Aku, lebih tepatnya kita, kurasa. Kita sedang mengulum banyak senyum. Meski garis kerutan bibir yang terkatup tak menyembunyikan apapun. Sipu menyungging, mengarsir warna merah di pipi wajah yang canggung.
"Apakah ini akan berlangsung lama?" tanyamu dengan lirikan mata yang segera dialihkan. Seperti ada yang salah dari pertanyaan itu.
"Aneh, ya?" Nada bicaraku terlalu kikuk untuk bisa kujelaskan.
Kamu hanya mengangguk. Lalu kita kembali menyesap senyap, di antara riuh pembuluh darahku yang seakan berontak. Masygul pada atmosfer aneh yang tiba-tiba muncul melingkari kita.
"Sejak kapan penyair kehilangan kata-kata?" Kamu tertawa tipis dan sekejap hening. Terdengar seperti mengejek, tapi sangat tanggung untuk disebut sebuah ejekan.
Sialan!
Aku menyangkal bahwa pertanyaanmu itu harus kujawab. Sebab kutahu, ada beberapa pertanyaan yang memang tak membutuhkan jawaban. Seperti kenapa aku begitu mengagumimu? atau hal-hal tentang hati lainnya.
"Se-sejak bertemu denganmu, lagi."
Tidak, apa yang barusan kukatakan?
Kamu kembali tertawa tipis. Lalu menahannya menjadi senyuman termanis yang belum pernah kulihat sebelumnya. Semenjak kamu menghilang tanpa kejelasan.
"Xan ... Xander!"