Mohon tunggu...
ikhsan harahap
ikhsan harahap Mohon Tunggu... -

pengamat sosial politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menanti Kementerian Maritim Jokowi - JK

27 September 2014   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:17 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_362033" align="alignleft" width="300" caption="sumber gambar: http://duniasirkusdannie.wordpress.com"][/caption]

Wilayah laut mempunyai makna penting bagi Indonesia. Sebagai negara maritim dengan luas wilayah 5.193.252 km2 , Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dibandingkan daratannya dengan perbandingan sekitar 3.302.498 km2 lautan dan 1.890.754 km2 luas daratan. Tidak hanya sebagai negara maritim, Indonesia juga didaulat sebagi negara kepulauan terbesar di dunia, dengan total 13.466 pulau (survei geografi dan toponimi 2007-1010) yang telah dilaporkan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Luasnya lautan mengakibatkan semakin besarnya potensi sekaligus ancaman bagi Indonesia.

Selain sumber daya laut, Indonesia memiliki potensi besar di bidang perdangan. Letaknya yang strategis membuat lautan Indonesia dijadikan jalur utama perdagangan internasional. Jalur laut Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional yang dilewati lebih dari 90% kapal dagang dunia. Alur perhubungan laut dunia atau "sea lanes of communication" melewati tujuh selat yang secara politik dan ekonomi sangat strategis karena menyangkut kelangsungan hidup sejumlah negara, empat di antaranya berada dalam kedaulatan Indonesia yakni Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makasar. Jalur transportasi laut tersebut merupakan bentangan garis energi minyak dan gas bumi yang tidak boleh terputus karena hal tersebut sangat berkaitan dengan industri negara-negara maju.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla), Alur Selat Malaka dilalui lebih dari 60 ribu kapal dalam satu tahun, Selat Lombok lebih dari 3.000 kapal, dan Selat Sunda lebih dari 3.500 kapal. Dari jumlah tersebut, jika bisa dimanfaat dengan baik, tentu akan menambah devisa negara.

Namun hal yang terjadi dilapangan tidak sesuai kenyataan. Dari sedikitnya Rp631 triliun nilai transaksi yang terjadi setiap tahunnya di Selat Malaka, selama ini Indonesia tidak memperoleh penghasilan sepeserpun alias 'nol rupiah' dari potensi perairan Indonesia di sepanjang alur laut wilayah Sumatera pada garis lintas Semenanjung Malaysia.

Pasoroan Herman Harianja (Presiden Asosiasi Pandu Maritim Indonesia ) menyatakan, baik pemerintah maupun dunia usaha kelautan (maritim atau pelayaran), belum menjadikan Selat Malaka sebagai objek ekonomi dan hanya menganggapnya sebagai bagian dari negeri (a part of country). Hal ini berbeda dengan kebijakan Malaysia yang telah menjadikannya sebagai 'halaman rumah' bahkan sudah menjadi sumber utama  penghasil devisa rutin. Tugas inilah yang harus dikerjakan pemerintah secepatnya demi menguatkan sektor perekonomian negara.

Di samping pekerjaan tersebut, pemerintah Indonesia juga harus megutamakan keamanan sektor kelautan Indonesia, karena jalur laut Indonesia yang  menjadi jalur utama perdagangan internasional mengakibatkan maraknya aksi kriminalitas di sekitar lautan Indonesia, baik berupa pencurian kekayaan laut, pelanggaran batas teritorial, pembajakan, hingga penyelundupan barang. Maraknya tindak kriminalitas yang menghantui wilayah laut Indonesia dikarenakan beberapa faktor, diantaranya keterbatasan kemampuan aparat keamanan Indonesia, belum efektifnya pelaksanaan koordinasi keamanan laut, lemahnya sistem pengawasan dan pengamanan pengelolaan sumber daya alam, lemahnya sistem perundang-undangan di laut Indonesia, serta kurangnya sarana pengawasan wilayah laut Indonesia.

Pemerintahan Jokowi -  JK yang akan dilantik 20 Oktober 2014 mendatang telah merencanakan pembentukan Kementerian Maritim mengingat pentingnya perlindungan wilayah laut Indonesia setelah sekian lama ditinggalkan. Kementerian Maritim mendatang diharapkan mampu melengkapi semua kebutuhan Indonesia di bidang maritim, seperti kapal beserta dengan segala kelengkapannya (galangan kapal, bahan bakar, kebutuhan nakhoda, awak kapal dan lain-lain). Serta infrastruktur pelabuhan. Untuk menjadi negara maritim yang kuat, Indonesia harus mengutamakan pembangunan angkutan laut, serta ditambah angkatan laut.

Dengan memaksimalkan segala potensi yang ada, Indonesia akan tumbuh menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga bisa bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Singapaura dan Malaysia. Mencapai cita-cita tersebut, dibutuhkan proses yang panjang dan bantuan semua elemen masyarakat karena tanpa adanya kerjasama, mustahil Indonesia bisa maju ke arah yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun