Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Trump dan Ambisi Kuasai Terusan Panama yang Menggelitik Logika

9 Januari 2025   11:05 Diperbarui: 9 Januari 2025   17:12 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trump tegaskan akan ambil alih Terusan Panama-Greenland (AFP Photo/mandel ngan via Kompas.com)

Donald Trump memang juara dalam membuat dunia berdecak. Setelah memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) untuk kedua kalinya, pria ini langsung mengguncang jagat politik internasional dengan ambisi-ambisi yang, entah bagaimana, terasa seperti keluar dari novel fiksi sejarah. 

Membeli Greenland? Menguasai Terusan Panama? Mengubah Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika? Menjadikan Kanada sebagai negara bagian AS? Kalau ada penghargaan untuk kebijakan paling nyeleneh, Trump pasti calon kuatnya.

Baru dua minggu menuju pelantikannya, Trump tampaknya sudah sibuk mengatur agenda yang bikin sekutu-sekutu AS pusing kepala. Dalam konferensi pers terbarunya, ia dengan santai mengabaikan kekhawatiran dunia dan bahkan tidak menutup kemungkinan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk mencapai mimpinya. Ketika ditanya apakah bisa meyakinkan dunia bahwa tidak akan ada pemaksaan, Trump hanya menjawab: "Tidak, saya tidak bisa meyakinkan Anda."

Serius?

Greenland: Bukan Properti Murah di Game Monopoly
Kisah tentang Greenland ini seperti dj vu dari drama serupa di periode kepresidenan pertamanya. Denmark dengan tegas sudah mengatakan, "Greenland tidak untuk dijual." Tapi Trump sepertinya tidak mendengar atau, mungkin, tidak peduli. Baginya, pulau yang kaya akan mineral itu adalah kunci keamanan nasional AS. 

Apalagi, putra sulungnya, Donald Trump Jr., sudah terbang ke Greenland. Untuk apa? Mungkin sekadar liburan, atau mungkin dia sedang survei lokasi untuk "Trump Greenland Resort."

Denmark jelas menolak mentah-mentah gagasan ini. Perdana Menteri Mette Frederiksen bahkan menganggap pendekatan Trump tidak cocok untuk hubungan antarnegara. "Kita ini sekutu, bukan rival dalam lelang properti," cetusnya. 

Tetapi Trump, dengan gaya khasnya, malah menggertak balik, mengancam akan memberlakukan tarif pada Denmark jika mereka tetap menolak.

Kebijakan luar negeri Trump ini seolah-olah dirancang seperti episode reality show. Ada drama, ada gertakan, dan tentu saja, ada plot twist. Sementara sekutu-sekutu Eropa bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, Trump seperti tidak peduli apakah dia sedang menginjak ladang ranjau diplomatik.

Terusan Panama: Mimpi Lama yang Menggelitik
Kalau Greenland terdengar absurd, rencana mengambil alih Terusan Panama adalah level berikutnya. Terusan ini sudah lama menjadi simbol kedaulatan Panama sejak AS menyerahkannya pada tahun 1999. Tapi bagi Trump, sejarah itu sepertinya hanya hambatan kecil dalam perjalanan menuju ambisi besar.

Mengapa Trump ingin menguasai Terusan Panama? Alasannya, katanya, untuk keamanan ekonomi. Tapi, jika kita jujur, ini lebih terdengar seperti usaha untuk mempertegas pengaruh geopolitik AS di Amerika Latin. Tentu saja, langkah ini tidak akan berjalan mulus. Panama jelas tidak akan tinggal diam, dan dunia pasti akan memandang langkah ini sebagai imperialisme gaya baru.

Kanada: Bola Salju di Neraka
Belum cukup dengan Greenland dan Panama, Trump juga berimajinasi menjadikan Kanada sebagai negara bagian AS. Benarkah ini serius? Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada, dengan elegan menjawab bahwa peluang untuk itu terjadi sebesar "bola salju di neraka." Kalimat itu mungkin salah satu pukulan verbal terbaik tahun ini.

Namun, Trump tidak berhenti di sana. Ia bahkan berjanji akan meminta sekutu NATO meningkatkan anggaran pertahanan mereka secara signifikan. Bagi Trump, semua hubungan internasional adalah soal negosiasi transaksi. Jika tidak ada keuntungan langsung, mengapa repot-repot?

Respons Dunia: Campuran Geleng-Geleng dan Waspada
Prancis, yang biasanya tenang, bahkan merasa perlu angkat suara. Menteri Luar Negeri mereka menegaskan bahwa Uni Eropa tidak akan membiarkan kedaulatan perbatasannya dilanggar, entah oleh siapa pun. 

Mereka juga mengingatkan bahwa era "yang kuat bertahan" mungkin telah kembali, tetapi itu bukan alasan untuk menyerah pada gertakan.

Uni Eropa, Kanada, dan Denmark tampaknya sepakat bahwa Trump membawa nuansa imperialisme yang mencoba bersembunyi di balik jargon keamanan nasional. 

Namun, apa pun alasan yang Trump sampaikan, dunia tahu bahwa ambisi ini lebih banyak memicu konflik daripada stabilitas.

Trump dan Dunia yang Bingung
Kebijakan luar negeri Trump ini ibarat melempar dadu. Tidak ada yang tahu apa hasilnya, tetapi hampir pasti menimbulkan kegaduhan. Entah itu ancaman tarif, gertakan militer, atau klaim teritorial aneh, Trump selalu punya cara untuk memonopoli perhatian dunia.

Namun, apa yang sebenarnya ingin dicapai Trump? Apakah ini murni ambisi untuk memperkuat AS, atau hanya cara untuk menjaga dirinya tetap relevan di panggung politik global? Sulit untuk mengatakan dengan pasti.

Yang jelas, dunia sedang memasuki babak baru hubungan internasional, di mana norma-norma lama semakin kehilangan maknanya. Di tengah semua itu, Trump muncul seperti pemain poker yang tidak takut untuk menggertak, bahkan ketika tangannya buruk.

Meskipun menggelitik logika, kita tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kemungkinan bahwa Trump mungkin berhasil dengan salah satu langkahnya. Dalam politik internasional, sering kali yang tidak masuk akal justru yang menjadi kenyataan.

Sementara itu, kita hanya bisa berharap bahwa sekutu-sekutu AS dan komunitas internasional cukup kuat untuk menahan laju ambisi ini. 

Dunia sudah cukup sibuk dengan masalah lain tanpa harus menambah drama geopolitik dari Trump. Tetapi, seperti biasa, Trump adalah Trump. Dan selama dia ada, dunia tidak akan pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun