Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ini Bukan Soal Jokowi - Prabowo, tapi Penegakan Hukum dan Keteraturan Hukum

30 Mei 2019   11:50 Diperbarui: 30 Mei 2019   12:09 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 secara serentak telah berhasil terlaksana dengan penetapan hasil oleh KPU yang cukup dramatis karena isu pengepungan KPU dan Bawaslu dimana KPU mengesahkan dan menetapkannya sehari sebelum batas akhir waktu yg telah ditetapkan.

Bahkan tidak tangung-tanggung Polri sampai menetapkan standar pengamanan Siaga 1 dengan memobilisasi puluhan ribu personil termasuk didatangkan dari daerah. Kebijakan Polri ini beralasan mengingat dalam analisa keamanan disinyalir akan terjadi potensi gangguan kamtibmas terstruktur dan aksi terorisme terlebih atas tertangkapnya upaya penyelundupan senjata api jenis pistol maupun laras panjang yang berhasil digagalkan yang melibatkan oknum pensiunan jenderal TNI serta tertangkapnya sejumlah terduga jaringan terorisme.

Penetapan standar pengamanan ekstra ini tentu juga merupakan komitmen Polri yang dibackup TNI dalam rangka memberikan kepastian rasa aman kepada masyarakat Indonesia dan Jakarta khususnya.

Dan memang pada tanggal 21 - 22 Mei 2019 horor gangguan kamtibmas benar terjadi yang diawali aksi demonstrasi di depan kantor Bawaslu hingga meletusnya aksi anarkisme/rusuh jelang dini hari dan berlanjut hingga keesokan harinya. Beruntunglah aksi rusuh ini bisa dilokalisir dan digagalkan dengan penangkapan sejumlah pelaku rusuh. Polri seakan tak mengalami kesulitan menangkap pelaku lebih dari 400 orang karena dibantu hasil rekaman sejumlah CCTV.

Keprihatinan mendalam dirasakan atas fenomena kerusuhan ini mengingat terjadi disaat umat Islam menjalankan ibadah Ramadhan.Tontonan aksi rusuh yang disiarkan secara live oleh sejumlah televisi seakan memperlihatkan situasi mencekam seperti di Timur tengah.

Belum pulih 100% rasa aman warga Jakarta mengingat sejumlah ruas jalan dan obyek vital masih diblokade dan dijaga ketat aparat TNI Polri, lalu muncul pernyataan Kapolri bahwa ada sejumlah nama pejabat negara yang menjadi target pembunuhan dalam skenario besar aksi rusuh Jakarta.

Jika apa yang dikembangkan Polri dari hasil penangkapan pelaku rusuh mengarah kepada grand design rusuh dan aksi makar untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, maka hal ini tidak boleh dianggap masalah kecil. Ini masalah serius atas ancaman keamanan nasional.

Kami melihat ini sebagai akumulasi lemahnya penegakan hukum dalam 5 (lima) tahun terakhir. Pemerintah sibuk membangun infrastruktur untuk negeri sementara ujaran kebencian dan berita hoax ibarat radikal bebas meracuni pikiran dan nalar hampir 50% warga negara Indonesia. Bukan hanya menjangkiti pikiran kelompok miskin dan tak terpelajar namun celakanya telah meracuni pikiran kelompok kelas menengah keatas dan intelektual hingga tokoh agama (katanya).

Mencaci, memfitnah dan mengancam pemerintah bahkan presiden baik secara lisan maupun tulisan seolah dianggap hal biasa. Setiap hari media sosial dipenuhi ujaran kebencian, hoax, nyinyir dan propaganda membenci pemerintah.

Elit politik seakan merasa tak berdosa memprovokasi rakyat secara terus menerus untuk membenci pemerintahan Jokowi. Fitnah keji sebagai keturunan PKI, anti Islam, mengkriminalisasi ulama, antek asing dan China, Indonesia diserbu tenaga kerja asing serta hutang negara selalu dijadikan narasi untuk membangkitkan sentimen kelompok Islam. Narasi kebencian ini telah dimulai sejak pilpres 2014 menunjukkan bahwa kelompok ini memang memiliki syahwat untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. 

Walaupun Polri memiliki divisi Cyber Crime dan pemerintah telah membentuk Badan Siber dan Sandi Nasional, faktanya kejahatan siber menurut Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik seakan tak berdaya dbendung.

Padahal spirit undang-undang tersebut adalah bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.

Dalam iklim demokrasi yang sehat memang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin Undang-undang No 9 Tahun 1998 mengingat kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Namun untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib,dan damai serta dilaksanakan secara bertanggungjawab.
Sebagaimana diatur Undang-undang bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum/demonstrasi harus mempertimbangkan asas keseimbangan antara hak dan kewajiban, kepastian hukum dan keadilan, serta manfaatnya untuk kemaslahatan.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, taat hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan yang paling penting adalah menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Merespons sikap dan prilaku sekelompok warga negara yang dapat merusak keadaban nilai-nilai kemanusiaan dan masa depan demokrasi Indonesia, kami berpandangan:
1) Mengajak semua pihak untuk tunduk dan patuh kepada hukum dan perundang-undangan. Bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaats)
2)  Salurkanlah aspirasi politik sesuai ketentuan yang diatur oleh undang-undang, kedepankan etik/moral dalam membangun kualitas demokrasi. Karena pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi yang menyertakan people power (ratusan juta rakyat Indonesia menyalurkan hak politiknya secara serentak 17 April 2019) dan kedaulatan rakyat
3) Hentikan sikap menebarkan kebencian, membangun permusuhan sesama anak bangsa. Jika upaya ini masih tetap berlangsung disaat kontestasi demokrasi telah usai maka dapat diduga pelakunya adalah komprador asing yang menginginkan bangsa Indonesia terpecah belah. Oleh karena itu peran Badan Intelijen Negara (BIN) harus mampu melakukan kontra intelijen dalam menghadapi anasir-anasir jahat ini
4)  Mendukung langkah tegas Polri dalam memulihkan situasi kamtibmas, mengungkap aktor intelektual penggerak rusuh 21-22 Mei 2019 dan upaya menegakkan hukum (law enforcement) demi ketertiban/keteraturan hukum (law and order) karena gangguan stabilitas kamtibmas yang terjadi ini bukan hanya persoalan rivalitas Jokowi versus Prabowo tapi ancaman atas kelangsungan ideologi Pancasila
5) Mengapresiasi kekompakan/soliditas Polri bersama TNI dalam upaya menjaga kewibawaan negara bahwa setiap perusuh negara sebagai ancaman kedaulatan NKRI. Tak ada toleransi bagi kelompok perusuh, pelaku makar dan upaya mewacanakan opini untuk memisahkan diri (gerakan separatis) dari NKRI
6) Mengapresiasi kerja profesional KPU dan Bawaslu walaupun dalam situasi menghadapi ancaman maupun tekanan kelompok yang tidak puas dengan hasil pilpres 2019
7) Sebagai bentuk komitmen menempuh jalur konstitusi dalam menyalurkan ketidakpuasan atas hasil pilpres 2019, narasi curang yang dibangun harus dibuktikan dengan dalil dan fakta hukum dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai benteng terakhir demokrasi.Kami meminta kepada MK untuk memutuskan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) secara profesional dan meminta kepada semua pihak untuk menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Jakarta, 30 Mei 2019DPP Barisan Penegak Trisakti Bela Bangsa(Banteng Indonesia)Ir. I Ketut Guna ArthaKetua Umum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun