Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Libur Sekolah Ramadhan ?, Survey Menentukan !

15 Januari 2025   20:52 Diperbarui: 15 Januari 2025   20:52 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah akan segera menyampaikan keputusan terkait rencana libur sekolah selama bulan Ramadan 1446 Hijriah atau tahun ini.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa rencana tersebut telah melalui pembahasan bersama tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama (Kemenag), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Untuk memastikan keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat, Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) menyelenggarakan survei nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di sektor pendidikan.

Survei tersebut dilaksanakan mulai 14 hingga 16 Januari 2025. Sasaran survei mencakup satuan pendidikan dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK di seluruh Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, survei ini melibatkan dua kategori responden utama, yakni guru dan orang tua siswa. Mereka diundang untuk menjawab tujuh pertanyaan yang dirancang untuk menggali berbagai perspektif mengenai waktu pembelajaran selama bulan Ramadhan.

Mulai dari pertanyaan tentang durasi libur hingga jenis aktivitas yang diharapkan selama siswa tidak masuk sekolah, survei ini bertujuan memberikan gambaran komprehensif tentang kebutuhan dan harapan masyarakat. 

Survei tersebut terutama ingin mengetahui tiga pilihan responden pertama, libur penuh selama Ramadhan dengan kegiatan keagamaan. Kedua, libur sebagian, seperti awal Ramadhan libur beberapa hari dan masuk kembali hingga menjelang Idul Fitri. Ketiga, sekolah tetap masuk penuh seperti biasa.

Di tengah hingar-bingar respons, diskusi pun mulai bermunculan, mencerminkan beragam sudut pandang yang memperkaya dinamika wacana ini.

Pandangan Guru: Antara Fleksibilitas dan Kekhawatiran

Nur Latifah, seorang guru kelas 5 di SD Negeri 21 Palu, menyambut wacana ini dengan antusias. "Ramadhan itu bulan istimewa. Kalau siswa libur penuh, mereka punya lebih banyak waktu untuk beribadah dan beristirahat di rumah," katanya.

Namun, Latifah juga menyuarakan kekhawatirannya. "Libur panjang berarti ada materi yang harus dikejar nanti. Kami, para guru, harus lebih kreatif menyusun rencana pembelajaran agar siswa tidak ketinggalan."

Ahmad Fauzan, seorang guru agama di sebuah SMP di Sigi, melihat peluang lain dari kebijakan ini. "Libur Ramadhan bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat pendidikan karakter berbasis agama," ujarnya.

Fauzan membayangkan program-program seperti pesantren kilat atau kegiatan berbasis masjid yang dirancang secara terstruktur dapat menjadi solusi yang bermanfaat. Namun, ia menekankan pentingnya panduan dari pemerintah agar kegiatan-kegiatan tersebut berjalan dengan baik.

Orang Tua: Dilema antara Produktivitas dan Kebersamaan

Dari sisi orang tua, pendapat yang muncul cukup beragam. Lina, seorang ibu dari tiga anak yang bekerja sebagai karyawan di Palu, merasa libur sebulan penuh selama Ramadhan adalah tantangan tersendiri.

"Anak-anak tetap harus belajar, meskipun libur. Kalau tidak, mereka bisa kehilangan ritme belajar," katanya. Ia mengusulkan adanya tugas-tugas ringan, seperti jurnal Ramadhan atau proyek kreatif, agar anak-anak tetap produktif.

Namun, ada juga orang tua seperti Suadi, seorang pekerja lepas, yang melihat sisi positif dari kebijakan ini.

"Ramadhan adalah waktu untuk keluarga. Kalau anak-anak libur, kami bisa lebih sering berbuka puasa bersama, tarawih, dan mengikuti kegiatan sosial," ujarnya dengan optimisme.

Siswa: Antara Euforia dan Kekhawatiran

Bagi sebagian siswa, libur panjang selama Ramadhan terdengar seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Rayyan, siswa kelas 7 di SMPN 2 Palu, membayangkan waktunya diisi dengan tadarus bersama teman-teman.

"Libur itu enak, tapi kalau bisa ada tugas-tugas ringan biar kami tidak lupa pelajaran," ungkapnya.

Namun, tidak semua siswa merasakan hal yang sama. Amila, siswi kelas 6 di SDN 21 Palu, mengungkapkan kegelisahannya.

"Kalau libur terlalu lama, nanti pelajarannya susah dikejar. Apalagi kalau mau masuk SMP, pasti banyak ujian," ujarnya sambil mengernyitkan dahi.

Solusi Kreatif dari Komunitas Pendidikan

Di tengah perdebatan yang muncul, beberapa komunitas pendidikan mulai menawarkan solusi inovatif. Forum Guru Inovatif di Sulawesi Tengah, misalnya, mengusulkan model pembelajaran fleksibel.

"Alih-alih libur penuh, mungkin bisa diterapkan pengurangan jam belajar atau pembelajaran daring. Dengan teknologi, siswa tetap bisa belajar meskipun dari rumah," kata Aminah, salah satu anggotanya.

Beberapa sekolah berbasis agama di Palu juga telah lama menerapkan kegiatan khusus selama Ramadhan, seperti pesantren kilat atau lomba hafalan Al-Qur'an. Menurut Nurhaliza, kepala sekolah di salah satu pesantren modern, kegiatan semacam ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah lain.

"Selama Ramadhan, fokus utama adalah pendidikan karakter. Jadi, meskipun siswa libur, mereka tetap terlibat dalam aktivitas yang bermakna," jelasnya.

Menanti Keputusan Final

Hingga kini, keputusan final dari Kemendikbudristek belum diumumkan. Namun, survei yang melibatkan suara masyarakat ini menjadi langkah awal yang penting untuk menentukan arah kebijakan yang tepat.

Menurut Soedarsono Saidi, seorang konsultan Kurikulum Merdeka, kebijakan semacam ini membutuhkan pendekatan seimbang. "Libur panjang bisa menjadi berkah jika dirancang dengan baik. Tapi tanpa perencanaan yang matang, siswa justru bisa kehilangan momentum belajar," katanya.

Ramadhan adalah bulan yang istimewa, tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga untuk mendekatkan diri dengan keluarga dan komunitas. Kebijakan apa pun yang diambil terkait pendidikan selama bulan ini seharusnya membawa manfaat yang seimbang bagi semua pihak.

Guru, orang tua, dan pemerintah memiliki peran masing-masing untuk memastikan generasi muda tetap mendapatkan pengalaman pendidikan yang bermakna, baik di dalam maupun di luar kelas.

Ketika Ramadhan 2025 tiba, kita semua berharap kebijakan yang diambil tidak hanya mencerminkan kebutuhan masyarakat, tetapi juga memperkuat nilai-nilai yang melekat pada bulan suci ini.

Bagaimanapun, pendidikan adalah investasi untuk masa depan, dan setiap keputusan yang diambil akan menjadi warisan bagi generasi berikutnya.

Mari bersama kita tunggu hasil akhirnya, sembari tetap aktif berpartisipasi dalam diskusi yang membangun. Ramadhan adalah momentum untuk berbagi, dan pendidikan adalah ruang untuk bertumbuh.

#sekolahliburramadhan

#topikpilihankomdik2025

#komunitaskompasionerpendidik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun