebagian tempat duduk, semangat mereka tak luntur untuk menikmati pengalaman ini.
Uniknya, tujuan mereka bukanlah untuk sampai di tempat tertentu. "Kami nggak turun di mana-mana, cuma ikut mutar balik saja. Rasanya senang, seperti liburan gratis," ujar seorang ibu rumah tangga sambil tersenyum, memegangi tangan dua anak kembarnya menuju mobil pribadinya yang diparkir di Taman GOR Kota Palu.
Hal serupa juga dirasakan Nisa, seorang remaja yang naik bersama teman-temannya. "Biasanya jalan-jalan di pantai, tapi ini bisa naik bus sambil lihat-lihat kota. Gratis lagi. Asyik baya!" katanya.
Selama tiga bulan pertama, dari Oktober hingga Desember 2024, euforia ini terus berlangsung. Bus Trans Palu bukan sekadar alat transportasi, tapi menjadi hiburan baru bagi warga. Perjalanan naik-turun bus terasa seperti kegiatan rekreasi yang menyenangkan, semua itu karena tidak ada biaya yang dikenakan.
Sejak pemerintah kota mulai mengenalkan 26 unit bus trans palu sebagai layanan operasional bagi pengguna kendaraan, apalagi dengan bebas biaya, di setiap titik pemberangkatan bus trans Palu ramai dengan penumpang.
Namun, suasana berubah drastis saat Januari 2025 tiba. Pemberlakuan tarif resmi sebesar Rp2.500 untuk pelajar dan Rp5.000 untuk umum membuat halte-halte yang dulu ramai mendadak sepi.
Bus yang dulunya penuh hingga sesak kini sering terlihat melaju dengan bangku kosong. "Sekarang penumpangnya sedikit, beda jauh waktu masih gratis. Kami belum tahu pasti kenapa," keluh seorang sopir bus.