Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ultah PDIP Ditengah Badai

9 Januari 2025   16:51 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:51 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Namun harus menelan pil pahit gagal sebagai Ketua DPRI karena dijegal Koalisi Merah Putih (KMP) mengubah Undang Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Sebagai presiden terpilih di periode pertama (2014 - 2019) yang dihadapkan pada konfigurasi koalisi parpol di DPR tentu PDI Perjuangan menjadi perisai utama Jokowi menghadapi manuver koalisi parpol di DPR dalam menjalankan tugas eksekutifnya.

Menjelang pemilu 2019, walaupun konfigurasi koalisi parpol berubah namun residu pilpres 2014 masih kuat.
Tarung ulang head to head Jokowi versus Prabowo, berhasil menghantarkan kembali PDI Perjuangan sebagai pemenang pileg sekaligus menghantarkan Jokowi sebagai presiden untuk periode kedua. (Saat itu pelaksanaan pileg dan pilpres bersamaan).

Dalam membangun tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada negara kesejahteraan (walfare state) ditengah iklim demokrasi yang semakin transparan maka memaknai rekonsiliasi bukan untuk politik dagang sapi. Kekuasaan harus terdistribusikan tanpa mengabaikan fungsi kontrol.

Kekuasaan harus terdistribusikan tanpa mengabaikan fungsi kontrol. Walaupun dalam sistem demokrasi Pancasila tak mengenal oposisi maka fungsi kontrol (chek & balances) tetap dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya hak-hak kedaulatan rakyat serta pemerintahan (presidensil) yang kuat. Yang kalah pemilu bertugas mengontrol kinerja pemerintah.

https://www.kompasiana.com/iketutgunaartha2116/5d08b8290d82306935292982/rekonsiliasi-bukan-dagang-sapi?page=2&page_images=1

Dorongan rekonsiliasi ini dan alasan stabilitas politik kemudian digunakan Jokowi di periode kedua untuk mengajak bergabung kontestannya pada dua kali pilpres, Prabowo masuk kabinet sebagai menteri.
Dalam konteks demokrasi tentu ini tidak sehat karena menihilkan peran kontrol pemerintahan oleh parlemen.

Dan pada suatu titik, kekuasaan Jokowi sebagai kader PDI Perjuangan makin menggurita. Relasi hubungan antara Jokowi dengan partai pengusung utamanya sejak menjadi Walikota Solo, Gubernur Jakarta hingga Presiden 2 periode semakin dingin. Jokowi berhasil menutupi dan memanipulasi publik.

Anti klimaksnya adalah penghianatannya di Pilpres 2024.
Jokowi dengan instrumen kekuasaannya justru menjadi king maker kekalahan capres cawapres PDI Perjuangan, Ganjar - Mahfud.

Tak cukup hanya pertarungan pilpres namun konfrontasi ini berlanjut ke kontestasi pilkada serentak Nopember 2024.
Jokowi semakin terang benderang berambisi memenangkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan skenario borong parpol (KIM plus) lawan kotak kosong.

Walaupun ambisinya meloloskan putra bungsunya sebagai calon kepala daerah lewat putusan Mahkamah Agung dikandaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), setidaknya hingga pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas hasil rekapitulasi suara pilkada, Jokowi hanya gagal menangkan calon KIM Plus di Jakarta dan Bali (PDI Perjuangan ajukan gugatan Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Timur ke MK).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun