Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Curhat ke AI Iseng, Curhat ke yang Berhati

26 Desember 2024   19:37 Diperbarui: 26 Desember 2024   19:37 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah tren penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI), ada pertanyaan menarik yang perlu direnungkan: apakah kita akhirnya menyadari bahwa kita tidak punya teman sebanyak itu untuk sekadar berbagi cerita?

Ketika kehidupan modern kian sibuk, chatbot AI muncul sebagai alternatif untuk sekadar mendengarkan dan merespons. Namun, apakah pantas menyebut AI sebagai teman curhat sejati?

Mengingat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), curhat berarti curahan hati. Dan bukankah curahan hati itu seharusnya ditanggapi oleh yang punya hati juga?

Fenomena ini mencerminkan sesuatu yang lebih dalam. Banyak netizen di dunia maya menggunakan AI tidak untuk benar-benar curhat, melainkan sekadar iseng, mengetes kemampuan teknologi, atau bahkan untuk hiburan belaka.

AI memang bisa merespons cerita kita dengan cepat, penuh informasi, dan tanpa penghakiman. Namun, ia tetaplah mesin---tanpa emosi, tanpa hati.

Kemampuan AI yang terus berkembang menimbulkan kekhawatiran dan harapan. Di satu sisi, AI menawarkan solusi untuk berbagai kebutuhan, dari bisnis hingga pendidikan.

AI mulai diintegrasikan dalam sektor keuangan, menganalisis data, memberikan saran, bahkan menjadi pengambil keputusan.

Namun, di sisi lain, ada ancaman nyata, seperti potensi penggantian peran manusia, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan penurunan kreativitas. Apakah kita sedang menuju dunia di mana manusia kehilangan banyak aspek esensialnya?

Ketika kita bicara tentang curhat, inti dari aktivitas ini adalah berbagi emosi dan mendapatkan empati. AI mungkin dapat meniru respons emosional manusia, tetapi ia tidak memiliki kapasitas untuk merasakan.

Inilah perbedaan mendasar yang tidak boleh kita abaikan. Curhat, pada dasarnya, adalah interaksi antara hati ke hati. Mendapatkan pengertian dan empati sejati hanya bisa terjadi ketika kita berbicara dengan sesama manusia.

Jika AI sampai menjadi tempat curhat dan berdiskusi, aspek kehidupan mana lagi yang akan diikuti? Apakah kita akan mempercayakan AI untuk membimbing, memutuskan, bahkan menggantikan interaksi sosial kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun