kukira,
kemarau akan lebih lama dari biasanya
namun ternyata aku salah
musim telah berganti tanpa dinyana
hujan mengguyur tanpa aba-aba
menggenang dalam kenang
mengenang yang membayang
aku tahu,
selama ini kita hanya berjalan bersisian
terkadang duduk bersebelahan di bangku taman
atau berdiri sejajar dalam banyak antrean
tak ada sapa
kita hanya sering mengadu pandang
tanpa pernah saling melontarkan basa-basi percakapan
sebab aku merasa,
kita hanya perlu menikmati setiap detik
abu rindu yang menitik
meski tidak pada bejana yang sama
bukankah tabebuya hanya mekar sekali dalam setahun?
setelah itu tinggal menghitung minggu
kelopak-kelopak akan luruh berjatuhan
lalu membusuk menata ulang tanah
yang kini dibasahi hujan
begitupun kisah kita
rasa akan kembali menoktah; kukira
namun ternyata aku salah
rindu semakin berbilang tak terhingga
menjeda reja-reja waktu
hingga aku terjebak di satu musim
ini buruk
kau beranjak tanpa pamit
menuju musim berikutnya
sementara aku tak tahu
cara keluar paling pasrah
dari semua rasa yang ada
dan semakin bertambah buruk
aku begitu gigih mencari kehilanganmu
meski yang kuterima selalu gigil dan basah
bila menemui sisa-sisa kepergianmu
tanpa pernah kutahu
apakah ada musim berikutnya untukku?
Angsana, 22 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H