Mohon tunggu...
Julak Ikhlas
Julak Ikhlas Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah dan Fiksi

Julak Anum - Menulis adalah katarsis dari segenap sunyi. IG: https://www.instagram.com/ikhlas017 | FB: https://web.facebook.com/ikhlas.elqasr | Youtube: https://www.youtube.com/c/ikhlaselqasr

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunda, Perempuan Kehilangan yang Mengabaikan Kekurangan

4 Februari 2020   17:16 Diperbarui: 4 Februari 2020   17:20 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membicarakan sosok inspiratif, takkan habis dideretkan berbaris nama. Ada banyak tokoh di Indonesia ini yang patut kita apresiasi perjuangannya dalam menjalani hidup dan kehidupan. Sehingga mampu menginspirasi banyak orang untuk selalu berbuat baik dan melakukan perbaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Lelaki maupun perempuan.

Untuk makhluk yang tercipta dari tulang rusuk  Adam itu saya mempunyai tokoh sendiri,  "Bunda" begitu saya biasa menyapa. Bernama Anis Hidayatie, merupakan perempuan tangguh dan pantang menyerah. Single parent, penulis, termasuk Kompasianers, guru di sekolah swasta hingga guru ngaji di TPQ.

Kesehariannya sangatlah padat, diawali dini hari, ini terlihat dari status online gawainya. Biasanya saat itu ia gunakan untuk menulis sebagai katarsis atau obat dari segala lelah hati dan pikiran ketika menjalani rutinitas di siang hari.

Lalu menjelang subuh, ia bergegas mengucurkan air suci pada muka, menyungkurkan diri pada yang maha kuasa. Lepas itu dia urus pekerjaan rumah dan menyiapkan dagangan makanan dan minuman untuk dijual keliling.

"Untuk menafkahi penghuni rumah setiap hari." Begitu dia jawab ketika saya bertanya, Untuk apa Bunda lakukan itu?

Padahal dia guru, penulis pula. Tak ada gengsi padanya menyusuri jalanan, menjajakan makanan. "Yang penting halal," tuturnya.

Aktifitas  menjadi guru dia lakukan ketika ada jam  mengajar hingga bel pulang berbunyi. Menuju rumah dan berlanjut kegiatan lain sore hari. Lepas asar, dia berikan  waktunya untuk mengajar mengaji bagi anak-anak tetangga, di TPQ yang terletak  di rumahnya juga. Kesehariannya tak pernah kosong dan waktu sungguh berharga baginya.

Banting Setir Menjadi Tulang Punggung Keluarga

Semenjak kehilangan belahan nyawa,  ia banting setir menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi dua orang anak dan seorang ibu mertua. Mencari nafkah ke sana-sini demi anak tetap sekolah dan ibu mertua tetap makan.

Dokumentasi Bunda Anis Hidayatie
Dokumentasi Bunda Anis Hidayatie
Sebagai guru di sekolah swasta, meski dengan gaji yang tidak seberapa, ia masih tetap mengajar. Sebab baginya, guru adalah pekerjaan mulia serta bukti pengabdiannya kepada negara demi keberlangsungan anak bangsa di masa depan.

Tidak jarang gajiannya terlambat, bahkan tidak ada gaji sama sekali. Maklumlah sekolahnya swasta yang hanya mengandalkan dana BOS untuk menggaji guru. Tersebab takdir membawanya mengabdi di sebuah sekolah yang muridnya mayoritas  keluarga  miskin. Sehingga Kepala Sekolah menggratiskan biaya sekolah dan tanpa ada pungutan apapun. Biaya sekolah  full hanya dari dana BOS. Padahal, sekarang dana BOS tidak bisa dialokasikan untuk menggaji guru. Ah,  semoga wacana Nadim Makarim yang membolehkan dana BOS bisa digunakan 50 persen untuk menggaji guru, bukan angin surga semata.

Aktif Mengkampanyekan Literasi

Bunda anis, dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan tetap melakukan hal yang berbau sosial. Terutama untuk literasi, sebuah kegiatan yang dia katakan Bikin hidup lebih hidup. Diabaikannya segala kekurangan, keyakinan akan ada rezeki dari arah tak disangka untuk membiayai misi sosialnya membuat ringan kakinya melangkah.

Galeri Bunda Anis Hidayatie
Galeri Bunda Anis Hidayatie
Ada saja acaranya  kampanye literasi saat jam kosong sekolah. Dari meluangkan waktu berbagi ilmu menulis di daerahnya, hingga menyempatkan diri untuk keliling literasi  ketika hari libur sekolah. Pun Meliput beragam acara kegiatan dan kejadian. Secara, dia juga tercatat sebagai jurnalis media online. Hasil liputannya kerap dia tulis sebagai artikel di Kompasiana Beyond Blogging yang dia pilih sebagai alat menayangkan tulisan. Selalu menginspirasi, itu yang saya temukan tiap kali membaca tulisannya.

Saat ini, ia aktif sebagai Kompasianer dan  juga ketua KOMALKURAYA (Kompasianer Menulis Buku Malang Raya dan Sekitarnya). Ini membuatnya  aktif mengadakan kegiatan keliling literasi dari tempat satu tempat ke tempat lain. Menulis buku bersama sebagai project Komunitas juga memberikan pembinaan ke daerah-daerah yang berminat mengadakan kegiatan literasi. Online atau offline, kegiatan bunda berliterasi terasa betul semangatnya.

Saya pun tak lepas dari bimbingan Bunda hingga saat ini. Saya mengenalnya pada tahun 2018, ketika itu saya ikut terlibat sebuah proyek menulis puisi berbalas yang digagas olehnya di Kompasiana pada Juni 2018.  Hingga pada tahun 2019, proyek itu akhirnya diwujudnyatakan dalam sebuah buku antologi puisi yang berjudul, Sebagai Perempuan dari Dua Lelaki Kehilangan. Bersama 26 pujangga Kompasiana.

Para penulis antologi puisi berbalas--foto istimewa
Para penulis antologi puisi berbalas--foto istimewa
Saat ini,  kumpulan Kompasianer yang terlibat dalam penulisan buku tersebut, tetap aktif berliterasi online. Bahkan bertambah terus anggotanya hingga mencampai hampir 50 orang. Bahkan dari Project puisi berbalas tersebut muncul sebuah komunitas yang bernama KPB (Kompasianer Penulis Berbalas). Anggotanya aktif di grup WA untuk berbagi ilmu kepenulisan dan berbagai pengalaman, serta saling memberi kritik saran dari tulisan masing-masing anggota yang telah ditayangkan di Kompasiana.

Telah banyak usaha yang diakukan Bunda untuk literasi, terkhusus bagi saya sendiri. Sebab, bukan hanya sekadar memberikan bimbingan, ia juga hadir sebagai sosok bunda yang saya rindukan setelah belasan tahun menjalani hidup tanpa orang tua.

Meski ia juga memiliki kekurangan ekonomi, ia tak pernah menampakkannya, apalagi mengeluh terhadap apa yang telah ditakdirkan kepadanya. Bahkan, malah sangat giat mencari nafkah untuk keluarga dan berbagi apa saja yang ia bisa untuk membantu sesama.

Untuk hal ini sungguh saya ingin bertemu muka dengannya, lalu mengatakan secara langsung ungkapan hati terdalam dari seorang anak, yang kini merasa beruntung mempunyai bunda, meski saya tak terlahir dari rahimnya.

"Terima kasih, Bunda, doa terbaik kupanjatkan untuk kehidupanmu selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun