Banyak orang sering keliru dalam membedakan keong, siput, dan bekicot. Sekilas, ketiganya tampak serupa karena memiliki tubuh lunak dan cangkang. Namun, jika diperhatikan lebih jauh, ada banyak perbedaan mendasar antara mereka. Keong, siput, dan bekicot memiliki karakteristik unik yang membedakan satu sama lain dalam hal habitat, struktur tubuh, serta cara hidup.
Keong adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyebut berbagai jenis moluska bercangkang, baik yang hidup di air tawar, laut, maupun darat. Siput, di sisi lain, lebih sering merujuk pada spesies tanpa cangkang atau yang memiliki cangkang sangat kecil. Sementara itu, bekicot adalah spesies siput darat yang memiliki ukuran besar dan sering dianggap sebagai hama pertanian.
Salah satu perbedaan utama di antara mereka adalah habitatnya. Keong lebih sering ditemukan di perairan, baik itu di sungai, danau, maupun laut. Beberapa jenis keong, seperti keong emas (Pomacea canaliculata), hidup di sawah dan sering menjadi ancaman bagi tanaman padi. Sementara itu, siput biasanya ditemukan di lingkungan yang lembab seperti hutan atau taman. Bekicot, yang merupakan spesies siput darat, lebih sering ditemukan di daerah dengan iklim tropis dan subtropis.
Penelitian dari Journal of Molluscan Studies menunjukkan bahwa keong air memiliki sistem pernapasan yang berbeda dibandingkan dengan siput darat. Keong yang hidup di air tawar biasanya bernapas menggunakan insang, sedangkan keong darat dan bekicot menggunakan paru-paru kecil yang beradaptasi dengan kehidupan di darat.
Dari segi struktur tubuh, keong air memiliki cangkang yang lebih tebal dan bentuk yang lebih bervariasi dibandingkan dengan siput dan bekicot. Cangkang keong sering kali berbentuk spiral dan lebih kuat karena harus melindungi mereka dari predator di dalam air. Bekicot, di sisi lain, memiliki cangkang yang lebih tipis namun tetap kokoh, sedangkan siput darat bisa memiliki cangkang kecil atau bahkan tidak memiliki cangkang sama sekali.
Salah satu perbedaan yang mencolok adalah ukuran tubuhnya. Bekicot umumnya lebih besar dibandingkan siput dan keong air. Bekicot Afrika raksasa (Achatina fulica), misalnya, bisa tumbuh hingga 20 cm panjangnya. Keong air cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil, tergantung pada spesiesnya, sementara siput darat biasanya berukuran sedang dan lebih fleksibel dalam bergerak.
Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari National University of Singapore menemukan bahwa siput darat memiliki kemampuan untuk bertahan di lingkungan kering dengan mengurangi aktivitas metabolisme mereka. Ini adalah strategi bertahan hidup yang berbeda dari keong air, yang bergantung pada kelembaban air untuk tetap hidup.
Keong, siput, dan bekicot juga memiliki pola makan yang berbeda. Keong air biasanya adalah pemakan alga dan bahan organik di dasar air. Beberapa spesies keong bahkan memiliki peran penting dalam ekosistem air karena membantu membersihkan air dari sisa-sisa organik. Siput darat dan bekicot lebih cenderung menjadi herbivora, mengonsumsi daun, buah, dan tanaman lunak lainnya.
Bekicot sering dianggap sebagai hama karena mereka dapat mengonsumsi tanaman pertanian dalam jumlah besar. Sebuah penelitian di Agricultural Sciences Journal menunjukkan bahwa bekicot dapat menghancurkan tanaman muda dengan sangat cepat, menyebabkan kerugian besar bagi petani. Keong air seperti keong emas juga dikenal sebagai hama di sawah, karena mereka memakan batang padi muda dan dapat mengurangi hasil panen secara signifikan.
Dalam hal reproduksi, keong, siput, dan bekicot memiliki mekanisme yang unik. Keong air sebagian besar berkembang biak dengan cara bertelur di bawah air atau menempelkan telur mereka di permukaan tanaman air. Siput darat dan bekicot, di sisi lain, merupakan hewan hermafrodit, yang berarti mereka memiliki organ reproduksi jantan dan betina sekaligus. Ini memungkinkan mereka untuk berkembang biak dengan lebih cepat dibandingkan keong air.
Ilmuwan dari University of California menemukan bahwa siput dan bekicot memiliki kemampuan unik dalam penyimpanan sperma, yang memungkinkan mereka untuk bertelur kapan pun kondisi lingkungan mendukung. Ini adalah salah satu alasan mengapa populasi bekicot dapat berkembang dengan cepat di daerah yang memiliki kelembaban tinggi.
Meskipun sering dianggap sebagai hama, beberapa spesies keong dan bekicot memiliki manfaat bagi manusia. Keong tertentu, seperti keong sawah (Pila ampullacea), sering dikonsumsi sebagai sumber protein di berbagai negara Asia. Bekicot juga dikembangkan sebagai sumber makanan, terutama di Prancis, di mana mereka dikenal sebagai escargot.
Selain sebagai makanan, lendir bekicot juga mulai digunakan dalam industri kecantikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lendir bekicot mengandung senyawa yang dapat membantu regenerasi kulit dan mengurangi tanda-tanda penuaan. Produk berbasis lendir bekicot kini semakin populer di industri kosmetik.
Keong, siput, dan bekicot juga memiliki peran dalam penelitian ilmiah. Keong air, misalnya, digunakan dalam studi tentang polusi air karena mereka dapat menyerap zat beracun dari lingkungan mereka. Siput darat digunakan dalam penelitian neurobiologi karena sistem saraf mereka yang sederhana tetapi cukup mirip dengan manusia dalam beberapa aspek.
Ada pula dampak negatif dari penyebaran spesies keong dan bekicot di luar habitat aslinya. Bekicot Afrika raksasa, misalnya, telah menjadi spesies invasif di banyak negara dan menyebabkan kerusakan ekosistem karena tidak memiliki predator alami yang dapat mengontrol populasinya.
Banyak upaya telah dilakukan untuk mengendalikan populasi bekicot dan keong hama, termasuk penggunaan pestisida dan pengendalian biologis dengan memperkenalkan predator alami seperti bebek dan burung pemakan moluska. Namun, metode ini harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem.
Kesimpulannya, meskipun keong, siput, dan bekicot sering dianggap sama, mereka memiliki banyak perbedaan dari segi habitat, anatomi, pola makan, hingga cara bereproduksi. Keong lebih sering ditemukan di air, siput darat lebih fleksibel dalam adaptasi lingkungan, sementara bekicot dikenal sebagai spesies yang cepat berkembang dan dapat menjadi hama.
Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih bijak dalam mengelola populasi mereka di lingkungan sekitar. Baik sebagai hama, makanan, atau bagian dari penelitian ilmiah, keong, siput, dan bekicot tetap menjadi makhluk menarik yang menyimpan banyak misteri bagi dunia sains.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI