Jakarta -- Masalah lingkungan di kawasan tambang nikel Kabupaten Morowali dan Morowali Utara menjadi sorotan utama dalam kunjungan kerja Pimpinan dan Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah ke Kementerian Lingkungan Hidup, Kamis (19/12/2024).Â
Pertemuan ini berlangsung dengan Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, khususnya Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Lahan.
"Kami menyoroti banyak dampak buruk dari aktivitas pertambangan, mulai dari kerusakan lingkungan, kesehatan masyarakat, hingga gangguan ekonomi lokal. Kami berharap kementerian dapat segera mengambil tindakan konkret," ujar Wakil Ketua DPRD Sulteng, Aristan.
Krisis Lingkungan di Kawasan Industri Nikel
Tiga kawasan industri nikel besar menjadi fokus utama pembahasan:
- Kawasan Industri Nikel PT IMIP di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali.
- Kawasan Industri Nikel PT IHIP di Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali.
- Kawasan Industri Nikel PT SEI di Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara.
Berbagai masalah lingkungan yang diangkat antara lain:
- Debu batu bara di Desa Fatufia yang memengaruhi kesehatan warga.
- Penggusuran lahan pertanian di Desa Ambunu untuk pembangunan smelter PT BTIIG, hanya 200 meter dari pemukiman.
- Kerusakan irigasi di Desa Topogaro akibat jalan huling, menyebabkan 170 hektare sawah tak bisa diolah.
- Penimbunan 40 hektare pantai untuk pelabuhan tanpa izin, merusak budidaya rumput laut dan 30 hektare hutan mangrove di Desa Ambunu dan Tondo.
- Polusi udara dari PLTU Captive di Desa Tanauge, yang menyebabkan ISPA dan penyakit kulit pada warga.
Dampak Kesehatan dan Sosial
Data Puskesmas Petasia Timur tahun 2023 menunjukkan 1.750 kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di 10 desa sekitar PT SEI. Desa Lambolo dan Kolonodale mencatat jumlah penderita tertinggi. Selain itu, aktivitas bongkar muat batu bara di PLTU Captive turut mencemari udara dan menyebabkan debu hitam mengendap di rumah warga.
"Jika dibiarkan, dalam 10--20 tahun ke depan wilayah ini bisa tidak layak huni," tegas Aristan.
Langkah Konkret Pemerintah
Merespons permasalahan tersebut, Direktorat Pengendalian Kerusakan Lahan menyatakan akan berkoordinasi dengan Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan untuk menyusun langkah penyelesaian.Â
Dalam waktu dekat, Komisi III DPRD Sulteng berencana menggelar rapat kerja bersama Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tengah untuk merumuskan rencana kunjungan lapangan dengan pihak kementerian.
"Kami berharap pertemuan ini menjadi titik awal penyelesaian krisis lingkungan di Morowali dan Morowali Utara," tutup Aristan.
Semoga langkah ini membawa perubahan nyata bagi masyarakat yang terdampak aktivitas pertambangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H