Mohon tunggu...
Julak Ikhlas
Julak Ikhlas Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah dan Fiksi

Julak Anum - Menulis adalah katarsis dari segenap sunyi. IG: https://www.instagram.com/ikhlas017 | FB: https://web.facebook.com/ikhlas.elqasr | Youtube: https://www.youtube.com/c/ikhlaselqasr

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perempuan yang Mengikat Beranda Hati dalam Rangkaian Kata Mati

13 Desember 2019   21:10 Diperbarui: 14 Desember 2019   00:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manakala gempita hari telah lenyap tak berbekas. Cakrawala senyap tak berpias. Seorang perempuan tergugu merundungi getir kenyataan yang tak sejalan dengan harapan. Di mana rindu telah berkhianat menggoreskan kecewa pada hati yang selalu meyakini cinta akan berakhir dengan bahagia. Menyisakan belati kenangan yang terus saja mencabik-cabik ingatan.

Sejatinya, ia adalah seorang penyair yang teramat piawai merakit kata-kata menjadi puisi. Namun kini, aksara-aksaranya telah dipaksa memilih untuk menggauli sepi. Di mana tak ada lagi seulas rindu saat mengeja senja yang sendu. Juga tak ada lagi serbuk kenangan yang terseduh bersama pekatnya kopi dalam secangkir keheningan.

Perempuan itu, masih mengikat beranda hati dalam rangkaian kata-kata yang mati. Tanpa nyawa, tanpa rasa. Hingga, sebuah puisi atau beberapa sajak telah melancarkan misi untuk membunuhnya dalam samarnya arti. Tanpa peduli, tanpa empati. Pada perempuan yang meski telah membuatnya utuh sebagai tubuh puisi. Namun, telah mengingkari makna keindahan dari sebuah rangkaian diksi. Juga makna kesakitan yang justru akan mendewasakan diri.

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun