Pendekatan ini mengajarkan bahwa toleransi tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk verbal yang eksplisit, tetapi melalui penghormatan terhadap nilai-nilai universal yang menyatukan umat manusia.
Langkah Anies juga mencerminkan sikap yang bijaksana dari seorang figur publik. Dalam masyarakat yang plural, pesan-pesan yang inklusif dan tidak memihak menjadi kunci dalam merawat keberagaman.Â
Sikap ini juga menggarisbawahi pentingnya memahami sensitivitas agama dalam ruang publik, terutama di media sosial yang dapat diakses oleh berbagai kalangan dengan pandangan berbeda.
Menunjukkan toleransi tidak selalu harus melibatkan frasa atau tindakan tertentu yang dapat diperdebatkan. Sebaliknya, toleransi dapat diwujudkan melalui pengakuan akan keberadaan dan hak orang lain untuk merayakan keyakinan mereka.
Dalam konteks Natal, pesan seperti yang disampaikan Anies Baswedan dapat menjadi jalan tengah bagi umat Muslim yang ingin menghormati umat Kristiani tanpa melanggar keyakinan agama mereka.
Di luar itu, penting pula untuk menyadari bahwa keberagaman Indonesia adalah anugerah yang harus dirawat bersama. Toleransi bukan hanya soal mengucapkan selamat hari raya, tetapi juga soal bagaimana setiap individu, komunitas, dan tokoh publik menunjukkan sikap saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan sehari-hari.
Cuitan Anies Baswedan adalah contoh bagaimana seorang figur publik dapat menunjukkan toleransi beragama tanpa melanggar akidah. Ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia yang terus belajar hidup dalam keberagaman.
Pada akhirnya, semangat Natal --- seperti cinta, damai, dan harapan --- adalah nilai-nilai universal yang dapat kita bagikan kepada siapa saja, tanpa harus melupakan identitas dan keyakinan kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H