Mohon tunggu...
IKFI KAMELIA
IKFI KAMELIA Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Persoalan Riba Dalam Pandangan Islam

18 Maret 2019   01:52 Diperbarui: 18 Maret 2019   02:20 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Persoalan riba dalam pandangan islam
Dalam agama islam riba adalah praktik yang diharamkan bagi umat islam. Oleh karena itu, dilaranglah riba, baik yang terang maupun yang tersamar. Persoalan riba merupakan cabang atas masalah pokok. Masalah pokoknya adalah harga yang adil. Maka saya akan membahas persoalan riba dalam pandangan islam.

Salah satu hadis etika mencari harta yaitu : Artinya: " Dari abu umamah RA. Berkata, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa yang menolong saudaranya dengan sebuah pertolongan, kemudian ia memberi hadiah, lalu ia menerimanya, maka ia telah melakukan perbuatan besar dari perbuatan-perbuatan riba" (HR Abu Daud).

Menurut Bahasa, Riba adalah tambahan. Menurut Syariat, Riba ini terbagi dua. Riba Fadhl dan Riba nasa'. Riba Fadhl berarrti menjual suatu makanan takaran dengan makanan takaran sejenis dengan memberi  tambahan dengan salah satunya, dan menjual barang timbangan dengan barang timbangan sejenis dengan adanya tambahan pada salah satunya, misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, denagn tambahan pada salah satunya. Sedangkan Riba nas' adalah menjual makanan takaran dengan makanan takaran lainnya tanpa adanya penyerahan barang ditempat pelaksanaan akad, baik kedua barang itu sejenis maupun tidak. Dan menjual barang timbangan dengan barang timbangan lainnya baik itu emas atau perak atau yang menggantikan posisi keduanya, tanpa adanya penyerahan di tempat pelaksanaan akad, baik satu jenis atau tidak. ( Ahmad bin abdurrazzaq ad-duwaisy, 2004: 271)

Persoalan riba masih banyak ayat-ayat lain. Berikut ini mengenai ayat riba ini belum sempat diuraikan oleh Nabi secara tuntas dan beliau wafat tidak lama setelah ayat ini turun. Seperti dikatakan oleh Umar bin Khattab tatkala beliau menjadi khalifah: sesungguhnya al-Quran yang terakhir sekali turun ialah ayat tentang riba. Dan Rasulullah telah wafat, padahal belum seluruhnya beliau terangkan kepada kita. Oleh karena itu tinggalkanlah apa yang menimbulkan keraguan dalam hati kamu dan pilihlah apa yang tidak menimbulkan keraguan.

Islam mengharamkan riba, kalau dari segi etika, hal ini disebabkan karena islam ingin membentuk suatu masyarakat yang  dasarnya kasih saying sesama manusia serta tolong menolong  satu sama lain. Dilarang adanya sistem kerja dengan pemerasan. Dengan demikian, yakinlah bahwa masyarakat yang dasarnya adalah riba merupakan masyarakat yang rusak, tidak ada bedanya dengan kelompok binatang di hutan belantara.
Imam Razi pernah berkata, riba diharamkan di dalam masyarakat Islam mencegah orang lain untuk memiliki jalan hidup sendiri.

Yang menjadi sebab diharamkannya riba yaitu diwajibkan bagi orang muslim untuk berserah diri dan ridha kepada hokum-hukum Allah SWT sekalipun dia tidak mengetahui 'illat turunnya kewajiban maupun pengharaman, tetapi sebagian hukum ada yang ber'illat jelas, seperti pada pengharaman riba, dimana di dalamnya terkandung pemerasan terhadap kebutuhan orang-orang miskin, pelipatgandaan hutang, serta permusuhan dan kebencian yang muncul karenanya. Diantara akibat berta'amul dengan riba adalah tidak mau bekerja, bersandar pada keuntungan-keuntungan yang berbau riba, dan enggan untuk berusaha di muka bumi, serta berbagai mudharat dan kerusakan yang cukup besar

Sebagai seorang muslim yang tidak mampu berpikir dan berhitung, sebaiknya tidak berutang dan menjauhkan diri dari berhubungan dengan bank, yang akan lebih mendekatkan dia kearah praktek  riba karena akan menimbulkan kemudharatan  bagi dia dan bagi keluarganya.
Anwar Iqbal  Quraishi dalam Islam and The Theory of interest, menyatakan bahwa untuk menjadikan suatu bangsa yang kuat, maka Islam melarang bunga majemuk  atau riba, tugas kita ialah menyatakan atau mengeluarkan buah pikiran untuk menjernihkan dasar prinsip islam, yang berhubungan dengan  masalah bunga dan tidak berusaha merahasiakan kelemahan umat islam.

Sebelum dibicarakan persoalan riba lebih jauh, ada baiknya dibicarakan terlebih dahulu tentang rente.
Ada suatu pendapat di tengah-tengah masyarakat yang menyatakan bahwa rente dan riba sama. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang karena sama-sama bunga uang, dihukumkan pula sama.
Namun anggapan tersebut mulai berubah, terutama sekali sejak orang menyelidiki dengan seksama tentang praktik perbankan. Memang diakui antar keduanya terdapat persamaan, yaitu sama-sama  persamaan "bunga bank". Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, maka jauh lebih besar perbedaannya dari pada persamaannya.

Dalam praktiknya, rente merupakan keuntungan yang diperbolehkan pihak bank karena jasanya telah meminjamkan uang untuk memperlancarkan kegiatan usaha perusahaan/orang yang telah meminjamkan uang tersebut. Dengan bantuan bank yang telah meminjamkan tersebut , usaha perusahaanya telah semakin maju , dan keuntungan yang di perolehnya pun semakin besar. Atas dasar permbarian bantuan keuangan tersebut, bank memperolah bagian keuntungan, sedangkan mengenai jumlah keuntungan yang akan diperoleh bank tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu dalam akad kredit yang telah disepakati.

Sementara itu , kegiatan riba dalam praktiknya, merupakan pemerasan yang dilakukan terhadap si miskin yang perlu ditolong agar dapat melepaskan diri dari kesulitan hidupnya. Terutama sekali untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Akan tetapi  yang terjadi justru sebaliknya. Tukang riba datang menawarkan jasa dengan cara meminjamkan uang kepada si miskin tersebut dengan ketentuan uang harus beranak (berbunga). Semakin lama utang tidak dibayar maka semakin besar pulalahbunga yang dikanakn kepada si miskin.
Sering terjadi utang pokok yang berlipat ganda, yang pada akhirnya menimbulkan kesulitan bagi yang berutang.

Dari contoh praktik yang dikemukakan di atas, jelaslah terlihat garis merah perbadaan antara rente dengan riba. Rente bersifat produktif, sedangkan riba dipergunakan untuk hal-hal yang konsumtif.
Lebih lanjut dapat dikemukakan landasan hokum tentang pelarangan riba ini didasakan kepada ketentuan hokum yang terdapat dalam (QS Al-Baqarah (2): 275 s.d 281 dan QS.Ali-imran (3): 130).

Apalagi diperhatikan ketentuan hokum yang terdapat dalam ayat tersebut, secara khusus menjelaskan dengan tegas pengertian riba, hanyalah ketentuan yang menyatakan: yaitu:"...janganlah kamu memakan riba dengan berlibat ganda..." (QS. Ali-Imran (3): 130).
Dalam hal ini timbul persoalan. Apakah yang dimaksud riba dengan berlipat ganda tersebut?

Untuk itu, berikut ini diungkapkan beberapa komentar para ahli hokum islam tentang pengertian riba.(fuad Moch. Fachruddin, 1985: 39-40)
Said Muhammad Rasyid Ridha dengan mengkonstatir pendapat Ibnu Qayyim (ahli fikih terkemuka dan murid Ibnu Taimiyah) mengemukakan tentang ragam riba dengan ungkapan, "adapun riba yang terang ialah annasiah, sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliah. Ditangguhkannya piutangnya, dan penundaan tempo ini menentukan pula akan tambahan dari besar jumlah piutangnya itu. Dengan ini , bertambahlah utang si korban dengan tidak mendapat apa-apa dan bertambahlah harta si 'lintah darat' ini dengan tidak memberikan jasa apa-apa  kepada korbannya."

Apabila diperhatikan keterangan para ahli tafsir dan penjelasan para ahli Hukum Islam, pada umumnya mereka memandang bahwa riba yang di maksudkan dalam Al-quran adalah riba nasiah. Yakni bentuk riba yang merjalela pada zaman jahiliah, yaitu berupa kelebihan pembayaran yang dimestiakan kepada orang yang berutang sebagai imbalan  dari pada tenggang waktu yang diberikan. Jadi, disini jelas terlihat bahwa sebagian para ahli tafsir berpendapat bahwa riba yang di maksudkan dalam nash Al-Quran tersebut adalah riba yang bertempo. (wajdi farid: 2012: 31)
 

Kalau kiranya terjadi musibah atau bentuk kerugian  lainnya maka kerugian tersebut dibebankan sepenuhnya kepada pemilik modal. Itulah yang di maksud dengan riba. Riba bisa juga di katakan berupa pinjaman yang bunganya ditetapkan terlebih dahulu. Riba model ini dipraktikan juga oleh Al abbas bin Abdul Mutthalib (paman Rasulullah). Hal itu dilarang oleh  Rasulullah melalui pengumuman yang disampaikannya ketika haji wada dengan ungkapan, "sesungguhnya riba jahiliah dilarang adalah riba pamanku, Al-Abbas."
'

Dalam hal ini Yusuf Qardhowi menambahkan, " Kalau sekiranya  riba yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya riba konsumsi, artinya riba yang dipinjam  untuk kepentingan pribadi dan keluarganya seperti yang dikatakan sebagian orang dewasa ini, sudah tentu kurang kuat alasan  Rasulullah untuk mengutuk orang yang memberi bunga uang itu. Bagaimana Rasulullah mengutuk orang yang meminjam uang untuk dimakan, sedangkan Allah dan Rasul-Nya membolehkan orang memakan bangkai, darah, dan daging sekiranya dalam keadaan terpaksa karena dahaga dan lapar." (Lubis Suhrawardi K, 2012: 32)

Adapun menyangkut hikmah diharamkannya riba (syeikh Ali Ahmad Al-Jurjawi, 1992: 376) disebabkan riba tersebut merupakan bencana basar, musibah yang kelam, dan penyakit yang berbahaya. Orang yang menerima sistem riba maka kekafiran akan datang kepadanya dengan cepat. Dia akan dikepung dengan kemelaratan, karena perjalanan hidup ini tidak dapat diduga sebelumnya. Bahkan sering terjadi seseorang yang pda mulanya berada dalam serba kecukupan kemudian menjadi jatuh miskin nasibnya. Ketika itu menjadi teman setia kesedihan, pagi dan sore yang guncang hatinya, tertipu perasaannya, dan hancur pikirannya. Atau dalam istilah lain "dia mati sebelum mati".(Lubis Suhrawardi K,2012: 33)

Maaf bila ada kata kata yang kurang tepat dan terimakasih sudah membaca artikel ini. Semoga bermanfaat . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun