Anna
Anna, perempuan dengan rambut terurai indah itu tengah duduk mematung di bangku taman. Matanya sayu menatap hampa pada sepasang merpati yang berceloteh manja di hamparan rumput. Sesekali ia biarkan air mata mengalir hingga landas menuju bumi. Terlihat jelas hanya kegetiran yang terpancar dari raut wajahnya.
Dulu, Anna adalah orang yang paling ceria di kota ini. Kaya, memilik rumah mewah, dan apa pun yang dikehendaki selalu terpenuhi. Namun, sekarang berbeda, ia sangat muram, bahkan untuk sekadar menyunggingkan senyum sekalipun, ia tak bisa. Bagaimana tidak, sakit hati yang diderita sungguh sangat menyiksa. Menikah dengan lelaki yang hanya cinta pada kekayaan, membuatnya terpuruk pada kesengsaraan. Semenjak orang tuanya meninggal, ia dipaksa jadi pembantu di rumahnya sendiri.
Perempuan dengan pipi yang basah oleh air mata itu masih sesenggukan menahan kepiluan. Sepasang merpati lalu mendekati Anna. Mematuki biji-bijian yang ada di sekitar kakinya. Ia coba mengusir mereka, tapi tak bisa, karena tanpa jasad, ia hanyalah hampa. Jasadnya telah dikuburkan semenjak ditemukan menggantung di dalam kamarnya.
Angsana, 27 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H