Setiap akhir tahun, diskusi seputar boleh tidaknya umat Muslim mengucapkan selamat Hari Natal selalu menjadi perbincangan hangat di masyarakat.Â
Sebagai negara dengan keberagaman agama yang luas, Indonesia tidak hanya dihadapkan pada tantangan toleransi tetapi juga bagaimana menjaga harmoni tanpa melanggar keyakinan masing-masing.
Hal ini menjadi sorotan baru-baru ini melalui cuitan Anies Baswedan, figur publik yang dikenal dengan pendekatan inklusifnya, di akun media sosialnya.
Dalam cuitannya, Anies Baswedan menyampaikan harapan yang penuh makna:Â
"Di hari perayaan Natal ini, biarkan cinta, harapan, dan damai menjadi lilin penerang hati. Biarkan kehangatan kasih memenuhi jiwa dan rumah setiap insan. Biarkan sukacita mengalir tanpa batas, membawa bahagia ke dalam diri, dan menjadi kenangan tak terlupa bersama orang-orang tercinta. Teriring salam dari kami, Anies Baswedan dan keluarga."
Ucapan tersebut dinilai banyak pihak sebagai cara bijak untuk menunjukkan toleransi tanpa secara eksplisit melanggar akidah Islam.
Hingga kini, memberikan ucapan selamat Hari Natal oleh umat Muslim masih menjadi isu yang kontroversial. Beberapa ulama dan pendakwah memperbolehkan praktik ini sebagai bagian dari toleransi beragama, namun lainnya menilai hal tersebut dapat menciderai tauhid.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai otoritas keagamaan resmi, telah menegaskan larangan ini dalam fatwa yang dikeluarkan pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII pada Mei 2024.
Fatwa tersebut menyatakan bahwa mengucapkan selamat hari raya agama lain, termasuk Natal, tidak dianjurkan karena dianggap bertentangan dengan prinsip akidah Islam.
Namun, fatwa ini juga tidak serta-merta melarang umat Muslim untuk menunjukkan rasa hormat dan toleransi kepada pemeluk agama lain melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan keyakinan agama mereka.
Cuitan Anies Baswedan memberikan contoh nyata bagaimana toleransi dapat diwujudkan tanpa melanggar prinsip keagamaan. Ucapannya tidak secara eksplisit menyebutkan frasa "Selamat Natal", tetapi tetap mengandung pesan kasih, harapan, dan damai yang relevan dengan semangat Natal.
Pendekatan ini mengajarkan bahwa toleransi tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk verbal yang eksplisit, tetapi melalui penghormatan terhadap nilai-nilai universal yang menyatukan umat manusia.
Langkah Anies juga mencerminkan sikap yang bijaksana dari seorang figur publik. Dalam masyarakat yang plural, pesan-pesan yang inklusif dan tidak memihak menjadi kunci dalam merawat keberagaman.Â
Sikap ini juga menggarisbawahi pentingnya memahami sensitivitas agama dalam ruang publik, terutama di media sosial yang dapat diakses oleh berbagai kalangan dengan pandangan berbeda.
Menunjukkan toleransi tidak selalu harus melibatkan frasa atau tindakan tertentu yang dapat diperdebatkan. Sebaliknya, toleransi dapat diwujudkan melalui pengakuan akan keberadaan dan hak orang lain untuk merayakan keyakinan mereka.
Dalam konteks Natal, pesan seperti yang disampaikan Anies Baswedan dapat menjadi jalan tengah bagi umat Muslim yang ingin menghormati umat Kristiani tanpa melanggar keyakinan agama mereka.
Di luar itu, penting pula untuk menyadari bahwa keberagaman Indonesia adalah anugerah yang harus dirawat bersama. Toleransi bukan hanya soal mengucapkan selamat hari raya, tetapi juga soal bagaimana setiap individu, komunitas, dan tokoh publik menunjukkan sikap saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan sehari-hari.
Cuitan Anies Baswedan adalah contoh bagaimana seorang figur publik dapat menunjukkan toleransi beragama tanpa melanggar akidah. Ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia yang terus belajar hidup dalam keberagaman.
Pada akhirnya, semangat Natal --- seperti cinta, damai, dan harapan --- adalah nilai-nilai universal yang dapat kita bagikan kepada siapa saja, tanpa harus melupakan identitas dan keyakinan kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H