Tidak ada ekspetasi, cuma penasaran sebelum menonton film Bumi Manusia. Seperti tulisan sebelumnya. "Menakar Bumi Manusia dengan Kartini". Apresiasi dan salut buat Hanung Bramantyo yang berhasil menyampaikan pesan seperti yang ada di dalam cerita aslinya.
Mengharap kompleksitas cerita aslinya kedalam sebuah film jelas tidak mungkin karena keterbatasan durasi. Tapi ada beberapa jenis penonton yang berharap setiap adegannya setia dengan cerita aslinya. Â Buat yang belum pernah membaca cerita aslinya. Film ini bisa dinikmati dengan alur ceritanya mengalir dan tertata rapi. Membuat betah selama 3 jam duduk menikmati semua adegannya mulai awal sampai akhir.
Tapi buat yang sudah berulang kali membaca salah satu Tetralogi Buru Karya Pramoedya Ananta Toer ini. Memori ini seakan dipaksa untuk menggali imajinasi yang lahir saat membaca text seperti di cerita aslinya. Hingga muncul pertanyaan, apa benar ya adegan di film seperti yang digambarkan di cerita aslinya?
Saat penonton keluar dari gedung bioskop, beragam ekspresi dan komentar yang muncul. Umumnya bahagia sekaligus sedih dengan cerita roman dengan latar belakang sejarah Indonesia di jaman kolonial ini.  Saya juga rasakan hal yang sama, tapi tidaklah lama karena berganti dengan banyaknya  pertanyaan yang memaksa saya untuk membaca lagi cerita aslinya untuk yang kesekian kalinya.
Catatan ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perbedaan adegan di film Bumi Manusia dengan cerita aslinya. Sebenarnya perbedaan ini tidak mempengaruhi inti cerita. Saya tidak bilang adegan di film tidak akurat, karena baru sekali nonton filmnya. Bisa jadi memori ini yang terbatas dalam mengingat setiap adegan di filmnya. Atau saya yang terlalu lepas dalam berimajinasi saat membaca cerita aslinya.
Inilah perbedaan Bumi Manusia dengan cerita aslinya :
1. Teman sekolah ELS yang mencubit dan membuatnya berteriak, sehingga gurunya marah lalu teman-teman sekelasnya memanggil Minke. Di film teman yang sebangku itu adalah anak laki-laki. Di novel anak perempuan.
2. Ciuman pertama Minke ke Annelis di film di tepi rawa. Di novel saat Minke menangkap Annelis yang mengikutinya melompat selokan.
3. Adegan Nyai Ontosoroh meminta Minke mencium Annelies. Di film, Minke yang diminta menghampiri Annelies. Di novelnya, Annelies yang diminta mendekati Minke.
4. Perbincangan Minke dengan Jean Marais yang sedang melukis dirinya sendiri saat menjadi serdadu kompeni. Di film lokasinya di pantai. Di novelnya lokasi di bengkel Jean Marais.