Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Selamat datang di media masa seputar perkembangan ilmu pengetahuan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Keong, Siput, dan Bekicot: Mirip Tapi Tak Sama, Ini Perbedaannya!

2 Maret 2025   09:22 Diperbarui: 2 Maret 2025   09:22 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hewan bercangkang (Sumber: valentinrussanov via istockphoto)

Ilmuwan dari University of California menemukan bahwa siput dan bekicot memiliki kemampuan unik dalam penyimpanan sperma, yang memungkinkan mereka untuk bertelur kapan pun kondisi lingkungan mendukung. Ini adalah salah satu alasan mengapa populasi bekicot dapat berkembang dengan cepat di daerah yang memiliki kelembaban tinggi.

Meskipun sering dianggap sebagai hama, beberapa spesies keong dan bekicot memiliki manfaat bagi manusia. Keong tertentu, seperti keong sawah (Pila ampullacea), sering dikonsumsi sebagai sumber protein di berbagai negara Asia. Bekicot juga dikembangkan sebagai sumber makanan, terutama di Prancis, di mana mereka dikenal sebagai escargot.

Selain sebagai makanan, lendir bekicot juga mulai digunakan dalam industri kecantikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lendir bekicot mengandung senyawa yang dapat membantu regenerasi kulit dan mengurangi tanda-tanda penuaan. Produk berbasis lendir bekicot kini semakin populer di industri kosmetik.

Keong, siput, dan bekicot juga memiliki peran dalam penelitian ilmiah. Keong air, misalnya, digunakan dalam studi tentang polusi air karena mereka dapat menyerap zat beracun dari lingkungan mereka. Siput darat digunakan dalam penelitian neurobiologi karena sistem saraf mereka yang sederhana tetapi cukup mirip dengan manusia dalam beberapa aspek.

Ada pula dampak negatif dari penyebaran spesies keong dan bekicot di luar habitat aslinya. Bekicot Afrika raksasa, misalnya, telah menjadi spesies invasif di banyak negara dan menyebabkan kerusakan ekosistem karena tidak memiliki predator alami yang dapat mengontrol populasinya.

Banyak upaya telah dilakukan untuk mengendalikan populasi bekicot dan keong hama, termasuk penggunaan pestisida dan pengendalian biologis dengan memperkenalkan predator alami seperti bebek dan burung pemakan moluska. Namun, metode ini harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem.

Kesimpulannya, meskipun keong, siput, dan bekicot sering dianggap sama, mereka memiliki banyak perbedaan dari segi habitat, anatomi, pola makan, hingga cara bereproduksi. Keong lebih sering ditemukan di air, siput darat lebih fleksibel dalam adaptasi lingkungan, sementara bekicot dikenal sebagai spesies yang cepat berkembang dan dapat menjadi hama.

Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih bijak dalam mengelola populasi mereka di lingkungan sekitar. Baik sebagai hama, makanan, atau bagian dari penelitian ilmiah, keong, siput, dan bekicot tetap menjadi makhluk menarik yang menyimpan banyak misteri bagi dunia sains.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun