Di lereng pegunungan terpencil Desa Rondingo, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, perayaan Natal selalu menghadirkan kehangatan yang tak tertandingi.
Dengan ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, desa ini menawarkan pemandangan alam yang memukau, namun juga menyimpan tantangan tersendiri bagi warganya. Meskipun sederhana, makna Natal di desa ini begitu dalam dan penuh pesan kasih Kristus.
Dekrius, Ketua Gerakan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kristen Da'a Inde Sulawesi Tengah (GP2MKDIST), adalah saksi hidup dari perayaan Natal yang penuh kesederhanaan di desa ini.
Selama 15 tahun pengabdiannya sebagai guru SMP di daerah terpencil, ia selalu terlibat dalam persiapan Natal yang berbeda dari kemeriahan kota besar.
"Persiapan Natal sebenarnya adalah masalah hati," ujar Dekrius. "Apakah hati kita menyambut Juruselamat dengan kasih, seperti kasih Kristus yang mau datang ke dunia? Maka, tidak perlu Natal bermewah-mewah kalau dilaksanakan dengan hati yang bersungut-sungut."
Kata-katanya mengingatkan bahwa esensi Natal bukanlah pada pernak-pernik atau gemerlapnya lampu, melainkan pada kehangatan hati yang tulus menyambut Sang Mesias.
Natal Diterangi Petromax
Dekrius mengenang perayaan Natal di masa lalu, ketika Desa Rondingo belum dialiri listrik. Jemaat berkumpul di gereja kecil yang diterangi lampu petromax yang dibawa dari rumah masing-masing.
"Makanannya pun cukup dengan kue-kue biskuit dan kopi. Sangat sederhana, namun begitu bermakna," kenangnya.
Bagi jemaat, kesederhanaan ini mencerminkan keadaan Betlehem pada malam kelahiran Yesus, di mana Sang Juru Selamat memilih hadir di kandang domba, bukan di istana megah.
Tahun ini, meski PLN telah menerangi Desa Rondingo, kesederhanaan tetap menjadi ciri khas perayaan Natal di sini. Jemaat masih memilih untuk merayakan dengan cara yang sederhana, sesuai tema Natal tahun ini, "Kembali ke Betlehem."Â
Dekrius menjelaskan, "Tema ini mengingatkan kita pada makna Natal yang sesungguhnya, yakni kesederhanaan Betlehem. Betlehem dalam bahasa Ibrani berarti 'rumah roti,' menggambarkan Yesus sebagai roti hidup bagi umat manusia."
Menyambut Natal dengan Kasih
Di Desa Rondingo, persiapan Natal dimulai jauh hari sebelum tanggal 25 Desember. Jemaat bergotong royong membersihkan gereja, menghias altar dengan daun dan bunga-bunga liar dari hutan sekitar, serta melatih paduan suara anak-anak. Semua dilakukan dengan semangat kebersamaan yang tulus.
"Rayakanlah dengan cara sederhana, seperti cara Kristus datang ke dunia ini," ujar Dekrius. Pesannya begitu mendalam, seolah mengingatkan bahwa dalam setiap kesederhanaan, ada kemurnian kasih yang sejati.
Pada malam Natal, suasana khidmat menyelimuti Desa Rondingo. Nyanyian pujian bergema di tengah dinginnya udara pegunungan, membawa kehangatan yang meresap hingga ke relung hati setiap jemaat.
Anak-anak dengan wajah ceria mengikuti drama Natal, menggambarkan kelahiran Yesus di kandang domba. Sementara itu, orang tua duduk dengan tenang, merenungkan makna kasih Kristus dalam hidup mereka.
Harapan di Tengah Kesederhanaan
Meskipun jauh dari hiruk-pikuk kota, Natal di Desa Rondingo membawa harapan baru bagi setiap warganya. Dekrius percaya bahwa kesederhanaan bukanlah keterbatasan, melainkan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Juru Selamat.
"Betlehem mengajarkan kita bahwa kasih Kristus tidak membutuhkan kemewahan. Yang diperlukan adalah hati yang tulus menyambut-Nya," tuturnya.
Desa Rondingo mungkin tak memiliki gemerlap lampu Natal atau pohon Natal megah, tetapi di sinilah kasih Kristus terasa begitu nyata.
Dalam kesederhanaan, jemaat menemukan kebahagiaan sejati --- kebahagiaan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang menyambut Natal dengan hati penuh kasih, seperti kasih Kristus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H