Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Guru - Selamat datang di media masa seputar perkembangan ilmu pengetahuan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesalahpahaman Tentang Perayaan Imlek: Bukan Hari Raya Agama Konghucu, Melainkan...

30 Januari 2025   23:23 Diperbarui: 30 Januari 2025   23:39 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tema Imlek tahun 2025 (Sumber: ma_rish via istockphoto)

Setiap tahunnya, masyarakat Indonesia menyambut perayaan Imlek dengan gegap gempita. Lampion merah menghiasi jalan, pertunjukan barongsai ramai digelar, dan angpao dibagikan kepada anak-anak. Namun, di balik kemeriahan ini, masih banyak kesalahpahaman mengenai makna Imlek itu sendiri. Salah satu yang paling sering terjadi adalah anggapan bahwa Imlek merupakan hari besar keagamaan, padahal kenyataannya, Imlek lebih tepat disebut sebagai perayaan tahun baru dalam kalender Tionghoa.

Imlek sejatinya bukan hari raya keagamaan seperti Idul Fitri bagi umat Islam, Natal bagi umat Kristiani, atau Nyepi bagi umat Hindu. Imlek adalah perayaan pergantian tahun dalam penanggalan lunar yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa. Dalam hal ini, Imlek lebih mirip dengan tahun baru Masehi yang dirayakan pada 1 Januari atau tahun baru Hijriah yang menjadi awal kalender Islam. Meski memiliki unsur budaya dan tradisi yang kental, Imlek tidak berkaitan dengan ritual ibadah agama tertentu.

Kesalahpahaman ini berawal dari anggapan bahwa semua yang berkaitan dengan tradisi Tionghoa harus dikaitkan dengan ajaran agama tertentu, seperti Konghucu atau Buddha. Padahal, perayaan Imlek telah berlangsung jauh sebelum agama-agama tersebut berkembang di Tiongkok. Kalender yang digunakan dalam Imlek adalah kalender lunisolar yang sudah dipakai selama ribuan tahun, dan tradisi perayaannya lebih bersifat kultural ketimbang spiritual.

Dalam praktiknya, memang ada unsur keagamaan yang kadang dikaitkan dengan perayaan Imlek, seperti doa syukur kepada leluhur dan ritual sembahyang tertentu. Namun, hal ini lebih kepada tradisi keluarga dan adat istiadat yang diwariskan turun-temurun, bukan sebuah kewajiban yang harus dilakukan dalam rangka ibadah kepada Tuhan. Bahkan, banyak orang Tionghoa yang beragama Kristen, Islam, atau kepercayaan lain tetap merayakan Imlek tanpa melakukan ritual keagamaan.

Jika ditelusuri lebih dalam, Imlek memiliki kesamaan dengan perayaan tahun baru dalam berbagai budaya lain di dunia. Tahun baru Hijriah, misalnya, merupakan momen pergantian tahun dalam kalender Islam yang digunakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Meskipun tidak dirayakan dengan pesta besar, tahun baru Hijriah tetap menjadi titik penting dalam sistem penanggalan Islam. Hal serupa juga berlaku untuk tahun baru Waisak bagi umat Buddha, yang menandai kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Gautama.

Tahun baru dalam berbagai budaya selalu membawa semangat baru bagi masyarakatnya. Perayaan Imlek pun demikian, di mana filosofi yang terkandung di dalamnya adalah harapan akan keberuntungan, kemakmuran, dan kebahagiaan di tahun yang baru. Warna merah yang mendominasi Imlek bukan sekadar hiasan, tetapi melambangkan keberuntungan dan perlindungan dari energi negatif. Begitu pula dengan tradisi memberikan angpao, yang memiliki makna berbagi rezeki dan doa baik bagi penerimanya.

Kesalahpahaman lainnya yang sering muncul adalah anggapan bahwa Imlek hanya dirayakan oleh penganut agama tertentu. Padahal, di banyak negara, Imlek telah menjadi bagian dari budaya nasional yang dirayakan oleh berbagai kalangan, terlepas dari latar belakang agamanya. Di Indonesia, Imlek telah diakui sebagai hari libur nasional sejak era reformasi, yang menegaskan bahwa perayaan ini adalah bagian dari kebhinekaan bangsa.

Banyak orang Indonesia dari berbagai etnis turut merayakan Imlek, meskipun mereka bukan keturunan Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa Imlek bukan hanya milik satu kelompok, melainkan perayaan bersama yang dapat dinikmati oleh siapa saja. Sama seperti tahun baru Masehi yang dirayakan oleh hampir seluruh masyarakat dunia tanpa memandang agama, Imlek pun memiliki karakter inklusif yang dapat dinikmati semua orang.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman mengenai Imlek di Indonesia telah mengalami perkembangan yang lebih positif. Jika dulu perayaan ini sempat dilarang pada era Orde Baru, kini Imlek telah kembali menjadi bagian dari kebudayaan nasional yang diakui secara resmi. Meskipun demikian, masih ada sebagian masyarakat yang belum sepenuhnya memahami esensi dari perayaan ini, sehingga masih sering muncul perdebatan mengenai statusnya sebagai hari besar keagamaan.

Salah satu cara untuk mengatasi kesalahpahaman ini adalah dengan edukasi yang lebih luas mengenai sejarah dan filosofi di balik Imlek. Media, lembaga pendidikan, dan komunitas budaya dapat berperan dalam menyebarkan informasi yang lebih akurat mengenai Imlek agar masyarakat tidak lagi salah kaprah dalam memahaminya. Dengan demikian, perayaan ini dapat dihargai sebagai bagian dari kekayaan budaya tanpa harus disalahartikan sebagai ritual keagamaan tertentu.

Pemahaman yang lebih baik tentang Imlek juga dapat memperkuat toleransi antarumat beragama di Indonesia. Ketika masyarakat menyadari bahwa Imlek bukan sekadar milik satu kelompok, tetapi merupakan perayaan budaya yang dapat dinikmati bersama, maka sikap saling menghormati dan menghargai akan semakin meningkat. Ini sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Di beberapa negara, seperti Malaysia dan Singapura, Imlek juga diakui sebagai perayaan budaya yang dirayakan oleh berbagai etnis. Pemerintah di negara-negara tersebut aktif dalam mendukung perayaan Imlek sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan. Di Indonesia, upaya serupa juga telah dilakukan, tetapi masih diperlukan sosialisasi yang lebih luas agar masyarakat tidak lagi melihat Imlek dari perspektif yang keliru.

Banyak yang tidak menyadari bahwa tradisi tahun baru Imlek juga memiliki nilai-nilai universal yang relevan bagi semua orang. Konsep perayaan yang menekankan kebersamaan keluarga, berbagi rezeki, dan harapan baik untuk masa depan adalah nilai-nilai yang bisa diterima oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Oleh karena itu, memisahkan Imlek dari stigma keagamaan akan membuatnya lebih mudah diterima sebagai bagian dari budaya nasional.

Seiring berjalannya waktu, diharapkan masyarakat dapat semakin memahami bahwa Imlek bukanlah perayaan agama tertentu, melainkan perayaan budaya yang sudah menjadi tradisi selama ribuan tahun. Sama seperti tahun baru Masehi yang tidak eksklusif bagi penganut agama tertentu, Imlek pun seharusnya dapat dipahami sebagai perayaan pergantian tahun dalam kalender Tionghoa tanpa dikaitkan dengan aspek keagamaan tertentu.

Imlek seharusnya menjadi momen untuk memperkuat persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat yang beragam. Dengan menghapus stigma dan kesalahpahaman yang masih ada, perayaan ini bisa menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial dan saling memahami antarbudaya. Jika masyarakat bisa melihat Imlek sebagai bagian dari tradisi bersama, maka keberagaman yang ada di Indonesia bisa semakin dihargai dan dijaga.

Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya, generasi muda juga perlu dibekali pemahaman yang benar mengenai Imlek. Pendidikan yang inklusif mengenai berbagai tradisi yang ada di Indonesia dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih terbuka dan menghargai keberagaman. Ini penting agar di masa depan tidak ada lagi perdebatan mengenai status Imlek dan perayaan-perayaan budaya lainnya.

Kesadaran akan makna sejati Imlek juga dapat membuka ruang dialog yang lebih luas mengenai berbagai perayaan budaya di Indonesia. Jika pemahaman ini semakin meluas, maka tidak akan ada lagi anggapan bahwa Imlek harus dikategorikan sebagai hari besar keagamaan, melainkan sebagai perayaan tahun baru yang setara dengan tahun baru lainnya dalam berbagai budaya.

Pada akhirnya, perayaan Imlek adalah sebuah warisan budaya yang memiliki nilai-nilai positif bagi siapa saja. Masyarakat Indonesia yang beragam seharusnya bisa melihat Imlek sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional, bukan sebagai perayaan eksklusif dari kelompok tertentu. Dengan memahami Imlek sebagai tahun baru dalam kalender Tionghoa, bukan hari besar keagamaan, maka kesalahpahaman yang selama ini ada bisa dihilangkan, dan perayaan ini bisa dinikmati bersama oleh seluruh masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun