[caption id="attachment_354301" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : uniqpost.com"][/caption]
Tahun 2014 memilik arti yang sangat penting bagi sebagian besar masyarakat di dunia karena pada tahun ini digelar perhelatan sepakbola terbesar di dunia yakni Worldcup 2014 yang telah dimenangkan oleh Jerman. Tidak hanya tahun sepakbola, bagi masyarakat Indonesia tahun 2014 merupakan tahun politik, dimana berlanggssung pesta demokrasi lima tahunan yakni pemilihan legislatif serta pemilihan Presiden.
Pilpres 2014 Indonesia memang berbeda dari pilpres sebelum-sebelumnya, pasalnya pada pilpres kali ini hanya ada 2 calon Presiden dan wakil Presiden yang berkompetisi. Hal ini menjadi salah satu penyebab makin panasnya pergolakan politik Indonesia.
Meskipun proses pemungutan suara Pilpres telah selesai dan KPU telah merilis hasilnya, namun bola panas politik Indonesia masih terus bergulir. Tetapan KPU yang memenangkan pasangan Capres- Cawapres nomor urut 2 (Jokowi – JK), mendapat pertentangan dari kubu Capres nomor urut 1 (Prabowo – Hatta). Pendukung Capres nomor urut 1 menuding telah terjadi kecurangan yang masif, terstruktur, dan sistematis pada Pilpres yang lalu, tidak hanya dilakukan oleh pendukung capres lawan, namun juga dilakukan oleh panitia penyelenggara Pilpres 2014. Hal ini kemudian membuat pasangan Capres – Cawapres nomor urut 1 mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengajuan gugatan oleh salah satu pasanganCapres merupakan hak yang dimiliki oleh kandidat manapun sebagaimana konstitusi Indonesia yang menganut prinsip demokrasi, dimana setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan. Pengaduan ke MK merupakan cara yang tepat bagi kandidat yang keberatan terhadap hasil pemilu, sebagaimana ditetapkan dalam poin nomor empat bahwa salah satu wewenang MK adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pengajuan gugatan MK tidak hanya dilayangkan pada tahun ini. Pada 2009 lalu, pasangan Megawati – Prabowo dan Jusuf Kalla –Wiranto juga turut melayangkan gugatan serupa. MK dinilai sebagai pintu terakhir penegakan konstitusi di Indonesia.
Pasca melapornya pasangan Capres nomor urut 1, MK telah menjalani serangkaian persidangan guna mendengarkan saksi dari kubu penggugat maupun tergugat. Rencananya MK akan mengeluarkan putusan terkait sengketa Pilpres 2014 pada 21 Agustus 2014 mendatang.
Jelang dikeluarkannya putusan MK terkait sengketa Pilpres 2014, muncul spekulasi dari berbagai pihak. Terjadi kekhawatiran akan adanya pergerakan massa dari salah satu kubu apabila keputusan MK tidka berpihak pada golongannya. Akibatnya, aparat keamanan pun mulai bersiaga guna mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk kemungkinan jika terjadi aksi anarkis. Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan paling tidak selama empat hari menjelang, saat, dan setelah pengumuman MK pihaknya akan menetapkan status siaga keamanan menjadi siaga satu, artinya status siaga satu sudah dimulai dari 19 Agustus hingga 22 Agustus 2014.
Kenaikan status keamanan juga membuat aparat kepolisian memperketat pengamanan di sekitar Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang sidang putusan perkara sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) 2014. Jika saat sidang aparat membuat sistem tiga ring, kini pengamanan ditambah lagi ring keempat. Pihak kepolisian pun hingga saat ini telah menyiagakan pasukan dari tujuh polda dengan kekuatan 2.100 personel, namun pasukan yang bersiaga dibelakangnyasejumlah 22.000 personel untuk menjaga keamanan saat MK menyampaikan putusan gugatan hasil Pilpres 2014. Polisi pun akan mengamankan beberapa lokasi yang dianggap rawan seperti pusat perbelanjaan, ataupun bandara. Tidak hanya di Ibukota, aparat keamanan juga bersiaga di seluruh daerah. Di Yogyakarta misalnya, kepolisian Yogyakarta telah mengerahkan dua per tiga kekuatan, atau sejumlah 6.865 aparat kepolisian yang disebar di sejumlah titik di Yogyakarta guna menjaga ketertiban dan keamanan pada saat putusan hakim MK. Tidak hanya pihak kepolisian yang bersiaga, aparat TNI juga ikut diperbantukan dalam menjada keamanan negara di detik-detik pembacaan putusan.
Sementara itu, jelang pembacaan putusan, kubu Capres nomor urut 1 mengaku tidak akan berbuat anarkis dan akan menerima hasil MK jika gugatan pihaknya ditolak. Namun, pihaknya tidak menampik akan adanya kemungkinan untuk membawa kePTUN dan MA. Di lain tempat, pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 serta KPU mengaku optimis gugatan Prabowo – Hatta akan ditolak MK, pasalnya kedua pihak menilai gugatan penggugat tidak jelas dan faktanya banyak yang tidak bisa dibuktikan. Merujuk pada adanya aksi saling klaim sebagai pemenang Pilpres 9 Juli 2014 lalu, dikhawatirkan bola panas politik akan terus mengulir, tidak berhenti di MK. Proses politik masih akan sangat panjang hingga akhirnya ditemukan jalan yang bisa diterima kedua pihak.
Melihat berbagai kemungkinan yang bisa terjadi pasca tetapan MK, perlu kiranya perhatian segala pihak untuk tidak terpancing emosi hingga akhirnya berbuat kekacauan. Masyarakat Indonesia merupakan orang-orang cerdas yang mampu menilai secara objektif suatu persoalan. Siapapun yang menang, kita harus tetap menghormati dan menjalani putusan MK selaku gawang penegakan konstitusi. Hakim MK tentunya bukanlah hakim abal-abal yang tidak kredibel, mereka terpilih dengan seleksi yang sangat ketat dan sudah berpengalaman di bidang hukum. Untuk itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita harus menghormati putusan MK dan turut aktif menjaga ketenangan di tanah Indonesia. Jangan sampai masalah politik memecah belah bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H