Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kontroversi Nicolas Maduro dan Seruan Intervensi Militer di Venezuela

12 Januari 2025   10:23 Diperbarui: 12 Januari 2025   10:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurnalis dan kandidat Vicky Dvila menentang Gustavo Petro dan meyakinkan Nicols Maduro harus dihukum (Presidencia)

Ketegangan di Amerika Latin seakan tidak pernah berhenti memberikan drama. Kali ini, giliran mantan Presiden Kolombia, lvaro Uribe Vlez, yang menjadi pusat perhatian setelah menyerukan intervensi militer internasional di Venezuela.

Pernyataan ini bukan sembarang pernyataan; ia menyampaikannya di Ccuta, kota perbatasan yang menjadi simbol hubungan rumit antara Kolombia dan Venezuela.

Uribe dengan lantang menyebut pemerintahan Nicols Maduro sebagai akar dari semua krisis yang melanda Venezuela. Ia mengusulkan langkah ekstrem berupa intervensi militer untuk mengatasinya.

Namun, ide ini ternyata tidak mendapat sambutan yang meriah, bahkan di Ccuta sendiri---kota yang dulu menjadi salah satu kantong pendukung setia Uribe.

Di lapangan, respons masyarakat justru penuh skeptisisme. "Kami di sini ingin perdamaian, bukan perang. Ccuta sudah cukup menderita akibat konflik," ujar salah seorang warga yang hadir di acara tersebut.

Pernyataan ini mencerminkan keletihan rakyat terhadap konflik bersenjata yang tak kunjung usai, terlebih di kawasan yang menjadi saksi bisu ketegangan lintas negara.

Sementara itu, Presiden Venezuela Nicols Maduro, dengan gaya khasnya yang penuh semangat, langsung menanggapi pernyataan Uribe. Dalam sebuah acara di Caracas yang dihadiri delegasi dari 125 negara, ia menantang Uribe secara langsung.

"Jika Anda punya nyali, tunjukkan wajahmu sendiri. Jangan hanya memerintahkan orang lain," ujar Maduro, yang langsung disambut sorakan dukungan dari para peserta.

Tidak hanya berhenti di situ, Maduro juga melontarkan kritik pedas terhadap rekam jejak Uribe, yang selama ini kerap dikaitkan dengan isu-isu kontroversial, termasuk dugaan hubungan dengan kelompok paramiliter dan perdagangan gelap.

Meski klaim ini sulit dibuktikan secara hukum, retorika tajam semacam ini selalu berhasil memanaskan suasana politik di kawasan tersebut.

Sementara itu, Presiden Kolombia saat ini, Gustavo Petro, memilih jalur yang berbeda. Ia justru menyerukan perdamaian di perbatasan. Dalam unggahan di media sosialnya, Petro mengingatkan bahwa perbatasan bukanlah tempat untuk menyalakan api permusuhan.

"Perbatasan adalah jembatan yang menghubungkan keluarga, budaya, dan ekonomi, bukan tempat untuk memulai perang," tulisnya.

Petro bahkan mengutip kisah Alkitab tentang Kain dan Habel, menyindir seruan Uribe yang dianggapnya berpotensi menciptakan konflik baru di antara bangsa-bangsa. Namun, seperti halnya tokoh politik mana pun, pernyataan Petro tidak lepas dari kritik.

Jurnalis Vicky Dvila, yang belakangan menjadi sorotan karena kemungkinan mencalonkan diri pada pemilu 2026, menanggapi sikap Petro dengan tajam.

Menurut Dvila, pendekatan lunak Petro terhadap Maduro tidak bisa diterima. "Maduro telah menindas rakyatnya. Ini bukan soal perdamaian; ini soal memberikan keadilan kepada jutaan warga yang menderita di bawah rezimnya," tulisnya dalam unggahan di media sosial.

Ketegangan semakin meningkat setelah Amerika Serikat kembali memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Venezuela. Sanksi ini merupakan respons atas kegagalan Maduro memenuhi komitmen untuk memastikan demokrasi yang transparan, terutama dalam pemilu terakhir. Namun, langkah AS tersebut menuai kritik dari Petro. Ia menilai bahwa sanksi hanya akan menambah penderitaan rakyat Venezuela yang sudah cukup berat.

"Blokade ekonomi tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, dialog politik adalah jalan terbaik untuk menciptakan perubahan," ujar Petro.

Pernyataan ini seolah menggarisbawahi bahwa solusi berbasis kemanusiaan harus menjadi prioritas, bukan sanksi atau intervensi militer yang berisiko memperburuk situasi.

Di sisi lain, Maduro tetap bersikukuh mempertahankan sikapnya yang keras terhadap tekanan internasional. "Kami adalah bangsa yang merdeka. Tidak ada yang bisa memaksakan kehendaknya pada kami," tegasnya.

Retorika seperti ini menunjukkan bahwa Maduro tidak akan mundur dari sikapnya, meskipun tekanan terus datang dari berbagai arah.

Krisis ini menggambarkan betapa kompleksnya dinamika hubungan internasional di kawasan Amerika Latin. Di satu sisi, ada seruan untuk intervensi yang dianggap sebagai upaya terakhir untuk mengakhiri penderitaan rakyat Venezuela. Di sisi lain, ada argumen bahwa pendekatan militer justru akan memperpanjang siklus kekerasan dan penderitaan.

Hubungan antara Kolombia dan Venezuela, yang sering diwarnai ketegangan, kini berada di persimpangan jalan. Apakah kedua negara mampu menemukan titik temu melalui dialog? Ataukah konflik akan terus memanas akibat gesekan kepentingan? Yang jelas, masa depan kawasan ini sangat bergantung pada kebijakan yang diambil para pemimpinnya.

Dalam situasi seperti ini, kebijakan yang gegabah hanya akan memperburuk keadaan. Namun, di tengah semua kontroversi, masih ada harapan. Diplomasi dan dialog tetap menjadi jalan terbaik untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Di tengah semua kekacauan, kita hanya bisa berharap bahwa para pemimpin di kawasan ini mampu melihat gambaran yang lebih besar: bahwa perdamaian dan stabilitas lebih berharga daripada ambisi politik jangka pendek.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun