Banyak penelitian telah dilakukan tentang bagaimana kemarahan mempengaruhi kita secara fisiologis dan psikologis, karena sebelum kemarahan itu sendiri mempengaruhi tubuh kita untuk bertindak, otak kita terlebih dahulu terpengaruh untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Otak adalah sistem alarm internal manusia, memberi sinyal ke seluruh tubuh kita ketika merasakan emosi.Â
Sistem alarm ini memicu pelepasan adrenalin yang menyebabkan kita meningkatkan kesadaran dan daya tanggap kita, yang selanjutnya menyebabkan glukosa mengalir melalui aliran darah dan otot sehingga kita mampu merespons lebih cepat, dan membuat keputusan lebih cepat pula.Â
Menurut Boerma (2007), Â Ketika otak merasakan ancaman atau bahaya, jutaan serabut saraf di dalam otak kita melepaskan bahan kimia ke seluruh tubuh ke setiap organ. Ketika seseorang mengalami amarah, tubuh melepaskan hormone stress, adrenalin dan nonadrenalin karena otak. Bahan kimia ini membantu tubuh mengontrol detak jantung dan tekanan darah.Â
Kemarahan menyebabkan bahan kimia neurotransmitter di otak, yang disebut katekolamin, mengalir ke seluruh tubuh kita, memberi kita ledakan energi yang dapat berlangsung selama beberapa menit. Hal ini kemudian memicu reaksi pada bagian tubuh lain seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah tinggi, dan pernapasan yang meningkat (Adotta, 2006).
 Menurut Adotta (2006), amarah berasal dari bagian tubuh kita yang dikenal dengan nama amigdala. Amigdala dan beberapa wilayah korteks limbik terlibat secara spesifik dalam emosi: perasaan dan ekspresi emosi, ingatan emosional, dan pengenalan tanda-tanda emosi pada orang-orang lain, dan terletak sebelah vertikel lateral dalam lobus temporal (Carlson, 2012).Â
Manusia memiliki dua amigdala yang terletak hanya beberapa inci dari setiap telinga. Terdiri dari beberapa saraf yang terhubung ke berbagai bagian otak seperti neokorteks dan korteks visual amigdala merupakan bagian terpenting dari sistem saraf kita. Ketika amigdala memulai emosi amarah, korteks prefrontal dapat mengakibatkan perilaku kekerasan.Â
Dengan kata lain, amigdala menyebabkan otak bereaksi terhadap ancaman atau ketakutan dalam korteks prefrontal dapat mempertimbangkan konsekuensinya.Emosi seperti kemarahan tidak akan hilang jika kita tidak mengekspresikannya, hal ini hanya akan memperkuat kemarahan tersebut. Hal yang paling berbahaya dari menahan amarah adalah memicu adanya depresi. maka dari itu penting bagi kita untuk belajar mengendalikannya.
- Ambil napas dalam-dalam.
- Hindari lingkungan buruk.
- Intropeksi diri untuk mengetahui penyebab kemarahan tsb.
- Belajar ikhlas.
- ekspresikan diri.
- peka akan diri.
Ada pula cara mengatur emosi marah dan mengendalikannya menurut pandangan Islam, yaitu mengalihkan satu objek ke objek yang lain yang bersifat semu. Kemudian dengan zikrullah melalui media bersuci (berwudhu) husn al-zhan, sabar, syukur, dan pemaaf yang menjadi kunci dasar dalam mengendalikan emosi marah. (Ulya, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Carlson, N. (2012). Fisiologi perilaku : edisi kesebelas jilid 1.Alih bahasa Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hendricks, L., & Aslinia, D. (2013). The Effects of Anger on the Brain and Body. National Forum Journal of Counseling and Addiction, 2(1), 1–12.