Mohon tunggu...
Ikhlas Prasongko
Ikhlas Prasongko Mohon Tunggu... Administrasi - IT/Pendaki/Fotografer

Penikmat kata/gambar/nada

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menakar "Bumi Manusia" dengan "Kartini"

11 Januari 2019   12:07 Diperbarui: 25 Januari 2019   09:09 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi dengan luasnya ruang imajinasi ini. Justru film adaptasi dari novel sastra mempunyai kesulitan sendiri. Karena tidak mudah memvisualisasikan sebuah imajinasi lengkap dengan suaranya ke dalam sebuah film. Visualisasi yang bisa mewakili perwujudan imajinasi dari jutaan pembaca Bumi Manusia.  Lain halnya jika target penonton Bumi Manusia adalah orang yang belum pernah membaca novelnya.

Kartini sebagai film biografi dianggap sukses dalam penggarapan tapi tidak sukses dalam pendapatan. Menuai pujian dari kritikus tapi tidak masuk dalam kategori box office meskipun dibintangi aktris paling terkenal seperti Dian Sastrowardoyo dan Christine Hakim.  Mengapa demikian?  Karena genre film bukan yang disukai oleh penonton Indonesia.

Bagaimanakah dengan Bumi Manusia? Ada peluang film ini sukses dalam dalam meraup keuntungan. Kabarnya film ini lebih banyak menceritakan kisah romansa Minke dengan Annelies. Kisah percintaan memang menjadi genre paling dinikmati oleh penonton Indonesia. Meskipun di novelnya diakhiri dengan kisah memilukan. Diharapkan Iqbaal Ramadhan yang sukses memerankan Dilan dan di Bumi Manusia ini sebagai Minke bisa menjadi magnet untuk menarik penonton. Terutama penonton usia muda yang tentu saja dari golongan wanita.

Kalau dari sisi kualitas, berharap minimal seperti Kartini. Mendapatkan penilaian positif dari kritikus. Tapi kritikus kali ini bukan dari Indonesia saja. Karena pembaca karya Pramoedya Ananta Toer di luar sana juga telah menanti karyanya difilmkan. Karena inilah satu-satunya karya sastrawan Indonesia yang telah diterjemahkan ke 41 bahasa di dunia.

Jika novel Bumi Manusia telah menjadi 'milik' manusia di belahan bumi ini. Bagaimanakah dengan film-nya? Ukuran sukses tidaknya mungkin tidak cukup dari sisi kualitas menurut penonton Indonesia. Tapi juga penonton di luar sana.

Jika novel Bumi Manusia dulu lebih dihargai di negeri orang dibanding negeri sendiri.  Semoga lain kisahnya dengan film Bumi Manusia, mendapatkan sambutan positif di negeri sendiri. Tapi juga mendapatkan kesempatan untuk ditayangkan di luar bumi Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun