Kau pernah berkelar
Tentang rindu yang membelukar
Tentang harap yang mengakar
Tentang hasrat yang berpijar
Tentang keindahan rasa di luar nalar
Tentang dia yang kau nanti dengan sabar
Namun kini, tiba-tiba saja kau datang
Membawa tangis dan rintih kecewa dari kejauhan
Yang sebagiannya telah kau hambur di tengah jalan
Katamu, hatimu telah dipatahkan
Oleh sebuah pengkhianatan
Retak berkeping dilumat dusta
Padahal baru saja, bunga-bunga cinta itu mekar merimba
Amarahmu membuncah
Matamu memerah darah
Mengucurkan penyesalan dari kaca-kacanya yang pecah
Kau meraung pilu
Meringis, memapah ngilu
Pada seiris kenyataan
Bahwa dia masih menjadi satu-satunya yang kau rindukan
Lalu, kau bertanya
Meski kuanggap hanya racauan biasa
Dari orang yang sedang berputus asa
Kenapa ini bisa terjadi padaku?
Ketika amarah menguasai pikiranku,
Kenapa rindu terus saja ikut berderu?
Sejak kapan mereka memutuskan untuk bersahabat?
Padahal, hatiku telah benar-benar terlumat
Oleh dia yang dengan bangganya memamerkan cincin yang tersemat
Tak ada yang bisa kujawab
Saranku, pulanglah saja ke rumah
Rebahkan semua resah
Semua gundah
Semua basah
Di hamparan sajadah
Adukan semuanya kepada tuhanmu
Lalu, ulurkan jemari maafmu
Pada setiap luka dan masa lalu
Dan tempatkan kenangan di kerelaan paling pasrah
Buktikan bahwa kau mampu menyongsong hari esok yang cerah
Dengan seseorang yang berhati paling indah
Yang tak mudah membuat hatimu kembali patah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H