Mohon tunggu...
Ikhsan Brilianto
Ikhsan Brilianto Mohon Tunggu... Akuntan - Pemerhati kata di luar jam kerja, pemerhati angka di saat kerja

Mungkin akan banyak berbicara tentang curahan hati "sambat" atau analisis tentang ekonomi dan keuangan

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Pandemi yang membawa banyak "Pertama Kali"

2 November 2020   00:25 Diperbarui: 7 November 2020   23:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Pertama kali" Membuka Usaha di Saat Pandemi

Ekspektasi kehidupan adalah minum teh hangat di kala sore ditemani hujan rintik-rintik. Tenteram. Akan tetapi, realita tidak bisa begitu. Belum lupa euforia kesenangan saya dalam merayakan awal tahun 2020 penanda lembaran baru yang penuh harap dan cita-cita. Ada rencana yang tertunda di 2019 yang ingin diwujudkan di 2020. Semangat itu membara hingga Maret 2020, ternyata Indonesia harus menelan wabah Covid-19 juga. 

Bagi saya, ini adalah krisis kedua yang saya temui selama hidup. Yang pertama, ketika Gempa Jogja tahun 2006 yang dengan dahsyatnya memporak-porandakan rumah dan korban jiwa. Walau membutuhkan waktu, namun ternyata kita bisa bangkit. Dan memberi pelajaran bahwa krisis memberikan hikmah dan juga anggapan yang salah jika krisis menghentikan impian dan cita-cita. Sampai akhirnya, 2020 seolah disapa kembali, Covid 19 melanda. Rumah tidak porak-poranda, roda kehidupan masih dapat berjalan seperti biasa. Akan tetapi, Covid 19 terus meregang korban jiwa. Sebuah tantangan krisis yang lebih dahsyat karena kita melawan sesuatu yang tidak terlihat dan tidak diketahui yang sebenarnya terjadi. Entah sampai kapan, tetapi sekarang kekhawatiran dan ketakutan tentu mendominasi rasa. Kita hanya bisa berjaga-jaga dan berdoa sebaik mungkin agar semuanya segera pulih seperti dahulu kala karena yakin semua ini membawa hikmah.

Sampai sekarang saya masih yakin bahwa keadaan ini tidak menjadi penghalang impian dan cita-cita. Justru hal ini membawa hikmah dan kesempatan. Semuanya serba "Pertama kali" sebagaimana saya menganggap tantangan Covid 19 adalah ajang eksperimen untuk lebih banyak berkarya dan mungkin menjadi lebih kaya dalam arti yang luas. 

"Pertama kali" yang pertama, tentunya adalah mengikuti webinar yang diadakan SKK Migas yang bertemakan “Saatnya Pemuda Membuat Ka(r)ya di Masa Pandemi” pada Selasa, 27 Oktober 2020. Di keadaan sebelum pandemi, menghadiri webinar dan forum sharing ilmu adalah hal yang ribet dan terkadang dianggap mustahil. Waktu yang terbatas karena sudah penuh dengan kesibukan kantor serta jarak tempuh dan perjalanan membuat saya tidak sempat untuk produktif menambah wawasan pengetahuan melalui acara-acara seperti ini. Dan work from home di kala pandemi ini, membuat hal yang tadinya mustahil menjadi bisa terwujud. 

Ketika melihat info adanya webinar ini di tab explore instagram, saya langsung tertarik. Tema yang diangkat sangat relate dengan keresahan yang saya hadapi. Meskipun tidak berkecimpung langsung di dunia migas, akan tetapi saya cukup concern dengan masa depan migas di tengah covid 19 ini. Beruntung, Narasumber Bapak Aldy Amir (Senior Manager Work Program SKK Migas) memberikan insight yang sangat menarik. 

Bapak Aldy bertandang dari tren harga minyak yang fluktuatif naik/turun horizon waktu 2019 - 2020. Dijelaskan bahwa hal ini tidak lepas dari supply dan demand yang fluktuatif juga. Tren menunjukkan bahwa sebenarnya antara demand dan supply ada gap dimana permintaan minyak lebih tinggi daripada persediaan minyak. Akan tetapi, adanya pandemi membuat demand dan supply turun drastis. Ini merupakan imbas dari pembatasan mobilitas manusia dan aktivitas manusia di luar rumah untuk memutus mata rantai penularan Covid 19. Penurunan harga yang terjadi cukup signifikan bahkan hingga 50%. Bahkan yang menarik di satu hari di Amerika Serikat harga komoditas minyak minus yang seakan-akan penjual bukannya memiliki demand, tetapi malah harus membayar utang.  

Pandemi ini direspon oleh perusahaan hulu migas dengan melakukan penghematan budget, khususnya Capital Expenditure yang memang akibatnya aktivitas ekplorasi/produksi minyak berkurang. Akan tetapi, meskipun pandemi ini memaksa perusahaan hulu migas untuk survive dengan berbagai hal menyelamatkan keuangannya. Posisi demand dan supply masih belum terpenuhi. Sehingga, Indonesia tetap perlu menggenjot produksi minyak. 

Proyeksi ekonomi 2021 ditargetkan tumbuh secara positif seiring dengan recovery ekonomi Indonesia.  Hal ini sejalan dengan semangat Indonesia untuk menggenjot produksi minyak agar kebutuhan masyarakat akan migas terpenuhi. Tentunya hal ini dilakukan dengan transformasi proses produksi, mengoptimalisasi sumur yang ada, dan mengeksplorasi potensi sumur baru. Targetnya 2030 kita bisa kembali ke masa kejayaan dengan produksi 1 juta barrel per hari (sekarang masih di angka 700ribu barrel per hari). Indonesia pernah mengalami kejayaan minyak tersebut dan menjadikan migas sebagai absolute advantage Indonesia. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu mengalami penurunan. 

Untuk mendukung ambisi ini, maka generasi muda perlu mengambil peran penting, bersumbangsih kepada negeri. Di level yang paling sederhana, karakter-karakter penting yang perlu ditanamkan pada diri anak muda ditandaskan oleh Bapak Aldy. Pada dasarnya dunia bergerak pada era disruption, yaitu perkembangan zaman/teknologi yang akan melibas hal yang sudah eksis sebelumnya. Hal ini perlu kita respon dengan peningkatan produktivitas, melalui penerapan adaptasi terhadap hal baru, transformasi teknologi, dan otomisasi. Selain itu juga penting untuk menanamkan karakter fleksibel (menyesuaikan dalam berbagai situasi) dan agile (lincah dan selalu siap dengan semua keadaan). Mindset inilah yang juga memberikan insight penting bagi anak muda, khususnya pribadi saya sendiri.  

Pemaparan sesi pertama selesai, dilanjutkan dengan sesi kedua yang disampaikan oleh Ibu Prita Ghozie, seorang perencana keuangan dari Zap finance. Tidak kalah menarik, kali ini kita diajak untuk menyimak ilmu mengatur uang. Satu hal yang terlintas di benak saya, yaitu terkadang kita mengerjar ilmu untuk mendapatkan uang, tetapi setelah mendapatkan uang kita lengah untuk belajar ilmu mengatur uang. Sehingga uang yang menjadi alat kita untuk mencapai tujuan justru membuat kita susah. Terlebih di masa-masa sulit pandemi covi-19 seperti sekarang ini. Mengatur keuangan sudah menjadi suatu keharusan, sebelum kita tenggelam di permasalahan keuangan yang akan menyusahkan hidup kita. 

Di awali dengan ilmu memeriksa keuangan pribadi. Kita diajak untuk bagaimana mengetahui tingkat kesehatan keuangan dengan cara mengidentifikasi aset yang kita miliki dibandingkan dengan utang cicilan dan kekayaan bersih yang kita miliki. Jangan-jangan kita sebenarnya tidak memiliki uang yang bisa dibelanjakan sewaktu-waktu jika terdapat kebutuhan darurat. Atau uang kita habis untuk membayar cicilan yang tidak produktif. 

Diibaratkan pemasukan dan pengeluaran itu adalah ember. Maka, kita harus bisa mengidentifikasi keran sebagai pemasukan itu darimana saja. Kemudian, bocoran ember yang dapat mengurasi isi ember itu darimana saja. Termasuk juga untuk dapat dengan sadar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Digambarkan dengan sederhana, memiliki motor untuk pergi ke kantor adalah kebutuhan, tetapi kalau motornya harus yang motor gede, maka itu adalah keinginan. Dan keinginan ini semestinya hanya kita penuhi jika memang memiliki kelebihan uang. Jika tidak, maka akan memberikan risiko terhadap keuangan kita. 

Keran pemasukan jika sebaiknya tidak hanya satu sumber sehingga jika satu keran mampet masih ada cadangan yang lain. Paling sederhana, pada kondisi pandemi seperti ini, risiko atas PHK selalu menjadi momok. Jika kita memiliki banyak keran pemasukan, maka kita tidak perlu khawatir lagi. Sumber pemasukan selain gaji, yaitu aset portofolio (saham, deposito, obligasi, dan instrumen lain yang kita diamkan akan memberikan keuntungan bagi kita) dan aset produktif (yang akan memberikan keuntungan dengan melalukan manajemen, seperti misalnya sewa rumah, bisnis, dan lain sebagainya). 

Millenials juga dihimbau untuk konsisten menerapkan rumus pengaturan sederhana, yaitu alokasi uang 20% Playing (hobi, jalan-jalan, dan traveling), 30% Saving (tabungan dan dana darurat), dan 50% Living (kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi). Dengan metode ini diharapkan kita dapat mencapai tujuan keuangan dengan baik dan tenteram tanpa dipusingkan dengan masalah-masalah keuangan yang mencekik.

Setelah pemaran dari Ibu Prita yang berisi "daging" semua ini, kita diajak untuk berolah ide oleh Bapak Alexander Thian. Beliau adalah seorang social influencer, fotografer, dan penulis. Sangat menarik menyimak cerita-cerita beliau bagaimana mengembangkan sebuah brand marketing, kemudian kegiatan menulis, dan juga kegiatan memfoto yang seakan telah menjadi hobinya, tetapi ternyata memberikan pundi-pundi rupiah yang berlimpah. 

Saya sangat berkesan pada saat beliau mengatakan, "Bersyukurlah tinggal di Indonesia". Tinggal di Indonesia adalah sebuah kesyukuran, karena dengan keluar rumah saja, seharusnya kita sudah mendapatkan banyak ide. Selalu mudah untuk menemukan orang berinteraksi dan dapat kita amati secara gratis yang kemudian akan menjadi ide yang akan bernilai luar biasa. Bandingkan dengan negara luar yang kondisi rumahnya berjarak jauh-jauh. Maka, untuk mengamati kehidupan sekitar, kita perlu berjalan jauh terlebih dahulu. 

Selain itu, beliau juga berpesan terkait dengan sosial media kita adalah perusahaan kita. Dari sosial media kita bisa menjadi apa yang kita mau. Sebagaimana perusahaan yang harus menjaga nama baik, tentunya di sosial media juga seperti itu. Dan apabila engagement kita terhadap followers kita baik, maka banyak orang tertarik dan bisa menjadi corong iklan yang nantinya akan menghasilkan pundi-pundi rupiah berlimpah.

Sungguh, mengikuti webinar ini berasa telah meng-upgrade diri saya. Hal ini juga semakin menyadarkan saya, bahwa meng-upgrade harus menjadi agenda yang diutamakan. Karena terkadang kesibukan menenggalamkan kita pada rutinitas tanpa tahu big picture dan hikmah yang dapat memberikan kita kesempatan untuk berlari lebih baik. Dan setelah sekian lama (terakhir sering mengikuti webinar pada saat kuliah 3 tahun yang lalu), saya "Pertama Kali" mengikuti webinar kembali pada situasi pandemi seperti ini. 

Mendapatkan banyak pengetahuan pada webinar tersebut, saya merefleksikan terhadap apa yang saya lakukan sekarang, terutama di masa pandemi. Dan ternyata banyak "Pertama kali" yang lainnya yang berhubungan. "Pertama kali" yang kedua adalah membuka usaha produktif (side hustle) sebagai sumber keran pemasukan tambahan selain dari gaji. Setelah sekian lama direncanakan, ternyata justru Pandemi yang membuat rencan tersebut tereksekusi. Saya membuka sebuah gerai distributor air mineral di rumah hitung-hitung mengisi ruang kosong yang ada di rumah dan melihat potensi kebutuhan air mineral di lingkungan sekitar. Jadilah saya membuka usaha "Briliant Water". Meskipun, usaha ini masih kecil saya yakin saya dapat berkontribusi terhadap lingkungan sekitar dan menjadi buah "karya" yang bermanfaat. 

"Pertama kali" yang lainnya adalah mencari inspirasi dari lingkungan sekitar dan menuliskannya pada naskah stand up comedy. Ini menjadi kali pertama saya untuk tampil di depan umum untuk menyajikan kelucuan melalui jokes ala stand up comedy. Meskipun saya sering memperhatikan perkembangan stand up comedy. Namun, ternyata pada saat pandemi ini baru mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan tulisan-tulisan rumpang yang agak terbengkalai untuk menjadi sebuah materi stand up comedy.  Dan ternyata disambut dengan gelak tawa para peserta conference call. Inilah sepotong arsip pada saat saya mengisi stand up comedy  di kantor tempat saya bekerja. 

Melalui daring saya
Melalui daring saya "Pertama Kali" ber-Stand Up Comedy

Sebagaimana yang disampaikan Pak Alexander, benar kiranya jika mengamati adalah kegiatan yang murah tapi dapat menghasilkan ide yang luar biasa serta menyenangkan. Dan saya menyadari bahwa mengamati lingkungan sekitar akan memantik kepekaan kita. Dengan demikian, banyak hal positif yang dapat kita lakukan dari sejengkap langkah dari rumah kita. Pandemi bukan menjadi alasan untuk bermalas-malasan dan tidak produktif. Justru, banyak "Pertama kali" yang nyatanya terlaksana pada saat Pandemi ini. Saya juga yakin bahwa di luar sana banyak anak muda yang lebih produktif dan semangat di masa pandemi ini. Anak muda yang menghasilkan Karya dan Kaya sebagaimana akronim Ka(r)ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun