Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat saat ini, menjadikan membaca buku perlahan mulai ditinggalkan. Banyak orang menikmati dengan menghabiskan waktu mereka berselancar di Internet dengan bantuan perangkat. Mereka lebih tertarik dan senang bermain video game daripada membaca buku atau mempraktekkan literasi, yang dapat menyebabkan turunnya minat, pengetahuan dan literasi siswa. Data World's Most Education Nations menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara dalam hal literasi. Selain itu, UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) memberikan minat baca terendah pada kategori kedua. Bukan rahasia lagi bahwa literasi Indonesia menjadi perhatian utama dan membutuhkan perhatian khusus dari semua pihak, terutama dari dunia pendidikan.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memantapkan gerakan pembangunan karakter yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan gerakan tersebut adalah kegiatan membaca buku non belajar 15 menit sebelum memulai pelajaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan minat baca siswa dan meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan lebih dikuasai.
Budaya membaca harus ditanamkan pada siswa sekolah dasar pembiasaan. Pembiasaan sendiri merupakan proses melakukan sesuatu yang membiasakan seseorang dengan metode pengajaran dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah cara yang dapat dilakukan seseorang membiasakan siswa berpikir. membutuhkan kebiasaan ketekunan pembimbing. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, pada pasal 4 butir c, menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan sistem perbukuan adalah untuk menumbuhkembangkan literasi budaya seluruh Warga Negara Indonesia.
Langkah-Langkah Membangun Budaya Literasi Pada Anak
Mengingat anak bukanlah orang dewasa yang bertubuh kecil maka mereka membutuhkan ruang dan cara yang berbeda, apalagi mereka memiliki kecenderungan masing-masing sehingga tentunya membutuhkan perlakuan yang berbeda pula. Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat keberhasilan literasi di sekolah dan di kehidupan masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bukan hanya itu kebiasaan membaca juga dapat membentuk karakter seorang anak.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajak seluruh masyarakat, khususnya peserta didik untuk meningkatkan minat baca dengan harapan dapat membentuk karakter yang baik pada setiap peserta didik sejak usia dini. Karakter tersebut dapat diperoleh melalui materi-materi baca yang berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global serta disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan gerakan penting tersebut tidak hanya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah tetapi juga harus melibatkan orang tua peserta didik serta lingkungan masyarakat. Â Pelibatan tersebut menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Setiap amal memiliki potensi pada diri mereka masing-masing dan potensi itulah yang akan membantu menuntun peserta didik untuk menentukan kecendurungan aktivitas yang mereka miliki dan gemari. Contohnya, anak yang memiliki potensi kinestetik-jasmani akan menyukai aktivitas yang mengarah pada gerak tubuh seperti olahraga, anak yang memiliki potensi musical akan menyukai aktivitas mendengarkan lagu atau bermain musik.
Menurut Saifur Rohman (2017) ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah atau madrasah untuk mengatasi perbedaan potensi yang dimiliki peserta didik yang bisa dilakukan melalui kegiatan sehari-hari, kebiasaan yang bisa dilakukan peserta didik untuk menumbuhkan budaya literasi antara lain:
Pertama. yaitu menumbuhkan kenyamanan pada diri peserta didik baru ketika berada di lingkungan sekolah formal sehingga peserta didik bahwa tempat tersebut adalah rumah belajar keduanya. Hal ini dapat diterapkan di sekolah atau madrasah yang memiliki program FDS (Full Day School).
Kedua, yaitu Menumbuhkan budaya koperatif dan kolaborasi dalam pembelajaran melalui permainan, seperti diskusi atau pembelajaran berkelompok agar menumbuhkan sikap kerja sama dan saling menyayangi antar peserta didik baik dalam satu kelas maupun antar jenjang yang berbeda.Â
Ketiga, yaitu membiasakan membaca selama 5-15 menit sebelum pembelajaran dimulai agar dalam diri peserta didik nantinya memiliki karakter sebagai pembaca dan pembelajar. Setelah karakter tersebut tumbuh, selanjutnya mereka akan diarahkan untuk memahami dan menuangkan hasil bacaan mereka ke dalam sebuah karya berupa cerita pendek, komik, cerita fiksi, puisi atau bentuk karya lainnya. Tahap terakhir adalah membangun komunikasi dengan orang tua untuk mendampingi putra putrinya membaca di rumah karena orang tua adalah lingkup terdekat bagi peserta didik. Â Â